Terdesak Inggris, Prancis Nekat Menjual Louisiana ke Amerika Serikat

Pada 1803, Presiden Thomas Jefferson membeli wilayah Louisiana dari Prancis seharga 15 juta dolar AS atau setara Rp225 miliar. Ini dirasa sangat murah perihal luas wilayah Louisiana hampir dua kali lipat ukuran AS. Pembelian Louisiana adalah awal dari ekspansi luar biasa Amerika Serikat dari sekelompok negara bagian Pesisir Timur di Benua Amerika Utara.
Pertanyaannya, mengapa Prancis menjual tanah seluas itu dengan harga yang cukup murah. Per hektar hanya dijual 4 sen atau setara Rp600 dari wilayah dengan luas 828 ribu hektar? Bahkan, pada 1803, itu sangat murah. National Geographic menunjukkan bahwa dalam dolar modern, pembelian Louisiana hanya menelan biaya 342 juta dolar AS atau setara Rp5 triliun. Ternyata, Prancis, atau pemimpinnya saat itu, Napoleon Bonaparte, punya alasan bagus untuk menjual Louisiana. Kira-kira apa, ya?
1. Kepemilikan Louisiana berpindah tangan

Wilayah Louisiana didirikan pada 1682 ketika penjelajah Prancis bernama Robert Cavelier, Sieur de La Salle, tiba di muara Sungai Mississippi dan mengakui kepada penduduk asli Amerika bahwa seluruh lembah sungai adalah milik Prancis. Wilayah yang luas itu dinamai Louis XIV, yang disebut Raja Matahari. Pada 1718, Prancis mendirikan New Orleans dan kelompok penjajah pindah ke tempat tersebut.
Namun, wilayah itu diperebutkan di antara kekuatan-kekuatan Eropa. Pada 1763, Louis XV memberikan Louisiana kepada sepupunya, Charles III dari Spanyol, dan bertahan sampai 1800. Ini terjadi ketika Napoleon Bonaparte merundingkan perjanjian rahasia dengan Spanyol dan mengambil kembali penahanan besar-besaran sebagai ganti Etruria kecil di Italia Utara.
Kesepakatan rahasia ini tidak bertahan lama. Ketika Amerika Serikat mengetahui bahwa Spanyol bersekongkol dengan Prancis di bawah pemimpin Napoleon, Amerika khawatir jika akses mereka ke Mississippi akan terputus. Akibatnya, Thomas Jefferson menginstruksikan James Monroe dan Robert Livingston untuk membeli New Orleans pada 1802.
2. Di bawah kendali Prancis, Louisiana tidak berkembang

Meskipun orang Eropa mengklaim wilayah Louisiana selama berabad-abad, wilayah itu tidak berkembang. Hanya sedikit orang yang pindah ke sana. Seperti yang dijelaskan oleh Universitas Negeri Louisiana, Prancis bahkan mengirim narapidana dari penjara debitur ke koloni pada 1717. Prancis juga mendatangkan budak dari Afrika untuk tinggal di Louisiana. Pada 1720-an, beberapa pemukiman telah berkembang, yang utamanya adalah ibu kota wilayah di New Orleans.
Sebagian besar wilayah Louisiana diabaikan oleh pemerintah Prancis. Namun, di bawah kendali Spanyol, Louisiana bernasib jauh lebih baik. Meskipun wilayah Louisiana sangat luas, wilayah itu hampir tidak pernah disentuh oleh orang Eropa, kecuali daerah di sepanjang hilir Sungai Mississippi. Dalam hal keuntungan dan kepentingan geopolitik, Napoleon lebih tertarik pada Karibia.
3. Prancis lebih tertarik dengan Karibia dibandingkan Amerika Utara

