Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bitcoin Melemah usai Perintah Eksekutif Trump soal Cadangan Kripto

ilustrasi Bitcoin (pexels.com/DS stories)
Intinya sih...
  • Harga Bitcoin turun 6 persen setelah Trump menandatangani perintah eksekutif terkait pembentukan Cadangan Bitcoin Strategis AS.
  • Bitcoin jatuh dari level di atas 90 ribu dolar AS menjadi sekitar 84.600 dolar AS, namun kembali naik ke 87 ribu dolar AS.
  • Pemerintah AS tidak akan membeli aset tambahan untuk Cadangan selain yang diperoleh dari proses penyitaan dan tetap mempertahankan kepemilikan 200 ribu Bitcoin sebagai simpanan nilai.

Jakarta, IDN Times – Harga Bitcoin turun hingga 6 persen setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif terkait pembentukan Cadangan Bitcoin Strategis AS. Kebijakan ini mengecewakan investor karena pemerintah AS tak berencana membeli Bitcoin tambahan untuk cadangan tersebut.

Pasar kripto awalnya berharap langkah ini bisa mendorong kenaikan harga. Namun, setelah pengumuman pada Kamis (6/3/2025), Bitcoin jatuh dari level di atas 90 ribu dolar AS menjadi sekitar 84.600 dolar AS sebelum kembali naik ke 87 ribu dolar AS. Pergerakan ini terjadi di tengah kekhawatiran pasar terhadap perang dagang global yang makin meluas.

1. Pasar tak merespons positif perintah Trump

ilustrasi Bitcoin mengalami penurunan harga (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Perintah eksekutif ini gagal memberikan dampak besar bagi Bitcoin. Dalam unggahan di X, Kepala Urusan Kripto dan Kecerdasan Buatan Gedung Putih, David Sacks, menyampaikan bahwa Cadangan Bitcoin Strategis AS akan diisi dengan aset hasil penyitaan dari kasus kriminal dan perdata.

“Pemerintah tak akan membeli aset tambahan untuk Cadangan selain yang diperoleh dari proses penyitaan,” tulisnya, dikutip dari Euro News.

Selain itu, pemerintah AS tetap mempertahankan kepemilikan 200 ribu Bitcoin yang telah ada sebagai simpanan nilai (store of value). Sacks menyatakan bahwa Bitcoin tersebut tidak akan dijual dan akan disimpan sebagai aset jangka panjang. Ia juga menyebut bahwa penjualan Bitcoin sebelumnya telah menyebabkan kerugian lebih dari 17 miliar dolar AS (Sekitar Rp277 triliun) bagi negara.

Selain Bitcoin, kebijakan ini juga mencakup pembentukan US Digital Asset Stockpile, yakni cadangan aset digital lain yang diperoleh dari kasus kriminal atau perdata.

2. Bitcoin tertekan faktor ekonomi global

ilustrasi mata uang digital (pexels.com/Worldspectrum)

Sebelumnya, Bitcoin sempat mengalami lonjakan harga pada Minggu lalu setelah Trump mengumumkan rencana pembentukan Cadangan Kripto Strategis AS yang mencakup lima aset digital, yakni Bitcoin, Ethereum, XRP, Solana, dan Cardano. Pengumuman tersebut mendorong harga Bitcoin naik menjadi 94 ribu dolar AS dari 86 ribu dolar AS.

Namun, kenaikan itu tak bertahan lama. Sehari setelahnya, harga kembali turun setelah Trump mengumumkan kebijakan tarif baru, termasuk bea masuk sebesar 25 persen untuk Kanada dan Meksiko serta tambahan 10 persen untuk impor dari Tiongkok. Keputusan ini memicu kekhawatiran pasar terkait dampak perang dagang terhadap ekonomi global.

Dilansir dari Al Jazeera, sejak mencapai rekor tertinggi di atas 109 ribu dolar AS pada 20 Januari 2025, hari pelantikan Trump, Bitcoin terus mengalami pelemahan. Pada 28 Februari, harga turun di bawah 80 ribu dolar AS, menjadi level terendah sejak November 2024. Pergerakan ini sejalan dengan aksi jual besar-besaran di pasar saham AS akibat meningkatnya kekhawatiran investor terhadap kondisi ekonomi.

3. Bitcoin bergerak seiring aset berisiko lainnya

ilustrasi pergerakan harga saham (pexels.com/Anna Tarazevich)

Sebagai aset berisiko, Bitcoin sering bergerak searah dengan saham teknologi AS. Sepanjang 2025, harga Bitcoin telah turun 6 persen, sejalan dengan indeks Nasdaq yang mengalami pelemahan 6,4 persen dalam periode yang sama.

“Sejauh tahun ini, Bitcoin lebih banyak dipengaruhi oleh tren makroekonomi, termasuk perang dagang dan kebijakan suku bunga. Dengan semakin banyaknya perusahaan keuangan besar yang berinvestasi di Bitcoin, volatilitasnya meningkat karena arus likuiditas yang lebih besar,” tulis Uldis Teraudklans, Chief Revenue Officer di Paybis, dalam sebuah laporan.

Di sisi lain, beberapa investor menilai kebijakan terbaru ini masih kurang mendukung pasar kripto. Pendiri Tolou Capital Management, Spencer Hakimian, menyebut rencana ini “sangat mengecewakan” karena pemerintah AS tak berencana membeli Bitcoin baru kecuali jika bisa dilakukan dengan anggaran yang netral.

“Tak ada kebijakan pemerintah yang benar-benar netral secara anggaran,” ujarnya.

Bitcoin sebelumnya mengalami kenaikan signifikan setelah kemenangan Trump pada November lalu dan mencapai puncaknya pada Januari. Namun, tekanan dari kebijakan perdagangan serta minimnya dukungan dari pemerintah membuat harga aset digital ini sulit mempertahankan momentum kenaikannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bagus Samudro
EditorBagus Samudro
Follow Us