13 Fakta Jane Goodall, Primatolog dan Konservasionis Ternama yang Tutup Usia

Pada Rabu (1/10/2025), dunia harus mengucapkan selamat tinggal kepada primatolog, antropolog, konservasionis, dan aktivis hak-hak hewan ternama yang telah menorehkan sejarah, yakni Jane Goodall. Ia tutup usia di usia 91 tahun. Menurut unggahan Instagram dari Jane Goodall Institute, yang berbunyi, "Jane Goodall Institute mengetahui kabar ini pada pagi hari, Rabu, 1 Oktober 2025, bahwa Dr. Jane Goodall DBE, Utusan Perdamaian PBB dan Pendiri Jane Goodall Institute, telah meninggal dunia karena sebab alamiah. Beliau sedang berada di California dalam tur pidatonya di Amerika Serikat."
Pada 2013, The Guardian sempat meminta Jane Goodall untuk mengingat kembali kenangan yang tak bisa dilupakan pada masa kecilnya. Ia pun menjawab, "Ketika saya berusia dua tahun, seekor capung terbang di dekat saya. Seorang laki-laki menjatuhkannya ke tanah dan menginjaknya. Saya ingat kalau saya menangis karena saya yang membuat capung itu mati."
Puluhan tahun kemudian, gadis yang tidak mau menyakiti capung ini menjadi seorang konservasionis ternama di dunia. Ia mendorong rasa welas asih bagi semua makhluk hidup melalui proyek-proyek seperti Roots & Shoots dan Jane Goodall Institute. Namun, ia dikenal karena penelitiannya terhadap primata.
Jane Goodall pun memengaruhi cara pandang manusia terhadap simpanse melalui penelitiannya di Tanzania. Namun, ia terkenal karena kepribadiannya ketimbang wawasan ilmiahnya. Pasalnya, kisah hidupnya sangat menginspirasi dan menunjukkan bahwa Jane Goodall bukanlah perempuan biasa. Berikut ini kita akan membahas fakta-fakta menarik dan jarang diketahui tentang Jane Goodall.
1. Saat kecil, Jane Goodall sangat mengidolakan Tarzan

Jane Goodall menemukan tujuan hidupnya setelah ia jatuh cinta dengan seorang laki-laki yang tinggal di hutan. Seperti yang dijelaskan dalam buku Jane Goodall: A Biography, Jane Goodall mengagumi Tarzan sejak kecil. Dia mengatakan, "Saya sangat mencintai sang Raja Hutan, sangat cemburu pada Jane-nya. Mimpi memiliki kehidupan di hutan bersama Tarzan-lah yang mendorong saya untuk pergi ke Afrika, hidup bersama hewan, dan menulis buku tentang mereka (hewan-hewan)."
Lalu, selama bertahun-tahun, Jane Goodall mengamati hewan dengan rasa takjub. Ia bahkan pernah bersembunyi di kandang ayam untuk mengamati proses bagaimana ayam bertelur. Keluarga Goodall, yang saat itu tidak menyadari hal tersebut, mengira bahwa Jane Goodall hilang.
Di sisi lain, Jane Goodall suka membaca buku Doctor Doolittle, sampai dibaca berulang-ulang. Pada usia 12 tahun, Jane bahkan mendirikan Klub Buaya, yang dikutip Biography, mengharuskan anggotanya menghafal 10 jenis anjing, burung, dan pohon, serta lima jenis ngengat atau kupu-kupu. Dalam kegiatan lain, ia menggalang dana untuk membantu menyelamatkan kuda-kuda agar tidak disantap manusia.
2. Jane Goodall punya bakat untuk meneliti simpanse di Tanzania