Permata kerajaan seberang laut Prancis adalah Saint-Domingue di Karibia, yang sekarang menjadi Haiti di pulau besar Hispaniola. Saint-Domingue sangatlah berharga. Pada 1780-an, wilayah ini menghasilkan 60 persen kopi dunia dan memasok 40 persen gulanya ke Inggris dan Prancis. Brown University menjelaskan bahwa Saint-Domingue menghasilkan basis pendapatan pajak sebesar 1 miliar livre atau setara Rp19 triliun dan mengekspor hingga 170 juta livre atau setara Rp3,2 triliun ke Prancis setiap tahunnya.
Namun, perekonomian Saint-Domingue didukung dan sepenuhnya bergantung pada perbudakan. Dilansir laporan Slavery and Remembrance, Prancis mengimpor hampir 800 ribu orang Afrika yang diperbudak ke koloni untuk bekerja di perkebunan di salah satu sistem perbudakan paling kejam di Amerika. Para budak sering kali diteror dalam tatanan sosial berbasis ras.
4. Revolusi Haiti membuka jalan kesuksesan para budak

Pada 1791, karena dipengaruhi oleh cita-cita Revolusi Prancis, pemberontakan budak pecah di Saint-Domingue. Di bawah kepemimpinan Toussaint Louverture, para budak bersekutu dengan orang-orang bebas bukan kulit putih. Mereka berhasil menggulingkan tatanan budak dan menguasai semua Hispaniola, bukan hanya Saint-Domingue.
Kesuksesan ini terjebak dalam perangkap Napoleon Bonaparte. Pada 1799, Napoleon merebut kekuasaan dalam kudeta di Prancis dan ingin mengembalikan kejayaan Prancis di Amerika. Dia ingin Saint-Domingue, perkebunan gula dan kopinya yang sangat menguntungkan, dipulihkan dan di bawah kendali Prancis dengan sistem lamanya.
Namun, Napoleon tidak memiliki cukup pasukan untuk menduduki Louisiana sekaligus menaklukkan Saint-Domingue. Dia pun punya strategi lain dengan menggunakan Louisiana untuk memasok tepung, daging asin, kayu, dan sumber daya lain yang diperlukan untuk mendukung pasukannya di pulau koloni. Meskipun strategi ini pada awalnya berhasil, pada 1803 munculnya penyakit dan banyaknya korban jiwa memaksa Prancis untuk mundur. Pada 1 Januari 1804, Haiti mendeklarasikan kemerdekaannya. Ini adalah pertama dan satu-satunya ketika pemberontakan budak memperoleh kesuksesan seperti itu. Peristiwa penting di San-Domingue ini terkait dengan Pembelian Louisiana.
5. Napoleon Bonaparte tidak ingin jika Louisiana jatuh ke tangan Inggris secara cuma-cuma

Hilangnya kendali Prancis di Saint-Domingue membuat dunia bergidik. Pada 1803, bahkan sebelum kemerdekaan terakhir Haiti, Napoleon menyadari bahwa prospeknya untuk mengembangkan kerajaan Amerika semakin samar. Tanpa keuntungan dari Saint-Domingue, sungguh sangat mustahil untuk mempertahankan wilayah Louisiana yang luas dan Napoleon khawatir dengan kekuatan Inggris.
Kedua negara itu akhirnya berdamai pada awal 1803, setelah menandatangani Perjanjian Amiens pada 1802, dan mengakhiri permusuhan antara kedua negara. Jeda ini memberi ruang bernapas bagi Napoleon dalam upayanya yang gagal untuk memulihkan Saint-Domingue. Dengan kegagalan untuk merebut kembali Saint-Domingue dan perang baru yang tak terhindarkan antara Prancis dan Inggris, Napoleon menata ulang kalkulus politiknya.
Napoleon tidak bisa mengirim pasukan untuk mempertahankan Louisiana yang menurutnya tidak berharga itu. Dia juga menyadari bahwa dengan kekuatan angkatan laut Inggris yang superior, relatif mudah bagi mereka untuk merebut Louisiana sesuka hati. Napoleon pernah berkata tentang Louisiana dalam memoar menteri keuangannya, "Berusaha keras untuk mempertahankannya adalah kebodohan." Yang dibutuhkan Napoleon adalah cara untuk melepaskan diri dari wilayah itu sekaligus mencegahnya jatuh ke tangan Inggris.
6. Amerika Serikat yang baru merdeka takut akan pengaruh Napoleon Bonaparte

