Misi Berburu Emas Indonesia di Olimpiade 2024 Paris

Jakarta, IDN Times - Olimpiade 2024, Paris, sudah di depan mata. Sebanyak 29 atlet siap berlaga membela panji Merah-Putih, kebanggaan Indonesia, di panggung olahraga terbesar dunia.
Selain para atlet, sosok yang menjadi sorotan dalam persiapan Olimpiade kali ini adalah Chef de Mission. Sejak awal Januari 2024 lalu, Komite Olimpiade Indonesia (KOI) menunjuk Anindya Bakrie menjadi bapak asuh untuk skuad Garuda.
Tugasnya tidak sederhana, karena Anin tak cuma jadi bapak asuh, melainkan seorang diplomat olahraga, motivator, hingga inisiator dalam tim. Beban dan ekspektasi yang digantungkan kepadanya juga cukup berat. Sebab, Anin harus memikul tradisi emas di Olimpiade.
Frasa tradisi memang begitu berat. Sebab, dengan penyebutan "tradisi" sudah menjadi sebuah kebiasaan, bahkan keharusan, bagi Indonesia membawa pulang emas dari Olimpiade.
Sejak 1992, kontingen Indonesia sudah mengawali tradisi emas dari Olimpiade. Susy Susanti dan Alan Budikusuma, kala itu menjadi pionir Indonesia mencetak tradisi emas di Olimpiade Barcelona.
Dari situ pula, bulu tangkis selalu jadi andalan Indonesia dalam mendulang emas. Sempat ada tragedi, ketika Indonesia gagal bawa pulang emas dari Olimpiade, yakni pada edisi 2012 di London.
Kala itu, bulu tangkis yang jadi andalan tak mampu pula memberikan emas kepada Indonesia. Sialnya, saat ini prestasi bulu tangkis Indonesia sedang tak stabil. Performa sejumlah atlet inkonsisten di beberapa turnamen.
Tapi, sejatinya ada cabang olahraga lain yang bisa menjadi lumbung emas. Anin terlihat optimistis akan lahir sejarah baru buat Indonesia di Olimpiade kali ini.
Kepada IDN Times, lewat program Locker Room: Menjaga Tradisi Emas Indonesia di Olimpiade, Anin buka-bukaan soal bagaimana perkembangan Pasukan Garuda jelang keberangkatan ke Paris. Seperti apa? Berikut rangkumannya.
Bagaimana persiapan tim Indonesia jelang Olimpiade 2024 Paris?

Persiapan sih keren, maksudnya, maksimal. Jadi, sekarang justru yang penting, satu secara mental atau psikologis juga siap. Dan, dari masyarakat kasih dukungan berupa segala macam lah. Kasih semangat di media sosial, maupun dengan doa. Karena mereka sudah tahu, secara teknis harus ngapain, targetnya juga sudah jelas. Tinggal eksekusi.
Nah, eksekusi ini dibutuhkan ketenangan, ketenteraman hati, itu tugas utama dari Chef de Mission ini. Bagaimana caranya mereka tenang, nyaman, tenteram, tujuannya untuk mendapatkan hal sebaik mungkin.
Istilah bapak asuh buat CdM benar dong?
Gak salah. Karena memang sebenarnya itu. Karena, teknis sudah tahu, medis juga ada timnya. Saya rasa, 80 persen tugasnya adalah menjadi bapak asuh. Lalu, 20 persennya yang lain.
Diplomasi, kalau ada konflik bagaimana mengatur, komunikasi kepada publik. Tapi, Intinya bagaimana atlet bisa mencapai peak performance di Olimpiade.
Tugas CdM berat gak sih pak? Kayaknya ribet ya kan prosesnya juga ada kampanye memassalkan Olimpiade