Filsuf sains bernama Thomas Kuhn, pernah menyatakan, "Dalam kondisi normal, ilmuwan atau peneliti bukanlah seorang inovator melainkan pemecah teka-teki, dan teka-teki tersebut diteliti dalam tradisi ilmiah yang ada." Nah, hal ini dirasakan betul oleh Jane Goodall. Pasalnya, ketika Jane Goodall pertama kali meneliti simpanse, tradisi ilmiah menyatakan bahwa primata nonmanusia sangatlah primitif. Namun, Jane Goodall menepis hal tersebut.
Seperti yang dilaporkan BBC, Jane Goodall pergi ke Kenya pada 1957 tanpa ada niatan untuk mempelajari simpanse. Namun, hal itu berubah setelah beberapa teman memperkenalkannya dengan paleoantropolog bernama Louis Leakey, yang melihat bahwa Jane Goodall memiliki bakat untuk menjadi peneliti simpanse. Di bawah bimbingan Louis Leakey, Jane Goodall mulai mengamati simpanse pada 1960.
Setelah mengalami beberapa kendala, Jane Goodall justru berhasil membuat dua penemuan penting. Bertentangan dengan kepercayaan umum, simpanse bukanlah kera bodoh yang tidak bisa menggunakan alat, dan mereka tidak menghindari memakan daging. Rupanya, simpanse menggunakan rumput untuk berburu serangga dan memakan babi karena daging babi lezat.
Nah, atas permintaan Louis Leakey, Jane Goodall pun enggan melanjutkan studi Ph.D. di Cambridge University. Meskipun tidak memiliki gelar sarjana, Jane Goodall justru mengungguli rekan-rekannya dengan mengungkap kehidupan sosial simpanse. Ia menghabiskan waktunya dengan simpanse di Tanzania, meniru perilaku para simpanse, dan mendirikan "Klub Pisang." Para simpanse selalu menyambut Jane dan buah pisangnya yang lezat. Mirip seperti Dokter Doolittle, Jane berbicara dengan hewan-hewan, dan hewan-hewan itu meresponsnya.
3. Jane Goodall menderita prosopagnosia

Di balik semua keberuntungan yang didapatkan Jane Goodall, rupanya ia juga punya perjuangannya sendiri. Seperti yang dijelaskan The New Yorker, peneliti ini menderita prosopagnosia, atau juga dikenal sebagai buta wajah. Umumnya disebabkan oleh kerusakan pada girus fusiformis otak. Gangguan ini membatasi atau bahkan sepenuhnya mengganggu kemampuan seseorang untuk mengenali wajah, termasuk wajahnya sendiri.
Nah, Jane Goodall ternyata sering lupa dengan wajah-wajah yang biasa ia lihat. Seperti yang ia katakan, "Saya bisa seharian bersama seseorang dan tidak mengenali mereka keesokan harinya."
Prosopagnosia yang dideritanya mengganggu penelitian Jane Goodall. Selain itu, Jane juga buta tampat. Seperti yang ia gambarkan, "Saya tidak tahu di mana saya berada sampai saya benar-benar mengenal rutenya. Saya harus berbalik dan melihat tanda-tanda agar bisa menemukan jalan kembali. Ini menjadi masalah di hutan, dan saya sering tersesat."
4. Karya Jane Goodall sering dihina

Sebagaimana yang diungkapkan BBC, Jane Goodall sering dihina dan diejek. Sejumlah kritikus menganggapnya sebagai akademisi yang suka berbohong dan ia dituduh memalsukan temuannya. Mereka mencemooh penelitian Jane Goodall dalam menamai simpanse yang diamatinya dan menepis klaim yang ia buat tentang kepribadian simpanse.
Jane Goodall berusaha menanggapi hinaan ini dengan tenang, tetapi yang namanya dihina tetap saja menyakitkan. Pada sebuah simposium 1962, seorang ahli anatomi terkemuka dan penasihat sains untuk Kementerian Pertahanan Inggris melontarkan kritik pedas terhadap penelitian simpanse Jane Goodall. Saat memberikan pidato, ia menepis pengamatan Jane dan menganggapnya spekulasi. Juga, mencemooh penjelasannya. Hal ini tentu saja membuat Jane Goodall sangat terkejut. Dalam benaknya, ia seharusnya meniru metode dan pernyataan para peneliti primata di masa lalu, karena penemuan baru itu kadang tidak disukai.
Namun, orang-orang yang pernah mencela Jane Goodall akhirnya menarik kembali pernyataan mereka pada 1965. National Geographic bahkan menyoroti penelitian revolusioner Jane Goodall dalam sebuah film dokumenter. Tiba-tiba, Jane pun menjadi sosok yang berpengaruh.
5. Jane Goodall bekerja sama dengan National Geographic

