Aksi Mogok Kerja di Prancis, Menara Eiffel Terpaksa Ditutup

- Krisis politik dalam pemerintahan Prancis semakin dalam setelah penunjukan perdana menteri Lecornu yang belum membentuk kabinet baru.
- Tuntutan pekerja dan oposisi terkait penghematan anggaran, reformasi pensiun, dan pajak bagi kaum super kaya memicu gelombang aksi mogok kerja nasional.
- PM Prancis, Lecornu, merespons tuntutan dengan janji menyusun anggaran 2026 dengan target defisit sekitar 4,7 persen dari PDB serta mempertimbangkan keadilan pajak yang lebih besar.
Jakarta, IDN Times – Serikat pekerja di Prancis, termasuk Konfederasi Umum Buruh (CGT) dan FSU-SNUipp, menggelar aksi mogok kerja nasional pada Kamis (2/10/2025). Mereka mendesak Perdana Menteri baru, Sébastien Lecornu, membatalkan kebijakan penghematan serta menghentikan rencana pemotongan anggaran publik.
Aksi tersebut juga menuntut keadilan pajak, termasuk penerapan pajak bagi kaum super kaya, sekaligus melindungi layanan publik. Aksi mogok melibatkan sekitar 240 pawai di lebih dari 200 kota di seluruh negeri.
Dampaknya terasa signifikan, termasuk penutupan Menara Eiffel, ikon wisata utama di Paris, akibat gangguan dari aksi. Menurut Kementerian Dalam Negeri, ada sekitar 195 ribu peserta protes, sedangkan CGT memperkirakan jumlahnya mencapai 600 ribu orang.
1. Krisis politik semakin dalam usai penunjukan perdana menteri
Lecornu dilantik sebagai perdana menteri pada 9 September 2025, setelah pendahulunya François Bayrou digulingkan karena kebijakan pemotongan anggaran yang menuai kontroversi. Namun hingga kini, ia belum membentuk kabinet baru, memicu kritik tajam dari oposisi dan serikat pekerja. Ketidakjelasan politik ini menimbulkan kekhawatiran mengenai arah penanganan isu anggaran dan layanan publik.
Lecornu dijadwalkan menyampaikan pidato perdana di parlemen pekan depan. Ia juga berencana mengumumkan susunan kabinet dalam beberapa hari mendatang. Sementara itu, kebuntuan politik makin terasa, seiring defisit anggaran dan utang publik yang terus membengkak.
Situasi diperumit oleh parlemen yang terpecah, karena kelompok sentris Presiden Prancis, Emmanuel Macron, tidak menguasai mayoritas. Pemerintahan Macron harus meraih dukungan dari Les Républicains maupun Partai Sosialis demi mengesahkan undang-undang penting, termasuk rancangan anggaran.
2. Tuntutan pekerja dan oposisi soal penghematan dan pajak
Gelombang aksi dipicu oleh rencana penghematan yang digagas François Bayrou, yakni pemotongan 44 miliar euro (setara Rp858 triliun) untuk anggaran kesehatan dan pemerintah daerah, serta pembekuan belanja publik. Serikat pekerja bersama oposisi menolak kebijakan tersebut, karena dinilai menekan daya beli pekerja bergaji rendah dan kelas menengah. Mereka juga meminta pencabutan reformasi pensiun 2023 yang menaikkan usia pensiun dari 62 ke 64 tahun, dilansir dari Al Jazeera.
Partai Sosialis mengajukan usulan pajak kekayaan sebesar 2 persen untuk 0,01 persen warga terkaya di Prancis, mengacu pada ide ekonom Gabriel Zucman. Manuel Bompard dari La France Insoumise menyebut pemogokan kali ini sebagai mobilisasi yang sangat politik menentang kebijakan Macron. Ia menyoroti tuntutan akan keadilan fiskal supaya beban layanan publik bisa ditanggung secara lebih adil. Sophie Binet, ketua CGT, menyoroti skala kemarahan publik.
“Memang benar, ini adalah pertama kalinya ada tiga hari pemogokan dan protes dalam sebulan tanpa pemerintahan atau anggaran. Ini menunjukkan tingkat kemarahan sosial,” ujarnya.
Ia menjelaskan alasan pemogokan dilakukan sekarang, karena serikat ingin memengaruhi keputusan yang sedang dibahas.
3. Apa respons PM Prancis?

Lecornu berjanji menyusun anggaran 2026 dengan target defisit sekitar 4,7 persen dari PDB, sedikit lebih tinggi dibanding target Bayrou sebesar 4,6 persen. Ia mengakui adanya tuntutan masyarakat atas keadilan pajak yang lebih besar, tetapi meragukan efektivitas pajak kekayaan.
“Ada permintaan politik dan sosial untuk keadilan pajak yang lebih besar, khususnya untuk memulihkan keuangan publik kita. Kita tidak bisa menolak diskusi ini begitu saja. Tapi apakah pajak Zucman adalah jawaban yang tepat? Jawaban satu-satunya? Secara pribadi, saya tidak percaya demikian,” kata Lecornu, dikutip dari The Guardian.
Ia juga mengirim surat ke serikat pekerja dengan janji memperbaiki aturan pensiun bagi perempuan. Namun tawaran ini ditolak, karena serikat menuntut pembatalan penuh reformasi 2023.
“Pekerja yang kami temui mendukung kebutuhan untuk keadilan pajak dan keadilan sosial yang lebih besar dan mengakui perlunya anggaran yang memenuhi kebutuhan sekolah,” kata Aurélie Gagnier dari FSU-SNUipp.
Dilansir dari ABC News, dampak aksi mogok terlihat di berbagai sektor. Layanan kereta cepat SNCF berjalan normal, tetapi beberapa jalur regional dan komuter di Paris beroperasi dengan kapasitas terbatas. Metro Paris tetap ramai, walaupun sejumlah sekolah dan fasilitas kesehatan ikut terdampak. Dibanding pemogokan bulan lalu, jumlah peserta kali ini memang menurun, menandakan sulitnya menjaga momentum di tengah ketidakpastian politik.