Ekonomi China Campur Aduk: Industri Tangguh, Konsumsi Lesu

- Output industri China naik 6,1% dari tahun sebelumnya, melampaui perkiraan analis.
- Penjualan ritel tumbuh 5,1%, lebih rendah dari proyeksi, menyoroti lemahnya permintaan konsumen domestik.
- Ekspor China melonjak 8,1% pada April, didorong oleh pengiriman yang meningkat ke negara-negara Asia Tenggara dan mitra Belt and Road Initiative.
Jakarta, IDN Times – Kinerja ekonomi China pada April 2025 menunjukkan hasil yang beragam. Output industri naik 6,1 persen secara tahunan, melampaui perkiraan analis sebesar 5,5 persen. Namun, laju ini menurun dibandingkan kenaikan 7,7 persen pada Maret lalu.
Penjualan ritel justru mengecewakan, hanya tumbuh 5,1 persen dari tahun sebelumnya, lebih rendah dari proyeksi 5,5 persen. Pertumbuhan ini juga melambat dibandingkan Maret yang mencatat 5,9 persen. Tren tersebut menyoroti lemahnya permintaan konsumen domestik.
Biro Statistik Nasional mengatakan bahwa ekonomi tetap tumbuh stabil berkat koordinasi kebijakan makro. Namun, lembaga itu mencatat bahwa fondasi pemulihan jangka panjang masih perlu diperkuat.
1. Sektor properti dan investasi tetap tertekan meski inflasi jinak

Investasi aset tetap seperti properti dan infrastruktur hanya tumbuh 4,0 persen selama empat bulan pertama tahun ini. Capaian ini sedikit di bawah ekspektasi analis yang memprediksi pertumbuhan 4,2 persen.
Sektor properti tetap menjadi sorotan dengan penurunan investasi sebesar 10,3 persen secara tahunan. Angka ini memburuk dari penurunan 9,9 persen pada kuartal pertama. Penjualan properti berdasarkan luas lantai juga turun 2,8 persen.
Sementara itu, harga konsumen kembali turun untuk bulan ketiga berturut-turut. Harga grosir mengalami penurunan paling tajam dalam enam bulan terakhir, menggarisbawahi tekanan deflasi yang masih mengakar.
2. Perang dagang AS–China picu lonjakan ekspor ke Asia Tenggara

Ekspor China melonjak 8,1 persen pada April, didorong oleh pengiriman yang meningkat ke negara-negara Asia Tenggara dan mitra Belt and Road Initiative. Hal ini berhasil menutup anjloknya ekspor ke Amerika Serikat yang turun 21 persen.
Untuk periode Januari hingga April, ekspor ke AS turun 2,5 persen dibandingkan tahun lalu. Namun, permintaan tinggi dari negara lain membuat total ekspor tetap meningkat.
“Pengurangan tarif yang signifikan antara Tiongkok dan Amerika Serikat akan bermanfaat bagi pertumbuhan perdagangan bilateral dan juga kondusif bagi pemulihan ekonomi global,” kata juru bicara Biro Statistik Nasional, Fu Linghui,dikutip dari SCMP, Senin (19/5/2025).
Pernyataan itu disampaikan di tengah kesepakatan 90 hari yang menangguhkan sebagian besar tarif antara kedua negara.
3. Stimulus terbatas dan konsumsi domestik belum pulih sepenuhnya

Dilansir dari CNBC Internasional, penjualan mobil hanya naik 0,7 persen pada April, melambat drastis dari pertumbuhan 5,5 persen di bulan sebelumnya. Ini terjadi meski pemerintah memperluas program tukar barang lama dengan baru untuk kendaraan dan alat rumah tangga.
Namun, Asosiasi Mobil Penumpang China melaporkan kenaikan 14,5 persen dalam volume penjualan ritel secara tahunan. Kenaikan ini sebagian besar didorong oleh program tukar barang yang lebih agresif.
Pariwisata domestik selama Festival Ching Ming juga menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Jumlah pelancong naik 6,3 persen dan pendapatan wisata meningkat 6,7 persen dibandingkan tahun lalu.
Sementara itu, aktivitas pabrik melemah dengan indeks manufaktur merosot ke posisi terendah dalam 16 bulan. Pesanan ekspor baru juga berada di titik terendah sejak Desember 2022.
Bank sentral China memotong suku bunga repo tujuh hari sebesar 10 basis poin menjadi 1,4 persen. Penurunan ini diperkirakan akan diikuti pemangkasan suku bunga pinjaman pada 20 Mei 2025.
Goldman Sachs memperkirakan ekonomi China akan tumbuh 4,6 persen tahun ini, naik dari proyeksi sebelumnya sebesar 4,0 persen. Namun, mereka memperingatkan bahwa lonjakan ekspor jangka pendek dapat memicu tekanan balik di masa depan.

