Presiden Thomas Jefferson menyadari gentingnya bersekutu dengan Prancis. Selain adanya dorongan penaklukan oleh Napoleon, dia tahu bahwa ketika perang dimulai antara kedua negara, Inggris akan berusaha merebut Louisiana. Ini menciptakan situasi yang tidak stabil di perbatasan barat yang dapat menarik negara barunya ke dalam Perang Napoleon. Dalam sebuah surat, Thomas Jefferson menulis bahwa penguasaan kembali Prancis atas wilayah itu adalah cikal bakal pertempuran yang akan meledak di negara-negara di kedua pantai Atlantik dan akan memengaruhi Amerika.
Akibatnya, Thomas Jefferson memulai persiapan militer di sepanjang Mississippi dan mengirim James Monroe ke Prancis dengan otorisasi untuk membeli New Orleans serta Florida Barat seharga 10 juta dolar AS atau setara dengan Rp150 miliar. Ini akan memungkinkan orang Amerika untuk mempertahankan akses yang jelas ke sungai. Monroe, bersama dengan menteri Prancis, Robert Livingston, melakukan penyelidikan. Seperti yang diceritakan Michigan State University, keduanya kaget ketika menteri Prancis, Charles-Maurice de Talleyrand, menanyakan berapa yang akan mereka bayarkan untuk seluruh wilayah tersebut.
7. Napoleon Bonaparte terdesak dan membutuhkan uang

Penguasa Prancis baru saja akan memulai serangkaian perang yang menghancurkan. Perang ini, Perang Napoleon, berlangsung dari 1803 hingga 1815. Akibatnya, Napoleon membutuhkan uang untuk membiayai operasi militernya, dalam perlombaan senjata dengan Inggris. PBS menjelaskan bagaimana pada 1812, Prancis telah meningkatkan kekuatan tentaranya menjadi 600 ribu orang, belum lagi ribuan pasukannya di angkatan laut. Semua prajurit ini perlu diberi makan, ditampung, dan dibayar.
Sebagaimana dibahas dalam Journal of Economic History berjudul A Tale of Two Currencies: British and French Finance During the Napoleonic Wars yang terbit 1991, Prancis memiliki kredit dan keuangan yang buruk secara historis karena pergolakan Revolusi Prancis. Akibatnya, Napoleon ingin menjual Louisiana. Hal ini ditekankan dalam memoar François Barbé-Marbois, Napoleon menyerahkan klaimnya atas wilayah tersebut dengan mengatakan, "Ketidaktetapan dan pertimbangan tidak lagi pada waktunya. Saya meninggalkan Louisiana. Saya tahu harga dari apa yang saya tinggalkan. Saya meninggalkannya dengan penyesalan terbesar. Saya membutuhkan uang untuk berperang melawan negara terkaya di dunia."
8. Amerika Serikat menjadi target pemasaran untuk menjual Louisiana

Selain alasan strategis, Amerika Serikat adalah pasar terbaik untuk menjual wilayah Louisiana. Orang Amerika percaya bahwa akuisisi dan penyelesaian tanah baru di barat sangat penting untuk pembangunan negaranya di masa depan. Sementara konsep "manifest destiny" belum ada sampai 1845, gagasan bahwa Amerika Serikat memiliki misi untuk berkembang telah ada sejak masa kolonial paling awal. Kunci Amerika untuk membuka peluang di barat adalah dengan meraih Sungai Mississippi dan Wilayah Louisiana. Ketika Monroe dan Livingston ditawari kesempatan untuk membeli seluruh wilayah itu, mereka sangat bersemangat.
9. Napoleon beranggapan bahwa kekuatan Amerika bisa meredam kekuatan Inggris