Apa juga kami lakukan untuk kampanye, mau Olympic Run dan lainnya. Kami juga mau coba lari marathon 10 Agustus 2024 di Paris. Apapun yang bisa membuat masyarakat mengenal Indonesia di Olimpiade.
Karena, memang Olimpiade ini bisa dibilang Premier League dari multi event sport. Tapi tidak semua orang terlalu mengikuti seperti misalnya Piala Dunia, atau Euro, All England, SEA Games.
Tapi sebenarnya ini bisa dibilang puncak tertinggi dari pertandingan-pertandingan olahraga. Karena hanya ada 10.500 atlet yang bisa ikutan dan harus terkualifikasi. Jadi, negara sebesar apapun kalau tidak terkualifikasi, ya gak bisa ikut. Jadi, kayak misalnya kita punya 29 orang, itu sudah paling banyak selama 20 tahun. Karena, memang 29 orang ini di 12 cabang olahraga terkualifikasi.
Jadi negara bisa lebih besar tapi jumlah kualifikasi lebih sedikit. Bisa negaranya lebih kecil tapi kualifikasi nya banyak. Jadi tergantung kemampuan berkompetisi di arena global.
Berarti bisa dibilang atlet yang tampil sudah best of the best ya?
Iya. Jadi intinya kita mesti memberikan apresiasi kepada 29 atlet ini sehingga memberikan inspirasi bagi atlet atlet lainnya bahwa yuk kita jadi Olympian. Karena masuk ke 10.500 athlete community saja sudah luar biasa. Apalagi, kalau bisa mendapat medali, apapun itu.
Kenapa mau jadi CdM Indonesia untuk Olimpiade?

Jadi CdM, pertama, suatu kehormatan. Bisa dipercaya memimpin delegasi ke event besar di dunia.
Tapi yang kedua, atlet-atlet ini sudah berjuang begitu banyak. Kami harus, bukan memimpin, tapi mendukung, melayani supaya (mereka) bisa nyaman. Enggak berpikir apa pun lagi, memberikan performa yang terbaik.
Kenapa? Karena Olimpiade ini sangat sangat kompetitif. Ada 32 cabang olahraga, kita ikut 12 dan ini best of the best yang datang.
Contohnya, kalau suka nonton basket, LeBron James, datang. Suka nonton tenis, (Rafael) Nadal pun datang. Jadi, ini enggak main-main.
Ini atlet benar-benar mesti dikasih perhatian. Jadi, saya bilang ini sama pentingnya menjadi psikolog dengan atlet, tapi sama pentingnya menjadi supply chain manager.
Karena harus dipikirkan dari keberangkatan, kepulangan, penjemputan, sponsor, suporter, tim medis, fisioterapis. Bahkan, Rumah Garuda enggak boleh jauh-jauh dari athlete village.
Tapi, saya tidak sendiri, didukung oleh tim NOC yang cukup kuat dan Menpora. Ini yang membuat jadi lebih ringanlah, gotong royong.
Apa yang menjadi tantangan tim Indonesia untuk Olimpiade kali ini? Apakah masalah gelombang panas atau heat wave yang menjadi antisipasi atlet-atlet Amerika dan Eropa juga menjadi perhatian tim Indonesia?

Kebetulan kami sudah siapkan AC untuk atlet-atlet. Takutnya, mereka kebiasaan dingin, untuk kenyamanan. Tapi, ternyata hari ini sih rada panas sedikit. Cuma, malamnya itu 18 derajat celsius. Berarti lebih dingin dari pada AC. Kalau pagi-lagi 28 derajat, itu sudah panas-panasnya. Itu juga biasa lah buat kita. Bahkan lebih dingin dari pada di luar.
Jadi, atlet itu tentunya biasanya tantangannya, satu akreditasi atau name tag buat para manajer, pelatih, fisio, psikolognya, memang terbatas. Padahal, mereka membutuhkan ekosistem yang selalu ada ketika latihan.
Kedua juga penting, atlet ini pemulihannya. Jadi kalau kita tahu, kan kalau olahraga, sudah mendekati itu lagi tapering. Jadi, olahraganya dikurangi, istirahatnya diperbanyak. Pemulihannya bisa baik supaya nanti bisa mencapai puncak performanya atau biasa dibilang peak performance.
Jadi, kuncinya ialah bagaimana bisa istirahat, baik badan maupun pikiran, supaya mereka bisa siap tanding. Penting juga, dalam atlet ini punya percaya diri. Karena lawan-lawannya juga sangat kompetitif. Kadang-kadang dari bentuk badannya bisa lebih besar, bajunya bisa dilihat lebih stylish. Tapi, kalau kita memompa semangat mereka yang mudah-mudahan siap berjuang di laga yang paling bergengsi dan kompetitif ini.
Beberapa cabor kurang menjanjikan, bulu tangkis belakangan inkonsisten. Padahal kan mereka pionir tradisi emas. Bagaimana nih pak?

