Indonesia Open 2022: Kala Jadi Penonton di Rumah Sendiri

Jakarta, IDN Times - East Ventures Indonesia Open 2022 meninggalkan kekecewaan tersendiri terhadap insan bulu tangkis Merah Putih. Bagaimana tidak, berstatus sebagai tuan rumah, Indonesia malah menjadi penonton di rumah sendiri.
Dalam ajang BWF Super 1000 tersebut, tak ada satu pun wakil Indonesia di final. Jangankan tembus final, masuk semifinal saja tidak.
Ini tentu menjadi sebuah catatan minor buat Pasukan Garuda. Sebab, sudah sepatutnya para pebulu tangkis elite Indonesia bisa menghibur fans, kala kembali ke Istora Senayan, Jakarta.
Dari 30 pemain yang berlaga, tak ada satu pun yang masuk final. Justru, penonton malah dihibur oleh para pemain asing hingga final.
1. Capaian Indonesia lebih buruk dibanding 2021

Ketimbang 2021, pencapaian Indonesia di ajang ini lebih buruk. Indonesia nirgelar, padahal pada edisi lalu, Indonesia bisa mengamankan satu gelar juara.
Itu lahir dari sektor ganda putra lewat Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon. Selain itu, ganda putri Greysia Polii/Apriyani Rahayu berhasil finis sebagai runner up. Sayangnya, pencapaian itu tak dihadiri oleh penonton dan harus digelar di Bali.
Ketika kembali ke Istora yang jadi rumah turnamen bulu tangkis Indonesia, malah Pasukan Merah Putih tak mampu meraih apa-apa.
Indonesia hanya bisa meraih gelar dari ajang BWF Super 500 yang digelar sebelumnya, Indonesia Masters 2022. Dalam ajang itu, ganda putra Indonesia, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, jadi juara. Kemudian, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti berhasil finis sebagai runner up.
Pencapaian itu seharusnya jadi motivasi buat menatap Indonesia Open. Sayangnya, harapan menyaksikan jagoan Tanah Air berlaga di final malah pupus.
2. Ketahanan fisik jadi masalahnya

Kelelahan menjadi faktor utama mengapa prestasi Indonesia merosot di Indonesia Open 2022. Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI, Rionny Mainaky, tak menampik atlet mengalami kelelahan.
Akibat stamina yang terkuras di Indonesia Masters 2022, performa para atlet tak maksimal dalam ajang Indonesia Open. Konsentrasi atlet menjadi kabur, dan sering kehilangan momen di masa-masa krusial. Rionny tak mau berkilah. Dia mengakui kalau Indonesia sudah gagal di kandang sendiri.
"Untuk melihat hasil yang kemarin di Indonesia Masters ada final dan juara. Keseluruhannya, sampai hari ini bisa dibilang kami gagal ya. Bukan kecewa tapi memang hasil itu yang harus diterima," kata Rionny dalam sesi jumpa pers.
Tentunya, ini menjadi bahan evaluasi buat PBSI. Sebab, mereka akan dihadapkan pada tur ke Malaysia pekan depan. Masih ada waktu selama tujuh hari buat para atlet beristirahat sebelum Malaysia Masters dan Open 2022 digelar.
Jeda waktu yang cukup panjang itu akan dimanfaatkan tim pelatih demi memperbaiki segala kekurangan dan memulihkan stamina para atlet.
Rionny mengaku sudah berkoordinasi dengan beberapa pelatih untuk membuat program khusus, baik teknik maupun fisik menjelang menjalani turnamen padat berikutnya.
"Saya harus bilang faktor fisik dan teknik bermain akan menjadi catatan kami untuk diperbaiki lebih lanjut. Untuk itu, pemain itu sendiri harus memiliki motivasi dalam diri masing-masing siap menghadapi program latihan yang dibuat," kata Rionny.
Terkait motivasi, ini yang menjadi kelebihan para atlet Indonesia. Meski dilanda kelelahan, semangat juang skuad Indonesia di Indonesia Open tetap dipuji. Beberapa wakil tidak gentar kendati menghadapi para unggulan, seperti Anthony Ginting dan Pramudya Kusumawardana/Yeremia Erich Yoche Yacob Rambitan.
"Kami sudah berjuang mati-matian, tapi memang masih ada kekurangan. Kita bisa lihat Ginting yang mengubah permainan habis-habisan sampai game ketiga meski ada kesalahan. Intinya, kami harus akui kelebihan lawan," tutur Rionny.
3. Para pendatang yang justru berjaya

Magis Istora akhirnya memberikan dampak yang positif buat para pendatang. Dua ganda putri Jepang, Nami Matsuyama/Chiharu Shida dan Yuki Fukushima/Sayaka Hirota, benar-benar merasakan magisnya Istora sepanjang Indonesia Open 2022.
Kerinduan akan kehangatan penonton Indonesia sudah mereka tuntaskan. Pun, keduanya begitu terpukau dengan sambutan fans di Indonesia.
Sementara, Sayaka Hirota mengungkapkan rasa bahagianya bisa berlaga lagi di Istora. Apalagi, dia bersama Fukushima juga sudah lama tak berlaga di Istora.
"Karena kan sudah lama tidak main di sini, jadi kami senang bisa balik lagi. Semoga nanti kami bisa balik lagi ke sini dan bertanding di sini," ujar Hirota usai laga final pada Minggu (19/6/2022).
Hal serupa juga diungkapkan Maysuyama/Shida yang sukses back to back jadi juara Indonesia Open.
"Tahun lalu kami menang di tempat yang tidak ada penontonnya. Sekarang kami senang menang di tempat yang banyak pendukungnya, yaitu Istora. Saya merasa senang sekali ya," ujar Matsuyama.
4. Bertabur primadona dan Istora Boys

Ketika atlet lokal tak bersinar, para pendatang justru kebanjiran fans. Sejumlah pebulu tangkis, mendadak menjadi "Istora Boys". Chou Tien Chen (Taiwan) dan Loh Kean Yew (Singapura) berhasil membius penonton di Senayan lewat aksi-aksinya.
Sementara, Shida dan Matsuyama malah semakin betah main di Istora. Mereka tak menyangka kalau punya fans yang masif dan militan di Indonesia. Tak diduga, banyak yang meneriakkan nama keduanya.
"Saya suka main di Indonesia, karena banyak yang kasih dukungan di sini. Jadi, saya nyaman bermain di sini," ujar Shida.
"Ya saya juga senang sekali, karena banyak yang memanggil nama kami saat bertanding. Itu membuat kami jadi lebih bersemangat," timpal Matsuyama.
5. Jadi penonton di negeri sendiri

Para badminton lovers harus berpuas diri menikmati penampilan elite bulu tangkis luar negeri tampil berebut gelar di Indonesia Open 2022. Tak ada gelar juara yang bisa diharapkan. Kali ini, Indonesia hanya menjadi penonton di babak puncak turnamen yang dijamunya.
Memenangkan gelar juara di Istora adalah impian banyak atlet tepok bulu. Termasuk ranking satu tunggal putra dunia asal Denmark, Viktor Axelsen.
"Adalah mimpi terbesarku untuk memenangkan gelar besar di sini (Istora)," kata Axelsen usai memenangkan gelar juara Indonesia Open 2022.