Daftar Kebijakan Ekonomi yang Batal di Era Prabowo

- Presiden Prabowo membatalkan diskon listrik 50 persen Juni-Juli 2025
- Kebijakan kenaikan PPN hanya dikenakan pada barang mewah untuk masyarakat berpenghasilan tinggi
Jakarta, IDN Times - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah membatalkan atau mengubah beberapa kebijakan. Terbaru soal diskon listrik 50 persen pada Juni-Juli 2025.
Awalnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah akan memberikan sejumlah stimulus pada Juni-Juli tahun ini. Salah satunya, diskon tarif listrik sebesar 50 persen.
"Pemerintah akan memberikan diskon tarif listrik sebesar 50 persen selama bulan Juni dan Juli 2025 yang ditargetkan bagi 79,3 juta rumah tangga dengan daya listrik sampai dengan 1.300 VA," kata dia, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (24/5/2025).
Sementara beberapa kebijakan lain yang lebih dahulu mengalami perubahan, mencakup penyesuaian tarif pajak pertambahan nilai (PPN) distribusi liquefied petroleum gas (LPG) 3 kg, serta kebijakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Prabowo pun kemudian membatalkan rencana penerapan kebijakan itu untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Berikut penjelasan mengenai kebijakan-kebijakan yang mengalami perubahan!
1. Kenaikan PPN 12 persen

Pemerintah awalnya berencana menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Namun, setelah mempertimbangkan dampak terhadap daya beli masyarakat dan inflasi, Presiden Prabowo memutuskan kenaikan PPN tersebut hanya akan dikenakan pada barang dan jasa mewah yang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
Sementara itu, barang dan jasa kebutuhan pokok tetap dibebaskan dari PPN atau dikenakan tarif 0 persen.
2. Larangan pengecer menjual LPG 3 kg

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sempat mengeluarkan kebijakan yang melarang pengecer menjual LPG 3 kg mulai 1 Februari 2025, dengan tujuan memastikan distribusi tepat sasaran. Namun, kebijakan tersebut menimbulkan kekhawatiran di masyarakat terkait potensi kelangkaan dan antrean panjang di pangkalan resmi.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Prabowo membatalkan larangan tersebut dan menginstruksikan agar pengecer tetap diizinkan menjual LPG 3 kg, dengan pengawasan yang lebih ketat untuk memastikan distribusi yang adil dan tepat sasaran.
3. Wacana larangan pengemudi ojol konsumsi BBM subsidi

Pada masa awal pemerintahan Prabowo, muncul wacana untuk melarang pengemudi ojek online (ojol) menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengisyaratkan kendaraan berpelat hitam yang digunakan oleh pengemudi ojol tidak termasuk dalam kategori transportasi umum yang berhak menerima subsidi BBM.
Namun, wacana tersebut menuai kritik dari berbagai pihak. Menanggapi itu, pemerintah menyatakan skema penyaluran subsidi BBM masih dalam tahap simulasi dan belum ada keputusan final.
Menteri ESDM menegaskan pemerintah akan mengambil langkah bijaksana dalam menentukan kebijakan tersebut, dengan memasukkan pengemudi ojol dalam kategori penerima BBM subsidi.Hingga saat ini, pemerintah masih mengkaji berbagai opsi untuk memastikan subsidi BBM tepat sasaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.
4. Diskon tarif listrik Juni-Juli 2025 dibatalkan

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian awalnya menyatakan, diskon listrik sebesar 50 persen akan Kembali digulirkan pada Juni-Juli untuk pelanggan dengan daya hingga 1.300 VA. Adapun skemanya sama dengan program diskon listrik pada Januari-Februari 2025 lalu, dan akan dimulai pada pada 5 Juni hingga 31 Juli 2025.
Namun, usai rapat di Istana pada Senin (2/6/2025), pemerintah membatalkan kebijakan diskon tarif listrik periode Juni-Juli 2025. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mengatakan, alasannya karena dana yang dianggarkannya lambat.
"Kita sudah rapat di antara para menteri dan untuk pelaksanaan diskon listrik ternyata untuk kebutuhan atau proses penganggarannya jauh lebih lambat sehingga kalau kita tujuannya adalah untuk Juni dan Juli, kami memutuskan (diskon tarif listrik) tak bisa dijalankan," kata dia dalam konferensi pers di Kantor Presiden.
Sebagai gantinya, pemerintah memberikan bantuan subsidi upah (BSU) kepada pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta dan guru honorer.