Jadi, memang benar, medali emas di Olimpiade kita selalu dapatkan dari bulu tangkis. Yang paling tinggi 1992 itu Alan (Budikusuma) dan Susy (Susanti). Mereka membuat suatu prestasi yang luar biasa dan tidak pernah terpecahkan, dua emas, sejak itu.
Bulu tangkis itu tetap menjadi andalan. Ketika saya ke sana bersama para pengurusnya, pelatih, dan atlet, mereka semangat.
Memang banyak yang mengatakan bahwa Indonesia Open kok begitu, Uber- Thomas begini. Tapi, saya bisa sampaikan, waktu ke sana atmosfernya itu sangat spartan, esprit de corps sangat kelihatan. Istilahnya, semangat juang.
Dan, data mengatakan memang atlet itu enggak mungkin peak dua kali dalam jangka waktu yang dekat. Jadi kalau bisa memilih yang mendingan peak-nya di Olimpiade.
Saya tetap berharap dan memberikan suatu masukan yang luar biasa, baik kepada sembilan atlet ini maupun 20 tambahan di cabang lain. Tapi, di Olimpiade, bulu tangkis tradisinya ada. Mudah-mudahan kali ini juga sama.
Waktu saya ke Cipayung, bersama Pak Okto (Ketua Komite Olimpiade Indonesia, Raja Sapta Oktohari), Pak Fadil (Imran) sebagai Ketua Satgasnya, Sekjen PBSI itu, kami mendoakan dengan enam agama sekaligus. Jadi, memang kami menggunakan segala macam hal yang bisa kita memberikan percaya diri dan motivasi
Bagaimana dengan panjat tebing? Tampak menjanjikan bukan? Mengingat para pemanjat jagoan dunianya punya Indonesia semua

(Panjat tebing meloloskan atlet) dua putra, dua putri itu sudah bagus. Itu benar-benar kualifikasinya kami ambil semua. Untuk panjat tebing, speed climbing individu yang pertama kali dipertandingkan di Olimpiade.
Dan menarik, Olimpiade kali ini ada empat urban sport yang sebelumnya tidak pernah dipertandingkan, speed climbing, skateboard, surfing, dan satu lagi break dance, tapi dibilangnya breaking.
Kita ikutan dua dari empat ini yang baru. Pertama, speed climbing, kedua surfing oleh Rio (Waida) untuk yang kedua kalinya habis Tokyo.
Jadi ini harapan besar. Tapi, kita juga musti memberikan semangat, jangan ekspektasi yang terlalu tinggi karena saingan juga banyak. Kalau kita lihat, ini salah satu yang potensi bisa meraih puncak performa pada Olimpiade.
Melihat tekanan mereka saat latihan juga intensitasnya tinggi. Apakah juga karena mereka rata-rata adalah juara dunia?

Memang kita punya speed climbers dengan status world class. Dan, tinggal kita jaga supaya mereka tenang, nyaman, untuk bisa tanding dengan sebaik mungkin.
Karena kan kalau speed climbing kalah menang itu (hitungan selisih) 0,1 bahkan 0,01 detik dan total (catatan waktu) itu lima detik. Jadi gak boleh meleng.
Ada faktor luck atau keberuntungan juga ya?
Banyak, ini hampir semua sport sebenarnya. Ini as much as Sports, as much as game of luck.
Bagaimana dengan potensi cabang olahraga lainnya?

