Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa yang Akan Terjadi jika Bumi Kehilangan Gurun?

Gurun
gurun (commons.wikimedia.org/Erfan.arafat)

Bagaimana jika planet kita kehilangan semua gurun pasirnya, ya? Pertanyaan semacam itu memang terdengar mengada-ada. Namun, percaya atau tidak, pernah ada masanya ketika Gurun Sahara yang luas berubah menjadi wilayah yang hijau nan subur. Era ini, rupanya berlangsung sekitar 11.000 hingga 5.000 tahun yang lalu. Peristiwa ini disebut Sahara Hijau atau Periode Lembab Afrika Utara.

Faktanya, Sahara tidak selalu menjadi gurun, lho, karena Sahara berubah menjadi hijau ratusan kali selama 8 juta tahun terakhir. Yap, ini ada korelasinya dengan perubahan poros Bumi selama ribuan tahun. Jadi, bukan hal yang mustahil jika gurun hilang dan berubah menjadi hijau. Lagi pula, penghijauan gurun ini terjadi setiap 21.000 tahun sekali. Jika dihitung, Bumi butuh 10 milenium lagi atau lebih untuk mengubah Sahara menjadi wilayah hijau yang subur.

Nah, hal ini pun menimbulkan pertanyaan, apa yang akan terjadi pada Bumi jika semua gurunnya mengalami penghijauan ini lagi? Akankah nasib kita menjadi lebih baik, lebih buruk, atau hanya mengalami perbedaan?

Sebagai spesies, kita semakin menyadari bahwa hal-hal seperti ekosistem dan iklim global adalah sesuatu yang rumit dengan banyak faktor yang saling terkait. Jika kita kehilangan semua ini, kita bukan hanya kehilangan gurun, melainkan ada lebih banyak hal yang juga dipertaruhkan. Yap, akan ada beberapa efek domino yang akan menjadi tantangan tersendiri, mulai dari gangguan iklim, evolusi hingga keanekaragaman hayati.

1. Sirkulasi udara Bumi akan berubah secara dramatis

Sirkulasi global atmosfer Bumi menampilkan sel Hadley, sel Ferrell dan sel kutub.
sirkulasi global atmosfer Bumi menampilkan sel Hadley, sel Ferrell dan sel kutub (commons.wikimedia.org/Kaidor)

Dikutip Geographical, sekitar 20 persen permukaan Bumi saat ini berupa gurun. Nah, banyak dari gurun ini terletak dalam garis lintang 30 hingga 50 derajat. Sementara itu, wilayah khatulistiwa cenderung beriklim tropis hangat dengan curah hujan yang melimpah.

Di khatulistiwa, sinar matahari langsung menyinari planet ini dan menghangatkan udara, yang kemudian naik. Lalu, udara mulai mendingin dan tidak dapat lagi menahan banyak air. Inilah proses terjadinya curah hujan.

Namun, udara, yang kini jauh lebih hangat dan kering, terus mengalami pergerakan. Udara bersirkulasi melalui pola cuaca yang dikenal sebagai sel Hadley dan mulai bergerak menuju wilayah gurun ke utara atau selatan. Ketika mencapai garis lintang tersebut, udara mulai tenggelam kembali, dan menghangat. Udara hangat ini menyerap air di sepanjang perjalanannya, membuat gurun di bawahnya semakin kering.

Jadi, jika gurun-gurun, seperti Sahara memiliki lebih banyak vegetasi, sel Hadley meluas ke lintang lain dan mengambil lebih banyak air. Itu artinya, hujan monsun musiman menjadi lebih luas (menyasar banyak wilayah) dan menjadi lebih kuat. Nah, hal ini bisa memengaruhi pola angin yang ada saat ini, atau yang disebut angin pasat—angin yang memiliki peran utama dalam membentuk badai dan badai tropis (belum lagi jalur pelayaran).

Jadi, jika sel Hadley bergeser ke lintang yang berbeda, wilayah baru harus menghadapi badai ini atau menghadapinya lagi, seperti yang ditunjukkan oleh analisis sedimen purba. Selain itu, debu udara dari Sahara meredam beberapa badai Atlantik. Oleh sebab itu, badai terjadi lebih intens atau lebih sering muncul.

2. Menghilangnya ekosistem yang unik jika gurun menghijau

Gurun Baja California di wilayah Cataviña, selatan Ensenada, Meksiko
Gurun Baja California di wilayah Cataviña, selatan Ensenada, Meksiko (commons.wikimedia.org/Tomas Castelazo)

Banyak dari kita yang punya pandangan negatif terhadap gurun. Yap, seperti yang digambarkan dalam banyak film, gurun itu panas, kita bakalan sulit menemukan sumber air, dan tidak ada pepohonan sama sekali. Nah, prasangka negatif ini, menurut profesor sejarah dari Universitas California, Diana Davis, disebut "sentrisme arboreal".

Namun, meskipun lingkungan gurun sangat keras, lingkungan tersebut juga sangat beragam dan mengandung ekosistem yang tidak ada di tempat lain, lho. Nah, jika gurun mengalami proses penghijauan kembali, ekosistem unik tersebut justru akan terancam. Lebih lanjut, keanekaragaman hayati gurun saat ini membentuk ekosistem yang lebih tangguh, lebih banyak sumber daya bagi kita dan hewan lain, serta punya benteng penting terhadap dampak perubahan iklim.

