Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Barista Starbucks di AS Lakukan Mogok Massal, Tuntut Kontrak yang Adil

Ilustrasi starbucks (unsplash.com/Athar Khan)
Ilustrasi starbucks (unsplash.com/Athar Khan)
Intinya sih...
  • Barista Starbucks di AS melakukan mogok massal
  • Tuntut kontrak kerja yang adil, termasuk kenaikan upah dan penambahan staf
  • Dukungan pelanggan dan rencana mogok tanpa batas waktu jika tuntutan tidak dipenuhi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Barista Starbucks yang tergabung dalam serikat pekerja Starbucks Workers United melakukan aksi mogok kerja secara massal di lebih dari 65 gerai di berbagai kota Amerika Serikat (AS), pada Kamis (13/11/2024). Aksi ini bertepatan dengan Red Cup Day, momen tahunan Starbucks yang dikenal dengan pembagian gelas liburan reusable secara gratis.

Mogok kerja yang disebut "Red Cup Rebellion" ini merupakan bentuk protes para pekerja yang menuntut pembicaraan kontrak kerja pertama mereka dengan perusahaan. Mereka menuntut upah yang lebih baik, penambahan staf, serta penyelesaian perselisihan terkait praktik kerja yang tidak adil.

1. Mogok kerja massal untuk menuntut kontrak kerja yang adil

Sekitar 1.000 lebih barista memutuskan melakukan mogok kerja sebagai langkah tegas setelah negosiasi kontrak dengan Starbucks mengalami kebuntuan. Starbucks Workers United, yang mewakili lebih dari 9.500 barista di 550 gerai, menuntut kenaikan upah, penambahan jumlah staf, dan penyelesaian masalah praktik kerja yang tidak adil, termasuk dugaan tindakan pembalasan terhadap anggota serikat.

"Kami menjadikan musim Red Cup menjadi Red Cup Rebellion. Penolakan Starbucks untuk menyelesaikan kontrak adil dan mengakhiri anti-serikat memaksa kami mengambil tindakan tegas," ujar Amos Hall, barista di Pittsburgh, Pennsylvania, dilansir ABC News.

2. Kegagalan negosiasi dan sikap perusahaan

Starbucks menolak mengajukan tawaran baru untuk memenuhi tuntutan barista sejak April 2025. Mayoritas delegasi serikat pekerja menolak proposal perusahaan karena kenaikan gaji yang ditawarkan hanya 2 persen per tahun tanpa peningkatan manfaat maupun solusi atas kekurangan staf.

Jaci Anderson, juru bicara Starbucks, mengatakan kecewa dengan keputusan mogok yang diambil oleh serikat yang mewakili hanya sekitar 4 persen dari seluruh karyawan Starbucks.

"Saat mereka siap kembali bernegosiasi, kami juga siap," katanya, dilansir CBS News.

Ia menambahkan bahwa Starbucks menawarkan pekerjaan terbaik di ritel, dengan rata-rata upah di atas 30 dolar AS (Rp501,6 ribu) per jam.​

3. Dukungan para pelanggan kepada barista

Mogok ini dimulai tanpa batas waktu, dan barista di lebih dari 550 gerai berencana untuk terus meningkatkan aksi jika perusahaan tidak memenuhi tuntutan tersebut.

"Tidak ada kontrak, tidak ada kopi adalah janji untuk mengganggu operasi Starbucks hingga kontrak dan praktik kerja yang adil tercapai," kata Michelle Eisen, juru bicara Starbucks Workers United.

Selain itu, ribuan pelanggan dan pendukung menyatakan siap untuk mendukung mogok dengan tidak membeli produk Starbucks selama masa aksi. Di tengah musim penjualan kritis ini, mogok diprediksi dapat mengganggu operasi dan keuntungan perusahaan.​

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us

Latest in Business

See More

Menkeu Soroti Banyak Aduan soal SP2DK, Ini Solusinya

14 Nov 2025, 23:21 WIBBusiness