China Batasi Ekspor Teknologi Tanah Jarang demi Lindungi Keamanan

- Tanah jarang kunci industri teknologi dunia
- Ketegangan dagang dengan AS picu kebijakan pembatasan baru
- Dampak global dan manuver politik di balik regulasi baru
Jakarta, IDN Times – Kementerian Perdagangan China (MOFCOM) pada Kamis (9/10/2025) mengumumkan aturan baru yang memperketat ekspor tanah jarang. Kebijakan ini mencakup pembatasan terhadap teknologi penambangan, peleburan, pengolahan, dan pembuatan magnet yang dianggap sensitif bagi keamanan nasional.
Dilansir dan CNN Business, setiap perusahaan atau individu kini wajib memperoleh izin ekspor untuk teknologi tersebut, dan dilarang membantu kegiatan tanah jarang di luar negeri tanpa persetujuan pemerintah.
Seorang juru bicara MOFCOM mengatakan, beberapa organisasi dan individu asing telah mentransfer atau memasok barang maupun teknologi tanah jarang asal China, dengan sebagian material digunakan untuk keperluan militer dan sektor sensitif lainnya. Ia menilai tindakan tersebut telah merugikan keamanan nasional China, mengganggu stabilitas global, serta menghambat upaya non-proliferasi internasional.
1. Tanah jarang jadi kunci industri teknologi dunia

Tanah jarang merupakan kelompok 17 elemen kimia penting dalam produksi perangkat berteknologi tinggi seperti motor mobil listrik, turbin angin, dan mesin jet. Meski mudah ditemukan di alam, unsur ini disebut jarang karena sulit diekstraksi secara ekonomis dan jarang ditemukan dalam bentuk murni. Elemen seperti neodymium, dysprosium, dan terbium memainkan peran vital dalam pembuatan magnet superkuat untuk berbagai peralatan modern.
China memegang kendali atas industri global tanah jarang, dengan porsi sekitar 61 persen produksi dan 92 persen pengolahan dunia, menurut Badan Energi Internasional (IEA). Dominasi itu membuat setiap kebijakan ekspor dari Beijing memiliki dampak langsung terhadap rantai pasok global.
Dilansir dari Global Times, kebijakan baru ini juga memperluas aturan lama, mencakup teknologi daur ulang dari sumber sekunder yang kini turut memerlukan izin ekspor.
2. Ketegangan dagang dengan AS picu kebijakan pembatasan baru

Langkah ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan dagang antara China dan Amerika Serikat (AS). Sejak April 2025, Beijing telah membatasi ekspor tujuh jenis mineral tanah jarang sebagai respons atas kebijakan tarif yang diterapkan Washington. Kebijakan tersebut memicu gangguan serius pada rantai pasok dunia, terutama di sektor otomotif, pertahanan, dan energi ramah lingkungan.
Kesepakatan sementara pada Juni 2025 sempat meredakan kekhawatiran pasokan, tetapi banyak perusahaan masih menghadapi kelangkaan material penting. Aturan baru memperketat larangan kerja sama antara perusahaan China dan entitas asing dalam kegiatan tanah jarang tanpa izin resmi pemerintah. Langkah itu memperlihatkan strategi Beijing untuk mengendalikan lebih ketat aliran teknologi yang dinilai sensitif.
3. Dampak global dan manuver politik di balik regulasi baru

MOFCOM menegaskan, izin ekspor untuk teknologi yang dapat digunakan dalam aplikasi militer atau oleh perusahaan pertahanan akan ditolak pada prinsipnya. Permohonan untuk penggunaan dalam komputasi canggih, chip memori, dan kecerdasan buatan akan ditinjau secara selektif berdasarkan potensi risikonya. Kebijakan ini menegaskan fokus China dalam melindungi teknologi strategis dari potensi penyalahgunaan di luar negeri.
Batasan baru juga mencakup kegiatan seperti perakitan, pengujian, perawatan, dan peningkatan peralatan produksi tanah jarang. Langkah ini dapat berdampak besar bagi AS yang memiliki sumber tambang besar tetapi minim fasilitas pengolahan.
Dilansir dari BBC, pakar perdagangan Alex Capri mengatakan, peraturan baru China sengaja diatur waktunya menjelang pertemuan yang diharapkan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump di KTT APEC di Korea Selatan pada akhir Oktober 2025. Ia menilai kebijakan tersebut menyoroti kelemahan industri manufaktur dan pertahanan AS, mencerminkan strategi serupa Washington terhadap industri chip China.