Apindo Prediksi Ekonomi RI 2025 Tumbuh 4,9%-5,2%, Ini Tantangannya

- Perekonomian Indonesia tumbuh stabil pada kisaran 5 persen di tengah ketidakpastian global.
- Apindo memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan tumbuh di kisaran 4,9 persen hingga 5,2 persen (yoy).
Jakarta, IDN Times - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat perekonomian Indonesia tumbuh stabil pada kisaran 5 persen di tengah ketidakpastian global, meskipun sejumlah negara mengalami pelemahan hingga krisis ekonomi.
Namun, tanda-tanda stagnasi sekuler mulai terlihat, dengan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2024 hanya mencapai 4,95 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
"Mencermati hal tersebut, Apindo memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan tumbuh di kisaran 4,9 persen hingga 5,2 persen (yoy)," tulis Apindo dalam laporan tentang prospek ekonomi dan bisnis 2025, dikutip Sabtu (21/12/2024).
Prediksi tersebut mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk ketidakstabilan global, inflasi yang belum terkendali, penurunan kelas menengah akibat kenaikan PPN, potensi PHK karena kenaikan UMP yang tidak diimbangi produktivitas, serta berakhirnya era boom komoditas CPO dan batu bara.
1. Proyeksi Apindo tentang sektor ekonomi pada 2025

Kontributor utama PDB 2025:
- Industri pengolahan
- Pertanian
- Perdagangan
- Pertambangan
- Konstruksi
Sektor dengan potensi melemah:
- Akomodasi dan makan minum
- Administrasi pemerintahan
- Jasa perusahaan
- Transportasi dan pergudangan
- Jasa lainnya
"Mengalami degradasi akibat pemotongan biaya perjalanan dinas Pemerintah sebesar 50 persen yang akan memengaruhi Meeting, Incentive, Conferences, and Exhibition Event di daerah," tulis Apindo.
Sektor dengan pertumbuhan pesat:
- Ekonomi digital: Didukung transformasi digital dan ekspansi e-commerce.
- Sektor hijau: Terdorong oleh komitmen terhadap keberlanjutan.
2. Perekonomian diwarnai sejumlah tantangan pada 2025

Apindo memprediksi inflasi domestik pada 2025 dapat dijaga di kisaran 2,5 persen plus minus 1 persen dengan memperkuat program ketahanan pangan dan substitusi energi. Namun, nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak di Rp15.800-Rp16.350 per dolar AS karena kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) dan Local Currency Transaction (LCT) belum cukup efektif menghadapi struktur ekonomi terbuka Indonesia.
Bank Indonesia (BI) diproyeksi menurunkan suku bunga dua kali pada 2025, mengikuti penurunan Fed Fund Rate di AS, untuk menjaga stabilitas moneter. Di sisi fiskal, defisit APBN disarankan berada di 1,5-1,8 persen PDB melalui inovasi pembiayaan seperti KPBU dan PINA, serta peningkatan tax ratio melalui pengelolaan ekonomi informal dan reformasi perpajakan.
Daya beli masyarakat tertekan akibat penurunan kelas menengah dari 57,33 juta orang (2019) menjadi 47,85 juta orang (2024) dan rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen. Ketidakpastian kebijakan ketenagakerjaan, termasuk kenaikan UMP 6,5 persen tanpa dasar jelas, juga mengancam stabilitas investasi dan lapangan kerja.
Sektor informal yang mendominasi 59,17 persen tenaga kerja pada 2024 menjadi hambatan produktivitas, sementara tingginya biaya logistik sebesar 23,5 persen PDB mengurangi daya saing. Apindo meminta pemerintah mempercepat belanja APBN/APBD dan memperluas lapangan kerja formal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Optimalisasi perdagangan di Asia dan tren China De-Risking dinilai sebagai peluang strategis untuk meningkatkan ekspor dan menarik investasi baru.
3. Hasil survei Apindo dan agenda strategis ekonomi

Hasil survei Apindo:
- 61,26 persen pelaku usaha kesulitan mengakses pinjaman.
- 43,05 persen pelaku usaha menilai suku bunga terlalu tinggi.
- 64,28 persen perusahaan merasa reformasi regulasi belum menjamin kemudahan dan kepastian usaha.
Agenda strategis Apindo untuk pertumbuhan ekonomi:
- Hilirisasi komoditas di sektor strategis.
- Penguatan UMKM dengan pendekatan pentahelix.
- Penguatan ekosistem ekonomi digital.
- Optimalisasi sektor hijau.
- Pencapaian swasembada pangan.
- Penyederhanaan perizinan, transparansi, dan konsistensi kebijakan investasi.
- Optimalisasi OSS-RBA (Online Single Submission Risk-Based Approach).
Prasyarat untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan:
- Kebijakan fiskal dan moneter: Fokus pada stabilitas, pertumbuhan, dan pengurangan kemiskinan dengan pendekatan collect more dan spending better.
- Efisiensi biaya usaha: Pangkas cost of compliance dan ciptakan ekosistem usaha yang efisien untuk menarik investasi jangka panjang.
- Lapangan kerja berkualitas: Hasil realisasi investasi efektif dan percepatan investasi tanpa hambatan birokrasi.
- Produktivitas dan SDM: Sinkronisasi pendidikan dengan kebutuhan industri serta reformasi pelatihan vokasi.
- UMKM dalam Global Value Chain: Jadikan UMKM mitra produksi dan distribusi, dimulai dari BUMN, serta berikan insentif bagi swasta.