Angkat besi juga menarik. Kita punya juara dunia, Rizki (Juniansyah) 73 kilogram. Bisa bayangin gak di Indonesia ini ada seorang 73 kilogram, yang beratnya ya wajarlah, tapi paling kuat di dunia ngangkatnya?
Tapi, ini saingan juga banyak dan kita berdoa supaya Rizki memberikan yang terbaik. Tanpa mengesampingkan ada Eko Yuli, sudah lima kali Olimpiade. Ada juga Nurul Akmal, Jadi saya rasa luar biasa lah.
Ini kan tiga dari 12 cabang olahraga. Panahan, juga ada tiga Srikandi baru dan satu laki-laki. Mirip sama waktu dapat medali pertama kali. Tentunya renang, atletik, judo pertama kali kita kualifikasi perempuan.
Lalu gymnastic, pertama kali perempuan dan atlet (Indonesia) mana pun terkualifikasi di Olimpiade. Lalu, ada balap sepeda track itu Bernard van Aert, juga pertama kali orang Indonesia, bahkan Asia, untuk bisa bertanding di nomornya. Jadi banyak sekali nih.
Tambah lagi, tentunya ada dayung, menembak, surfing, dan lainnya. Semua ini kita harapkan supaya mereka bisa paling sedikit performanya menjadi yang terbaik sepanjang berkarier. Tapi, syukur-syukur di luar tiga cabang olahraga itu mereka bisa menghasilkan suatu medali.
Indonesia memberangkatkan 29 atlet. Jadi catatan terbanyak dalam 20 tahun. Bebannya berat nih. Ada tradisi emas yang dijaga. Terbebani gak?

Iya pasrah juga. Kami berjuang, kerja keras, menyemangati atlet, memberikan dukungan-dukungan yang bermanfaat. Selebihnya, yang musti ada aspek ini juga, just let go. Have a good time. Dan banyak doa.
Tapi, saya yakinlah kalau kita kerja keras, berupaya, mudah-mudahan paling tidak sama dengan yang terakhir. Syukur-syukur bisa lebih. Syukur-syukur bisa menyamakan pencapaian 1992.
Terpenting, kita tahu bahwa atlet ini sudah melakukan yang terbaik dan teman-teman media apapun hasilnya harus siap. Bahwa, mereka itu balik itu sudah membawa Merah-Putih, berbangga.
Apakah ada target khusus dari negara?

Presiden tidak mengatakan target khusus. Presiden hanya mengatakan masyarakat Indonesia tahu apa yang diinginkan, yaitu medali. Kalau bisa Merah Putih berkibar. Artinya, podium kan. Tapi, kalau misalnya Indonesia Raya dikumandangkan, lebih top lagi karena artinya kan dapat emas.
Jadi, tidak ada jumlah yang langsung disebutkan. Tapi, di otak kita masing-masing tentu punya aspirasi dan harapan. Bagaimana bisa lebih baik dari sebelumnya, bisa lebih baik daripada yang paling tinggi, itu ada. Tapi, sekarang I think the key is just to do our best.
Sempat bilang ada kejutan di defile, bisa dibocorkan?

Kostum, yang saya bisa bilang, biasanya defile itu ke stadion kan rombongan. Nah, bedanya ini kita di kapal, di Sungai Seine.
Jadi, satu kapal itu berdua. Dengar-dengar kita sama India jadi bisa kostum Bollywood melawan Gollywood, Indonesia. Itu kita lihat nanti mana lebih meriah. Kalau benar sama India. Harusnya sih menarik itu. Karena 208 negara, satu kapal berdua, jadi 104. Kita salah satunya.
Yang juga menarik dari Olimpiade kali ini adalah Rio Waida bertanding di Tahiti. Bagaimana pengaturan tim dari rombongan CdM?

Itu Tahiti lebih dekat dari sini (Indonesia) ketimbang Paris. Jadi harus ada tim sendiri yang mendukung Rio.
Dia itu dari Bali, training center di luar sudah juga, beberapa kali ikut pertandingan. Yang menarik, ekosistem di Paris bisa dibagikan. Maksudnya pelatih, tentunya masing masing cabang, beda tapi masseur ada yang mirip-mirip. Kami di sana, infrastrukturnya ada. Di sini, mesti buat infrastruktur mini buat Rio. Karena lebih dekat ke sana daripada Paris.
Dan, olahraga ini tidak terukur, subjektif. Jadi, benar-benar harus ditongkrongin supaya kita bisa melihat apa yang terjadi di lapangan. Jadi, benar-benar kita jaga
Kita juga mengirim ofisial untuk bertugas di Olimpiade 2024 Paris. Ini masuk ranahnya CdM juga kah?

