Duh, Normalisasi di Negara Maju Bisa Mengancam Negara Berkembang

Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut, normalisasi kebijakan yang dilakukan negara-negara maju akan memberi risiko bagi negara berkembang. Risiko itu akan berdampak pada perkembangan ekonomi negara berkembang.
"(Risiko) yang paling utama dari makro ekonomi dan kebijakan moneter adalah proses normalisasi," ujar Perry dalam Agenda Presidensi G20 Indonesia di Jakarta, dilansir ANTARA.
1. Proses normalisasi harus diselaraskan

Perry menegaskan, proses normalisasi kebijakan perlu disatukan dan dikoordinasikan. Dengan begitu, tidak akan ketimpangan pemulihan ekonomi yang terjadi antara negara berkembang dan negara maju.
"Ini lah kita pentingnya menekankan well calibrated, well planned, dan well communicated," tutur Perry.
2. Proses normalisasi masih dihantui Omicron

Saat ini, proses normalisasi kebijakan yang dilakukan masih dibayangi oleh banyak faktor, salah satunya adalah merebaknya varian Omicron. Tidak cuma itu, ada juga disrupsi rantai pasokan hingga kebijakan terkait energi.
Alhasil, Perry pun menyebut ada tiga aktor yang harus saling bersinergi dalam proses normalisasi kebijakan. Mereka adalah negara maju, negara berkembang, dan organisasi internasional, dalam hal ini adalah IMF.
3. Negara maju akan coba melakukan proses normalisasi

Meski varian Omicron masih merebak, Perry menuturkan bahwa beberapa negara maju akan mulai menormalkan kebijakan. Hal ini seiring dengan pulihnya kondisi ekonomi negara tersebut. Namun, situasi berbeda dialami negara berkembang.
Beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia, baru mulai menggencarkan pemulihan ekonomi. Alhasil, pemulihan ekonomi global dan kebijakan moneter jadi tidak sinkron, dan hal ini menimbulkan banyak masalah baru bagi negara berkembang.