Di masa lampau, hewan-hewan yang berkembang biak di Sahara sangat berbeda dengan penghuni Gurun Sahara saat ini. Penelitian arkeologi di Niger, sebuah negara di Afrika Barat, menunjukkan bahwa situs Gobero Sahara pernah menjadi rumah bagi buaya, kuda nil, jerapah, dan gajah, serta populasi manusia. Meskipun manusia masih hidup di sebagian Sahara, kamu pasti tidak akan melihat kuda nil berkeliaran bebas, sih, saat ini.

Gurun yang menghijau bisa menjadi gerbang terbuka bagi makhluk hidup lain. Contohnya, hewan dan tumbuhan akan menjelajahi wilayah baru ini dan mengubah ekosistem gurun yang sebelumnya tidak tersentuh makhluk hidup tersebut. Penelitian yang dipublikasikan di Nature Communications menunjukkan bahwa Sahara yang menghijau ini memiliki dampak pada bagaimana banyak spesies bergerak lewat Afrika dan membuat jalur evolusi mereka di masa depan, termasuk manusia yang melintasi wilayah tersebut 120.000 tahun yang lalu.

3. Berubahnya populasi hewan

Rubah fennec
rubah fennec (commons.wikimedia.org/Khaled Mokhtar)

Jika gurun menghijau, beberapa hewan harus beradaptasi untuk bertahan hidup. Misalnya saja rubah fennec, sejenis canid dari gurun pasir di Afrika Utara dan sebagian Semenanjung Sinai dan Arab. Telinganya yang besar membantunya melepaskan panas tubuh yang berlebih, dan cakarnya yang berbulu, sangat cocok untuk melangkah di pasir yang panas dan berbutir, seperti yang dikutip Smithsonian’s National Zoo and Conservation Biology Institute.

Di samping itu, bulu rubah fennec yang tebal dapat membantunya beradaptasi di malam gurun yang dingin. Penelitian menunjukkan bahwa rubah fennec bisa mengalami stres jika menghadapi suhu yang terlalu dingin, mulai dari suhu 10 hingga 20 derajat Celcius (suhu malam yang dialami sabana di musim kemarau). Namun, rubah kecil ini juga merubah perilakunya untuk beradaptasi dengan panasnya gurun di siang hari. Jadi, gurun yang menghijau belum tentu membuat punah spesies rubah ini. Meskipun rubah fennec harus melakukan penyesuaian yang lebih besar.

Hewan lain seperti kadal monitor atau biawak termasuk spesies yang telah menetap di gurun pasir di seluruh Afrika, Asia, dan Australia, sementara beberapa biawak bisa juga hidup di lingkungan yang jauh lebih tropis, bahkan bisa berenang. Kelompok spesies ini mencakup komodo, spesies kadal terbesar yang, meskipun hanya ditemukan di lingkup wilayah Indonesia yang kecil, komodo bisa hidup di beragam padang rumput dan hutan dengan kelembapan tinggi di wilayah tersebut. Jadi, biawak yang tinggal di gurun kemungkinan besar tidak akan kesulitan beradaptasi jika Sahara menghijau.

Di masa lalu, tepatnya sekitar 56 juta tahun yang lalu, Antartika yang subur (sekarang menjadi wilayah yang dingin) merupakan rumah bagi marsupial dan bahkan beberapa kerabat kungkang. Jadi, ada beberapa spesies tumbuhan dan hewannya saat ini, sangat kontras dengan keanekaragaman hayatinya di masa lalu. Namun, setelah wilayah Antartika menjadi sangat dingin, banyak juga spesies yang keluar dan tidak bertahan di wilayah tersebut.

4. Gurun yang menghijau dapat memengaruhi perubahan iklim

penghijauan gurun
penghijauan gurun (commons.wikimedia.org/Philipp Bock)

Kamu mungkin pernah mendengar tentang penggurunan, yaitu ketika lahan yang sebelumnya subur menjadi gersang karena perubahan cuaca (seperti meningkatnya kekeringan dan banjir) serta hilangnya nutrisi akibat degradasi tanah. Di sisi lain, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change menunjukkan bahwa setidaknya beberapa gurun besar dapat menyerap karbon dioksida. Jadi, karbon ini tidak akan menjadi gas rumah kaca yang menghangatkan planet.

Meskipun begitu, gurun tidak akan mampu menyerap CO² sebanyak ekosistem hutan, yang mengandung lebih banyak bahan organik. Di sisi lain, gurun menyerap karbon di lapisan tanah yang kaya mikroorganisme yang dikenal sebagai rizosfer, di dekat akar tanaman di dalam tanah. Nah, karena Bumi kelebihan CO², itulah mengapa gurun yang gersang menjadi menghijau. Di sisi lain, para ilmuwan justru memperingatkan bahwa munculnya banyak vegetasi ini di gurun dapat membuat pasokan air menjadi langka.

Dalam sejarahnya, Bumi mengalami perubahan. Namun, semua makhluk hidup bisa beradaptasi, meskipun beberapa memilih untuk pergi atau bahkan terkena seleksi alam. Hal ini pun bisa terjadi pada gurun yang tandus dan gersang. Bagaimana menurutmu mengenai kemungkinan ini?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Jenis Amfibi Unik yang Buta dari Lahir, Hidup di dalam Gua!

06 Nov 2025, 18:49 WIBScience