Ketenaran Jane Goodall berawal dari film dokumenter tahun 1965 yang berjudul Miss Goodall and the Wild Chimpanzees. Diproduksi oleh National Geographic dan dinarasikan oleh Orson Welles, film ini menampilkan aksi investigasi Jane Goodall di Tanzania. Film ini secara fundamental mengubah cara pandang orang terhadap primata.
Menurut National Geographic, film ini juga mendefinisikan ulang arti menjadi seorang ilmuwan. Jane Goodall adalah seorang perempuan kulit putih yang berani melakukan penelitian ilmiah di pedalaman Afrika, di masa ketika perempuan enggan mengejar karier di bidang sains.
National Geographic sendiri pertama kali mengenal Jane Goodall lewat mentornya, Louis Leakey. Saat itu, Louis menghubungi National Geographic agar bisa membantu membiayai studi Jane. Namun, awalnya, National Geographic menanggapinya dengan skeptisisme yang sama seperti rekan-rekan Jane lainnya.
Namun, Louis Leakey tidak menyerah begitu saja. Ia dengan penuh semangat mendukung Jane Goodall dan mendesak National Geographic untuk mempertimbangkan kembali. Organisasi tersebut akhirnya setuju untuk menyediakan dana jika Louis bisa mencari seorang fotografer untuk mendokumentasikan penelitian Jane Goodall.
Foto-foto yang dihasilkan pun sangat memukau. National Geographic memutuskan untuk membuat film dokumenternya. Kali ini Jane Goodall mempermasalahkannya. Para pembuat film bersikeras untuk membuat ulang karyanya yang nantinya akan direkayasa. Nah, karena tidak setuju, Jane Goodall mengumpulkan sekelompok laba-laba dan kelabang untuk menakuti seseorang yang dikirim untuk mengawasi pembuatan film dokumenter itu. Namun, pada akhirnya, semua penyuntingan film tersebut justru mengubah hidupnya menjadi lebih baik.
6. Kisah asmara Jane Goodall

Miss Goodall and the Wild Chimpanzees ditayangkan di 25 juta saluran di seluruh Amerika Utara. Tak terhitung mata yang menyaksikan dengan takjub saat sains dan keajaiban kamera berpadu di layar. Di luar layar, sang ilmuwan dan juru kameranya justru menikah di kehidupan nyata. Menurut National Geographic, fotografer Hugo van Lawick awalnya diminta untuk merekam penelitian lapangan dan temuan Jane Goodall. Dalam perjalanannya, keduanya bertemu. Kehadiran Hugo van Lawick membuat Jane Goodall jatuh cinta.
Pasalnya, saat fotografer Hugo van Lawick pertama kali muncul, Jane menolak untuk difoto, karena takut akan mengganggu penelitiannya. Namun, Hugo van Lawick berhasil memikat hati Jane. Hal ini juga mengejutkan Louis Leakey, yang sudah lama menyatakan cintanya yang tak pernah pudar dan tak terbalas kepada Jane Goodall. Dengan menghubungi National Geographic, Louis Leakey secara tidak sengaja telah mempertemukan anak didiknya itu dengan cinta pertamanya.
Pada 1967, Jane Goodall dan Hugo van Lawick menjadi orangtua dari kehadiran anak pertama mereka. Sayangnya, tujuh tahun kemudian, mereka bercerai. Perceraian ini diduga karena kesibukan Hugo van Lawick yang sering menghabiskan waktunya untuk bekerja di luar negeri.
Namun, cinta yang baru bersemi lagi. Pada 1975, setahun setelah perceraiannya, Jane Goodall menikah dengan Derek Bryceson. Dikutip People, Derek Bryceson adalah mantan penerbang Inggris yang telah membantu Tanzania meraih kemerdekaan dari Inggris. Pernikahan mereka bertahan hingga 1980 ketika Derek Bryceson meninggal karena kanker.
7. Kejadian traumatis yang dialami Jane Goodall

Alam memiliki sisi yang menakjubkan dan juga mengerikan. Alam penuh dengan keindahan tetapi juga sarat dengan kebrutalan. Selama waktunya di alam liar, Jane Goodall bertahan dari segala macam ancaman alam. Ia menghadapi cuaca buruk, parasit berbahaya, dan ular. Ia juga sering menghabiskan waktunya bersama simpanse, hewan yang gemar kanibalisme dan terlibat dalam kekerasan antar anggota. Namun, hal terburuk yang disaksikan Jane Goodall justru bukan datang dari alam, tetapi dari kekejaman manusia.
Seperti yang dilansir The New York Times, momen paling traumatis yang menimpa Jane Goodall di alam datang dari gerilyawan Zaire. Pada 1975, tahun yang sama ketika Jane Goodall menikah dengan suami keduanya, 40 penyusup bersenjata menyerbu Cagar Alam Gombe, yang Jane pimpin. Para gerilyawan tersebut menyerang anggota staf sebelum menculik sekelompok peneliti yang disponsori Universitas Stanford. Para peneliti yang menjadi tamu dan berhasil selamat, berhasil melarikan diri dan kemudian dievakuasi.
Seperti yang terjadi selama Perang Dunia II, konflik antarmanusia membuat Jane Goodall dipenuhi rasa takut dan was-was. Butuh waktu dua bulan bagi para ilmuwan yang ditawan untuk akhirnya dibebaskan. Ke depannya, Jane Goodall hanya mempekerjakan orang Tanzania untuk membantu penelitiannya. Ia tidak ingin mengambil risiko jika ada peneliti yang diculik lagi. Pengalaman itu juga meneguhkan hatinya untuk mengasingkan diri dari masyarakat. "Aku tidak peduli dengan peradaban," tegasnya. "Aku ingin berkelana di alam liar."
8. Kontroversi Jane Goodall yang dituduh plagiator