Menurut pemikiran Napoleon, jika Amerika Serikat menguasai Louisiana, Inggris enggan untuk menaklukkannya. Terlebih lagi, penguasa Prancis percaya bahwa kekuatan Amerika Serikat bisa membantu Prancis untuk meredam kekuatan Inggris. Pertama, Amerika Serikat dapat secara efektif menjadi saingan yang tangguh bagi Inggris. Ini dapat melemahkan upaya perang Inggris melawan Prancis dan memberikan kemenangan kepada Napoleon. Di satu sisi, ini hampir terjadi dalam Perang 1812.
Namun, apakah penguasa Prancis mempertimbangkan konsekuensi menjual kepentingan Prancis di Louisiana? Apakah itu akan membuat Amerika Serikat menjadi negara yang sangat kuat? Menurut memoar François Barbé-Marbois, dalam pernyataannya, Napoleon berkata, "Mungkin saya juga keberatan bahwa orang Amerika mungkin dianggap terlalu kuat untuk Eropa dalam 2 atau 3 abad, tetapi pandangan jauh ke depan saya tidak mencakup ketakutan yang begitu jauh. Selain itu, selanjutnya kita dapat mengharapkan persaingan di antara anggota Persatuan. Konfederasi yang disebut abadi hanya bertahan sampai salah satu pihak yang membuat kontrak menemukan kepentingannya untuk menghancurkan mereka. Itu untuk mencegah bahaya yang dihadapi oleh kekuatan kolosal Inggris bagi kita. Saya akan memberikan obatnya."
10. Apakah keputusan Napoleon buruk?

Pada 12 April 1803, François Barbé-Marbois bertemu dengan Amerika. Dalam pertemuan tersebut, dia mengatakan bahwa Napoleon telah membaca laporan di pers London bahwa 50 ribu tentara Inggris mungkin akan dikirim ke New Orleans. Meskipun ini hanya rumor, dia memutuskan untuk menjual wilayah itu. Harga yang diminta adalah 125 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,8 triliun. Livingston dan Monroe hanya diizinkan membelanjakan uang negara hanya 10 juta dolar AS saja atau setara Rp150 miliar untuk membeli New Orleans dan West Florida.
Pada 30 April 1803, mereka membuat kesepakatan Amerika akan membayar 15 juta dolar AS atau setara Rp225 miliar meskipun konstitusionalitasnya diperdebatkan. Terlepas dari legalitasnya, Majalah Smithsonian merinci bagaimana untuk membiayai transaksi tersebut. Beberapa bank Inggris benar-benar membeli wilayah itu dan menyerahkannya ke Amerika Serikat dengan imbalan obligasi dengan bunga 6 persen. Harga akhir setelah obligasi 15 tahun dibayarkan adalah 27 juta dolar AS atau setara Rp406 miliar, yang masih menjadi kesepakatan yang sangat bagus untuk Amerika Serikat. Itu tidak terlalu buruk untuk Napoleon mengingat tekanan yang dia alami karena wilayah itu. Inggris dan Prancis menciptakan permusuhan baru pada 18 Mei 1803, tak lama setelah kesepakatan itu diselesaikan.
11. Kejayaan Amerika dan kegagalan Prancis setelah menjual Louisiana

Pembelian Louisiana memiliki konsekuensi besar bagi Amerika Serikat. Tanpa wilayah itu, pengaruh internasional Amerika Serikat akan berkurang, begitu pula pengaruhnya terhadap perkembangan demokrasi. Pada saat yang sama, perluasan teritorial ini juga memungkinkan pertumbuhan dan perluasan perbudakan di Amerika Serikat, yang akhirnya memuncak dalam Perang Saudara Amerika. Itu juga membuka jalan bagi ekspansi kekaisaran dan penaklukan suku asli Amerika di Barat.
Adapun Prancis, tidak pernah secara serius membangun kolonial di Amerika lagi. Napoleon Bonaparte menggunakan uang tunai untuk membiayai upaya perangnya. Namun, dia justru dikalahkan di Pertempuran Waterloo pada 1815.
Kesimpulannya, Amerika Serikat adalah negara yang sebenarnya tidak banyak membeli tanah. Namun, mereka menaklukkan dan mengambil wilayah dari penduduk asli Amerika yang telah tinggal di sana selama ribuan tahun. Namun, di antara kalangan Eurosentris, Pembelian Louisiana dipandang sebagai salah satu kesepakatan penjualan tanah terbesar dalam sejarah.