3.200 Pekerja Boeing Mogok Kerja Usai Tolak Kontrak Kenaikan Upah

- Pekerja Boeing mogok kerja setelah menolak kontrak kedua dari perusahaan, termasuk kenaikan upah 40% dan bonus penandatanganan $5000.
- Boeing mengaktifkan rencana darurat dan mengganti pekerja mogok dengan tenaga kerja non-serikat untuk memastikan dukungan pelanggan tetap terjamin.
- Aksi mogok ini merupakan yang pertama sejak 1996, melibatkan pekerja yang merakit jet tempur dan drone untuk militer AS, sebagai bentuk solidaritas serikat pekerja dalam menekan perusahaan.
Jakarta, IDN Times - Lebih dari 3.200 anggota serikat pekerja yang merakit jet tempur Boeing di wilayah St. Louis dan Illinois memulai aksi mogok pada Senin (4/8/2025). Keputusan ini diambil setelah para pekerja menolak tawaran kontrak kedua dari Boeing pada Minggu (3/8/2025).
Aksi mogok ini merupakan yang pertama terjadi di sektor pertahanan Boeing sejak 1996, menandai babak baru dalam hubungan kerja antara perusahaan dan serikat pekerja di tengah negosiasi kontrak yang alot.
1. Penolakan kontrak kedua
Sekitar 3.200 pekerja yang tergabung dalam International Association of Machinists and Aerospace Workers (IAM) District 837 menolak tawaran kontrak empat tahun dari Boeing. Tawaran tersebut berisi kenaikan upah rata-rata 40 persen dengan bonus penandatanganan sebesar 5 ribu dolar Amerika Serikat (AS) (Rp81,9 juta), serta penambahan waktu cuti dan kenaikan tunjangan cuti sakit. Namun, serikat pekerja menilai proposal ini masih belum adil.
“Anggota kami layak mendapatkan kontrak yang menghargai keahlian mereka, dedikasi, dan peran penting mereka dalam pertahanan nasional,” ujar Tom Boelling, Kepala IAM District 837, dilansir NPR.
Serikat pekerja juga menyoroti ketimpangan kenaikan upah bagi pekerja senior, serta kebijakan jam kerja alternatif yang sempat menjadi keberatan utama anggota.
2. Boeing aktifkan rencana darurat
Boeing Defense menegaskan siap menghadapi penghentian kerja dengan mengaktifkan rencana darurat. Perusahaan mengganti sebagian tugas pekerja mogok dengan tenaga kerja nonserikat.
“Kami kecewa para karyawan St. Louis menolak tawaran berisi kenaikan rata-rata upah 40 persen. Kami telah sepenuhnya menerapkan rencana kontingensi untuk memastikan pelanggan kami tetap mendapatkan dukungan,” kata Dan Gillian, Vice President Air Dominance Boeing, dilansir CNN.
Di tengah aksi mogok ini, Boeing menanggung sejumlah tantangan eksternal lain, termasuk kerugian finansial dan gangguan rantai pasok beberapa tahun terakhir di unit pertahanan dan luar angkasa perusahaan.
3. Dampak mogok dan sejarah hubungan industri Boeing
Mogok kerja kali ini merupakan yang pertama bagi pekerja sektor pertahanan Boeing di St. Louis sejak tahun 1996. Saat itu, aksi mogok berlangsung selama 99 hari. Para pekerja yang terkena dampak mogok meliputi mereka yang merakit F-15, F/A-18, T-7A Red Hawk, hingga drone pengisi bahan bakar MQ-25 Stingray untuk kebutuhan militer AS.
Serikat pekerja menegaskan pentingnya aksi ini untuk mendorong pengakuan perusahaan terhadap kontribusi krusial para pekerja.
“Solidaritas adalah kekuatan kami. Keputusan ini menunjukkan bila pekerja bersatu mereka bisa menekan perusahaan untuk kondisi kerja dan masa depan yang lebih baik,” ujar Jody Bennett, Vice President Residen IAM.