Tidak ada pencapaian yang selalu berjalan baik, bahkan sekelas Jane Goodall sekalipun. Pada 2013, bukunya yang berjudul Seeds of Hope: Wisdom and Wonder From the World of Plants, menerima perhatian luar biasa. Ditulis bersama penulis lepas Gail Hudson, karya tersebut berfokus pada tanaman rekayasa genetika, yang mengulas tentang berbagai kekhawatiran terkait tanaman rekayasa genetika. Sayangnya, hal ini malah menimbulkan malapetaka.
Sebagaimana yang dijelaskan The Washington Post, Seeds of Hope: Wisdom and Wonder From the World of Plants diisi dengan kutipan yang diambil dari berbagai situs web. Selain itu, tidak dicantumkan sumber-sumbernya. Sumber-sumber tersebut hanya mencakup Wikipedia dan situs-situs tentang bir, teh, tembakau, dan astrologi.
Itu sebabnya, Jane Goodall dituduh sebagai plagiator. Jane sendiri punya alasan sendiri, nih. Dia mengaku kalau jadwal kerjanya sangat padat dan pencatatannya kacau, seperti yang diungkapkan The Guardian. Namun, jika Jane Goodall sangat sibuk dengan pekerjaan lain, jadi kemungkinan rekan penulisnya, Gail Hudson, yang menulis sebagian besar karyanya tersebut. Namun, Hudson menolak untuk berkomentar mengenai hal ini, dan Jane Goodall juga menolak untuk melibatkannya terlalu jauh.
9. Penganiayaan seorang petugas di Jane Goodall Institute Chimpanzee Eden oleh simpanse

Meskipun ada ular berbisa dan cuaca panasnya yang tak tertahankan, alam liar Afrika justru memiliki oasis. Namun terkadang, oasis membutuhkan suaka tersendiri. Hilangnya habitat dan perburuan liar telah menghancurkan berbagai populasi hewan, termasuk simpanse. Sebagai bagian dari upaya selama puluhan tahun untuk membantu melestarikan simpanse, Jane Goodall mendirikan Jane Goodall Institute Chimpanzee Eden di Afrika Selatan pada 2006. Dikutip CBS, suaka tersebut menampung simpanse yang disiksa dan menjadi yatim piatu.
Sayangnya, Jane Goodall Institute Chimpanzee Eden punya pengalaman tragisnya sendiri. Pada 2012 sebuah rombongan tur mengalami kejadian yang mengerikan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh The Guardian, seorang mahasiswa bernama Andrew Oberle yang sedang magang sebagai pemandu wisata, ditarik ke bawah pagar oleh dua simpanse. Disebut Pelanggaran Oberle, Andrew dianggap melanggar batas wilayah mereka. Awalnya, para simpanse yang marah melemparkan batu ke arah pengunjung, dan Andrew Oberle dengan ceroboh mendekati kandang mereka untuk mengambilnya. Sebagai balasan, simpanse menangkapnya.
Andrew Oberle yang tak berdaya itu dianiaya oleh dua simpanse. Mereka menyeretnya sejauh setengah kilometer dan menggigitnya hingga tak sadarkan diri. Majalah St. Louis melaporkan bahwa simpanse-simpanse itu merobek kulit kepalanya hingga ke tengkorak, menghancurkan hidung dan telinganya, dan menyebabkan kerusakan parah pada mata kanannya. Luka-lukanya sangat parah sehingga Andrew Oberle mengalami kondisi koma. Andrew Oberle akhirnya selamat tetapi cacat permanen.
10. Apa sebenarnya binatang kesukaan Jane Goodall?

