Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bukan Masalah Produksi, Harga Beras Naik karena BBM hingga Pupuk

Beras premium produksi Bulog (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, kenaikan harga beras bukan karena permasalahan produksi. Salah satu penyebab harga beras naik ialah karena harga BBM naik yang berimbas pada harga benih.

"Dampak kenaikan harga BBM juga tidak bisa kita pungkiri. Kami baru rapat dengan penyedia benih. Saya tanya berapa harga upah sekarang? Rata-rata sudah naik Rp20 ribu sampai Rp25 ribu per hari. Otomatis mereka akan memberikan harga yang berbeda. Dari segi produksi ya tadi cukup. Tapi komponen-komponen itu yang membuat cost produksi jadi naik. Cost-nya nambah, ya otomatis harganya naik," kata Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Ismail Wahab, dalam konferensi pers virtual, Jumat (18/11/2022).

1. Masalah pupuk juga menjadi biang kerok harga beras naik

Ilustrasi sawah. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Selain itu, Ismail mengatakan, saat ini petani menggunakan pupuk non-subsidi jenis NPK, di mana harganya jauh lebih tinggi dibandingkan pupuk bersubsidi.

"Dan sekarang petani ini rata-rata berusaha taninya menggunakan pupuk non-subsidi yang harganya jauh daripada pupuk subsidi. Dan mereka rata-rata tidak menggunakan urea, menggunakan NPK yang lebih mahal. Itu mereka untuk mengkompensasi penggunaan pupuk yang non-subsidi tadi, mereka menjual gabahnya relatif lebih tinggi daripada sebelumnya," kata Ismail.

Ismail mengatakan, harga pupuk saat ini memang tengah melonjak di beberapa negara, tak hanya di Indonesia. Hal itu pun menjadi sorotan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam KTT G20.

Di sisi lain, saat ini cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog menipis, yakni hanya 625 ribu ton. Ismail mengatakan, kondisi itu menimbulkan sentimen negatif, sehingga petani menaikkan harga gabahnya.

"Kalau begini mereka berpikir pemerintah tak punya alat untuk memberikan sentimen positif untuk menurunkan harga, karena stoknya tidak banyak," ujar Ismail.

2. Harga gabah selalu menunjukkan tren naik di akhir tahun

Buruh tani memanggul gabah usai panen di areal persawahan padi Desa Jamus, Mranggen, Demak, Jawa Tengah, Senin (6/1/2020). Kementerian Pertanian pada 2020 menargetkan mampu mewujudkan swasembada pangan, salah satunya dengan menargetkan produksi beras sebesar 3 juta ton per bulan guna memenuhi kebutuhan konsumsi rata-rata beras nasional sebesar 2,5 juta ton per bulan sekaligus untuk stok ketahanan pangan nasional. (ANTARA FOTO/Aji Styawan/ama)

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri mengatakan, harga gabah cenderung menunjukkan tren kenaikan setiap akhir tahun. Sebab, kondisi pasokan gabah pada akhir tahun lebih rendah dibandingkan musim sebelumnya.

"Pasokan dan harga memang Desember tinggi, pasokan rendah, harga tinggi," ucap dia.

3. Harga beras bakal turun mulai Februari 2023

Ilustrasi gudang beras (ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Oktober 2022, harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani naik 4,13 persen dan harga beras premium di penggilingan naik 1,46 persen.

Selama Oktober 2022, rata-rata harga GKP di tingkat petani Rp5.354 per kg atau naik 16,18 persen, dan di tingkat penggilingan Rp5.475/kg atau naik 15,89 persen dibandingkan harga gabah kualitas yang sama pada Oktober 2021.

Meski begitu, Ismail mengatakan, harga beras kemungkinan besar berangsur turun pada Febuari-Maret 2023, di saat terjadi panen raya.

"Di bulan-bulan Februari sudah mulai turun," ujar Ismail.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vadhia Lidyana
EditorVadhia Lidyana
Follow Us