China Gencarkan Rayuan Bisnis ke Taiwan di Tengah Tekanan Politik

- China meningkatkan rayuan bisnis terhadap Taiwan, sambil mempertahankan tekanan politik dan militer.
- Partisipasi warga Taiwan dalam acara bisnis yang didukung pemerintah China naik 3%, terutama di sektor pertanian, pariwisata, bioteknologi, dan medis.
Jakarta, IDN Times - Sebuah studi mengungkapkan China meningkatkan upaya rayuan bisnis terhadap Taiwan, sekaligus mempertahankan tekanan politik dan militer. Sebanyak 39.374 warga Taiwan menghadiri lebih dari 400 acara bisnis yang didukung pemerintah China sepanjang 2024, menunjukkan strategi ganda Beijing dalam mendekati pulau yang diklaimnya tersebut.
Studi yang dilakukan oleh Taiwan Information Environment Research Center (IORG) ini mencatat peningkatan 3 persen dalam partisipasi warga Taiwan dibandingkan tahun sebelumnya, terutama di sektor pertanian, pariwisata, serta bioteknologi, dan medis. Namun, di sisi lain, latihan militer China di sekitar Selat Taiwan terus berlangsung, mempertegas pendekatan yang telah lama diterapkan.
1. Peningkatan partisipasi bisnis Taiwan di China

Laporan IORG menunjukkan acara bisnis yang diselenggarakan atau didukung pemerintah China, seperti pameran dagang dan konferensi menarik perhatian signifikan dari pelaku usaha Taiwan. Dilansir dari Taipei News, pada Juni 2024 misalnya, sebuah bursa kerja di Provinsi Fujian menargetkan lebih dari 1.500 lulusan universitas Taiwan, menawarkan peluang karier di daratan China.
“Kami melihat adanya upaya sistematis untuk membangun ketergantungan ekonomi Taiwan pada Cina, terutama di sektor-sektor strategis,” kata peneliti IORG, Chen Wei-ting, dikutip dari Free Malaysia Today.
Namun, IORG juga memperingatkan acara-acara ini sering kali digunakan untuk menekan Taiwan secara politik, dengan narasi yang mempromosikan reunifikasi.
2. Tekanan militer sebagai latar belakang

Sementara rayuan bisnis berlangsung, China terus meningkatkan aktivitas militernya di sekitar Taiwan. Pada Selasa (1/4), militer China menggelar latihan perang besar-besaran di Selat Taiwan, melibatkan angkatan laut, udara, dan pasukan roket, sebagai respons terhadap pernyataan Presiden Taiwan Lai Ching-te yang menyebut China sebagai kekuatan asing yang bermusuhan.
“Militer China tidak hanya berlatih, tetapi sedang mempersiapkan skenario reunifikasi dengan kekuatan,” kata Admiral Samuel Paparo, Komandan Komando Indo-Pasifik AS, dikutip dari Fox News.
Latihan ini, menurut Beijing, merupakan peringatan keras terhadap gerakan pro-kemerdekaan. Frekuensi dan skala latihan militer yang meningkat, termasuk pengiriman kapal perang dan pesawat tempur setiap hari, bertujuan melemahkan pertahanan dan semangat rakyat Taiwan.
3. Dampak pada hubungan lintas selat

Strategi ganda China ini menciptakan dinamika rumit dalam hubungan lintas selat. Di satu sisi, peluang bisnis menarik minat pelaku usaha Taiwan, tetapi tekanan militer dan retorika politik Beijing memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat Taiwan. Menurut IORG, sektor seperti pertanian dan bioteknologi menjadi target utama karena rentan terhadap tekanan ekonomi dari China.
“Beijing ingin menunjukkan bahwa kerja sama ekonomi dengan China adalah jalan terbaik, tetapi tekanan militernya justru memperkuat sentimen anti-China di Taiwan,” ujar analis politik Sung Wen-ti, dikutip dari Al Jazeera.
Mayoritas dari 23 juta penduduk Taiwan, menurut survei terbaru, menolak klaim kedaulatan China dan mendukung kebijakan Lai untuk memperkuat pertahanan nasional.