Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

China Batalkan 12 Ribu Ton Impor Daging Babi dari AS

ilustrasi peternakan babi (pexels.com/Mark Stebnicki)
ilustrasi peternakan babi (pexels.com/Mark Stebnicki)
Intinya sih...
  • China membatalkan impor 12 ribu ton daging babi AS karena tarif Presiden AS Donald Trump mencapai 145 persen, sedangkan China memberlakukan bea masuk 125 persen atas barang-barang asal AS.
  • Harga berjangka daging babi anjlok akibat tarif baru, dampaknya dirasakan peternak babi Amerika dan sektor pertanian lainnya seperti kedelai, jagung, dan produk susu.
  • China menandatangani kesepakatan dagang pertanian dengan Spanyol untuk produk babi dan ceri sebagai bagian dari upaya memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara Eropa, sementara Trump membantah tak ada negosiasi aktif dengan AS.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – China membatalkan impor 12 ribu ton daging babi dari Amerika Serikat (AS) di tengah memanasnya perang dagang dua negara. Angka itu menjadi pembatalan terbesar sejak pandemi COVID-19 melumpuhkan rantai pasok global. Data ini dirilis Kamis (24/4/2025) oleh Departemen Pertanian AS (USDA).

Langkah ini dilakukan setelah China terkena tarif 145 persen dari Presiden AS Donald Trump untuk hampir semua produk ekspornya. Sebagai balasan, China mengenakan bea masuk 125 persen atas barang-barang asal AS. Daging babi kini dikenai tarif total 172 persen, menurut Federasi Ekspor Daging AS.

“Kami masih berada di ujung tombak dari perang tarif China,” kata Dewan Produsen Daging Babi Nasional AS, dikutip dari Economic Times, Sabtu (26/4/2025)

Mereka menyebut tarif 172 persen membuat produk Amerika tak lagi kompetitif di pasar China.

1. Tarif tinggi pukul keras industri pertanian AS

ilustrasi ladang jagung (pexels.com/Flambo)
ilustrasi ladang jagung (pexels.com/Flambo)

Penerapan tarif baru membuat harga berjangka daging babi anjlok untuk pengiriman dari Juni 2025 hingga Agustus 2026. Dampaknya terasa langsung bagi peternak babi Amerika, meski sebagian tidak terlalu bergantung pada pasar China. Para analis memperkirakan beban lebih besar akan dialami sektor pertanian lain seperti kedelai, jagung, dan produk susu.

China sebelumnya sudah menambahkan tarif 10 persen atas daging babi, kedelai, daging sapi, dan produk pertanian lainnya pada Maret lalu. Untuk komoditas seperti unggas, gandum, dan kapas, tarif tambahan sebesar 15 persen juga diberlakukan. Barang-barang ini termasuk produk utama dari wilayah-wilayah pemilih Partai Republik.

“Ini respons terarah dari China untuk menyakiti wilayah merah AS,” kata Dexter Roberts dari Atlantic Council, dikutip dari South China Morning Post, Sabtu (26/4/2025).

Ia menyebut banyak orang kini khawatir karena satu musim buruk saja bisa membuat petani bangkrut.

2. China perluas sumber impor dan perkuat mitra Eropa

ilustrasi peternakan babi (pexels.com/Mark Stebnicki)
ilustrasi peternakan babi (pexels.com/Mark Stebnicki)

Sepanjang 2024, China mengimpor daging babi senilai 2,15 miliar dolar AS (sekitar Rp42 triliun), namun hanya sekitar 125,52 juta dolar AS (sekitar Rp2,1 triliun) berasal dari AS. Negara seperti Spanyol, Brasil, dan Kanada menjadi pemasok utama ke pasar domestik China. Menurut data dari Badan Peternakan Nasional China, AS bukan lagi pemain besar.

Setelah tarif naik, China menandatangani dua kesepakatan dagang pertanian dengan Spanyol untuk produk babi dan ceri. Langkah ini sebagai bagian dari upaya China memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara Eropa. Pemerintah China juga menyebut saat ini tak ada negosiasi aktif dengan AS untuk kesepakatan baru.

Sementara itu, Trump membantah pernyataan tersebut.

“Mereka ada pertemuan pagi ini, dan kami masih bertemu dengan China,” kata Trump pada Kamis (24/4/2025).

3. China tak khawatir soal ketahanan pangan nasional

Peternakan babi di Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau (Kepri). (dok. Kementan)
Peternakan babi di Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau (Kepri). (dok. Kementan)

Dilansir dari The Hill, Sabtu (26/4/2025), China merupakan produsen daging babi terbesar di dunia, dengan produksi mencapai 57 juta ton atau hampir separuh pasokan global. Sementara itu, AS menempati peringkat ketiga dengan produksi 12 juta ton atau 11 persen. Pada 2024, China masih menjadi pasar ekspor babi terbesar ketiga bagi AS, di bawah Meksiko dan Jepang.

Namun, posisi itu kini tak lagi dominan seiring meningkatnya produksi dalam negeri dan diversifikasi sumber impor. Ekonom independen asal Shanghai, Andy Xie, menilai strategi China sudah berubah drastis. Ia menyebut tidak ada lagi strategi penargetan terbatas, melainkan serangan tarif ke semua sektor.

“Sekarang semuanya jadi sasaran – China harus habis-habisan,” kata Xie.

Ia menyebut China bisa meningkatkan produksi dalam negeri dan tetap bertahan meski impor berhenti.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us