Rupanya, mainan masa kecil favorit Jane Goodall adalah boneka simpanse. Mungkin itu sebabnya, ia menghabiskan waktunya bersama simpanse dan berusaha keras untuk melindungi mereka dari bahaya. Namun, seperti yang diakui Jane Goodall sendiri melalui BBC, hal itu bukanlah impian seumur hidupnya. Ketika merenungkan masa-masa awal penelitiannya, ia berkata, "Saya tidak pernah menginginkan menjadi ilmuwan. Saya ingin menjadi seorang naturalis." Bahkan, simpanse ternyata bukanlah hewan favoritnya.
Meskipun Jane Goodall menyukai simpanse, rupanya ada hewan lain yang sangat ia kagumi, lho. "Hewan favorit saya adalah anjing. Saya suka anjing, bukan simpanse. Simpanse sangat mirip kita: Ada yang baik dan ada yang jahat. Saya tidak menganggap mereka sebagai hewan, sama seperti saya tidak menganggap kita sebagai hewan."
Menariknya, Jane Goodall mengaitkan kesuksesannya dengan waktu yang dihabiskannya bersama anjingnya, Rusty, saat kecil. Rusty adalah teman setianya. Mereka menjelajahi alam bebas bersama dan menjalin ikatan yang tak terlupakan. Jane mengajari Rusty trik, dan Rusty mengajarinya bahwa hewan memiliki kepribadian, pikiran, dan perasaan mereka sendiri.
11. Jane Goodall tidak mengesampingkan keberadaan Bigfoot

Apa, ya, pendapat Jane Goodall tentang Bigfoot? Yap, primata legendaris dari Amerika Barat Laut ini tidak pernah dianggap serius oleh sebagian besar primatologi atau antropolog. Namun, Jane tidak mengesampingkan kemungkinan keberadaan Bigfoot, lho.
Seperti yang Jane Goodall katakan kepada Yahoo Entertainment pada tahun 2018. "Saya berharap Bigfoot ada." Pasalnya, Jane berbicara langsung dengan banyak saksi mata yang tampaknya yakin dengan apa yang mereka lihat dan bertemu dengan penduduk asli di Ekuador yang tidak mengetahui mitos Bigfoot yang mereka ceritakan kepadanya, melalui seorang penerjemah, tentang primata tanpa ekor setinggi 2 meter. Meskipun begitu, Jane Goodall tidak pernah menyatakan dirinya sebagai penganut setia Bigfoot.
12. Jane Goodall mendapat penghormatan dengan satu set LEGO

Jane Goodall mengatakan bahwa penghargaan, meskipun merupakan bentuk pengakuan yang baik, ternyata tidak terlalu berarti baginya. "Saya lebih suka diberi bunga kering oleh seorang anak kecil, karena ia mencintai saya dan ingin memberi saya sesuatu untuk mengenangnya," ujarnya kepada Newsweek.
Namun, hal itu tidak menghentikan perusahaan, lembaga, dan negara untuk memberikan penghargaan kepadanya. Negara asalnya, Inggris, menganugerahkannya gelar Dame pada 2004, dengan penghargaan yang diberikan oleh Pangeran Charles pada saat itu. Disney, yang telah bermitra dengan Jane Goodall Institute dalam upaya konservasi, juga memberikan penghormatan kepadanya melalui Pohon Kehidupan di taman Animal Kingdom mereka di Florida. Di pangkal pohon tersebut terukir gambar simpanse pertama yang diteliti Jane Goodall, simpanse jantan yang ia beri nama David Graybeard.
Penghargaan yang lebih baru mungkin tidak diberikan langsung kepada Jane Goodall, tetapi tersedia baginya dan siapa pun yang tertarik untuk memilikinya di rumah. LEGO rupanya menawarkan set Penghormatan Jane Goodall, yang terdiri dari tiga pohon, tiga simpanse, dan patung LEGO Jane Goodall sendiri.
13. Jane Goodall adalah vegetarian

Jane Goodall merupakan seorang vegetarian seumur hidupnya. Dia juga menentang kekerasan yang dilakukan di peternakan pabrik, baik terhadap hewan maupun lingkungan.
Di sisi lain, Jane Goodall masih aktif hingga akhir hayatnya. Ia bepergian hingga 300 hari selama setahun untuk memberikan kuliah, seperti yang tertera dalam website Jane Goodall Institute. Ia juga sering terlihat di depan umum bersama boneka simpanse yang diberi nama Mr. H. Boneka tersebut diberikan kepadanya oleh pesulap buta bernama Gary Haun. Linimasa lengkap karier Jane Goodall selama lebih dari 60 tahun, termasuk karyanya dengan National Geographic dan Jane Goodall Institute, bisa kamu lihat di situs web Jane Goodall Institute. Selamat jalan Jane Goodall, karya-karyamu akan dikenang dari generasi ke generasi.