Iya. Kan tentunya di dalam tim Olimpiade di bawah NOC itu total 99 orang. Atletnya 29 (orang), ditambah ofisial segala macam mungkin bisa (total) sudah 69 (orang) sendiri, ditambah lagi sisanya pengurus-pengurus dan lain-lain.
Jadi, saya lihat memang timnya ini oke, 99 (orang) bagus dan semuanya ini gotong royong di bidangnya masing masing. Beberapa waktu yang lalu kita makan malam. Kami satu suara buat Merah Putih. Tensi pasti tinggi, persaingan ketat. Tapi, di dalam kita mesti kompak. Jadi itulah salah satu tugas menjadi CdM.
Ada wasit dan ofisial pertandingan juga yang tugas di Olimpiade. Ini bagaimana?

Intinya semuanya itu NOC. Nah, tapi tentu kita mengetahui karena koordinasinya kan bagus. Dan, memang ini kehormatan juga wasit kita bisa bekerja di suatu event internasional seperti ini.
Jadi, menurut saya itu bagus sekali. Sebab, selain Olimpiade ada Paralimpiade, sesuatu yang mesti dikedepankan. Kedua, dari sisi wasit ikut berkiprah, makin banyak makin bagus.
Karena, Indonesia kan kayak di ekonomi itu ikut G20. Artinya 20 negara terbesar. Sedangkan, terakhir kita nomor 55 dari sisi Olimpiade.
Jadi, bukan berarti bisa tercapai seketika. Tapi, saya ingin menyampaikan bahwa Olimpiade ini adalah barometer, di mana kita dalam Desain Besar Olahraga Nasional (DBON).
Bukan tujuan akhir, tapi paling enggak bisa melihat temperaturnya itu seperti apa menuju kepada Desain Besar Olahraga Nasional, ketika 2045 itu menjadi sangat emas generasinya, termasuk juga performa olahraganya.
Kalau prediksi pribadi, berapa emas yang bisa dibawa Indonesia dari Olimpiade 2024 Paris?

Saya gak berani ngomong. Tapi, dalam hati saya, dalam doa, mau olahraga yang diprediksi bisa mendapatkan medali itu dapat, bahkan ada kejutan.
Tapi, harus ingat tadi, bahwa banyak sekali hal yang bisa memengaruhi. Jadi kita harus dukung, bikin atlet tenang.
Karena begini, misalnya panahan banyak sekali faktornya, termasuk udara, angin. Ombak, itu kan bagaimana kita melawan alam. Tentunya, kalau misal panjat tebing tadi lima detik benar-benar hanya gabungan konsentrasi. Bulu tangkis, di atas kertas kita oke. Tapi, bukan berarti gak ada negara lain. Mereka juga sama-sama ingin mengumandangkan lagu kenegaraannya.
Jadi, benar-benar kita ini ketika ngomong target, hati-hati sekali. Tapi, kita tahu di dalam pikiran dan doa, kalau bisa menyamakan yang paling tinggi, syukur-syukur lebih.
Ya, yang penting kita dukung dan apapun hasilnya saya minta tolong teman-teman di media dan masyarakat mengatakan bahwa ini sudah menjadi prestasi bisa menjadi satu dari 10.500 orang terpilih.
Kadang komentar warganet juga tidak semuanya mendukung. Bagaimana melihat situasi ini terkait dengan untuk ketenangan para atlet?
Saya rasa, ini musti kita imbangi. Karena waktu 26 (Juli 2024) itu pertama kali Olimpiade dibuka kemungkinan kita yang diprediksi mulai mendapat medali baru 5, 6, 7, 8 (Agustus 2024).
Jadi, benar-benar mesti dijaga dan mereka lagi berjuang. Jadi kalau perlu enggak usah megang handphone. Kasarnya gitu.