Eks Pejabat Antam Ungkap Modus Transaksi Emas 7 Ton Budi Said

- Budi Said didakwa korupsi pembelian emas Antam
- Transaksi tidak sesuai SOP Antam
Jakarta, IDN Times - Sidang kasus dugaan korupsi rekayasa jual beli emas dengan terdakwa Budi Said kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Selasa (8/10/2024).
Dalam sidang tersebut, mantan pejabat PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam, Nur Prahesti Waluyo alias Yuki memberikan keterangan terkait alur transaksi pembelian emas yang dilakukan Budi Said. Menurut dia, transaksi itu tidak sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang dijalankan oleh Antam.
Yuki yang pernah menjabat sebagai Trading Assistant Manager Unit Bisnis Pemurnian dan Pengolahan Logam Mulia (UBPP LM) Antam di Pulogadung, Jakarta Timur memaparkan transaksi yang dilakukan Budi Said bisa menimbulkan ketidaksesuaian antara uang masuk dengan jumlah emas yang diserahkan.
"Uangnya (Budi Said) masuk dulu, penawaran harganya tidak ada, reference tidak ada," kata Yuki di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, dikutip Rabu (9/10/2024).
1. SOP transaksi pembelian emas di Antam

Yuki menjelaskan, pembeli seharusnya mengetahui harga emas harian dan reference barang terlebih dahulu dalam setiap transaksi pembelian emas di butik Antam.
Setelah itu, kemudian menyetorkan uang sesuai harga yang tercantum. Namun, Budi Said melakukan transaksi dengan menyetorkan uang ke rekening Antam terlebih dahulu tanpa adanya penawaran harga harian (PH) dan reference emas yang akan dibeli.
Selain itu, Yuki juga mengungkapkan pernah menawarkan kepada Budi Said untuk menjadi reseller emas Antam, tetapi tawaran tersebut tidak ditindaklanjuti. Penawaran tersebut muncul setelah Budi Said meminta diskon dalam jumlah besar saat melakukan pembelian emas di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 pada April 2018 sebesar 100 kilogram (kg) per minggu.
Dia menjelaskan, diskon yang diminta Budi Said hanya dapat diberikan kepada reseller. Di sisi lain, diskon sebesar 0,6 persen dari harga dasar untuk jenis transaksi reseller pun hanya ada di UBPP LM Antam di Pulogadung selaku trading penjualan emas.
"Informasi dari butik Surabaya bahwa Pak Budi mau melakukan transaksinya di Surabaya saja, tidak mau di Jakarta (UBPP LM)," kata Yuki.
2. Penolakan Budi Said menjadi reseller buat Hakim heran

Hakim Anggota Alfis Setiawan mengungkapkan keheranannya atas sikap Budi Said yang menolak menjadi reseller. Padahal jika Budi Said bersedia, dia bisa mendapatkan diskon 0,6 persen yang dengan jumlah transaksi hingga 100 kg emas per minggu sangat signifikan dalam konteks bisnis.
"Kalau bicara seorang businessman, angka diskon 0,6 persen untuk transaksi sebesar itu cukup besar," ujar Hakim Alfis.
Penolakan tawaran menjadi reseller tersebut memperkuat dugaan adanya upaya Budi Said untuk memperole diskon lebih besar secara tidak sah atas pembelian emas tersebut.
Terlebih lagi dalam amar putusan Nomor 86/Pid.Sus-TPK/2023/PN Sby untuk terdakwa Eksi Anggraeni yang menjadi penghubung atau broker dalam kasus ini terungkap adanya keterlibatan Budi Said dalam memberikan suap dan gratifikasi kepada pegawai Antam terkait pembelian emas Antam.
Untuk memudahkan dapatnya kerja sama dengan pihak Antam Butik Surabaya 01, Eksi memberikan sesuatu atas permintaan dari Budi Said kepada Endang Kumoro selaku Pimpinan Cabang Butik Surabaya 1 berupa satu unit mobil, uang tunai, serta biaya umrah.
Budi Said juga memerintahkan Eksi untuk memberikan satu unit mobil serta uang tunai kepada Karyawan Butik Surabaya 1, Misdianto dan juga uang tunai kepada Achmad Purwanto sebagai Admin pada Butik Surabaya 1.
3. Budi Said didakwa dugaan korupsi

Adapun dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas Antam. Dalam dakwaan yang dibacakan pada persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Budi Said diduga terlibat dalam transaksi pembelian lebih dari 7 ton emas dari Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 antara Maret 2018 hingga Juni 2022.
Jaksa mengungkapkan, Budi Said melakukan transaksi pembelian emas dengan harga di bawah standar dan tidak sesuai prosedur Antam. Dia bekerja sama dengan broker Eksi Anggraeni serta beberapa oknum pegawai Antam, termasuk Endang Kumoro, Ahmad Purwanto, dan Misdianto.
Dalam dua transaksi utama, Budi Said pertama kali membeli 100 kg emas dengan harga Rp25.251.979.000, yang seharusnya hanya berlaku untuk 41,865 kg. Hal tersebut mengakibatkan selisih emas sebesar 58,135 kg yang belum dibayar.
Sementara pada transaksi kedua, Budi Said membeli 7,071 ton emas seharga Rp3.593.672.055.000 dan menerima 5.935 kg. Hal itu kemudian meninggalkan selisih 1.136 kg padahal sesungguhnya tidak terdapat kekurangan serah emas kepada terdakwa Budi Said.
Jaksa menyatakan, harga yang disepakati Budi Said sebesar Rp505 juta per kg itu jauh di bawah harga standar Antam. Akibatnya, negara mengalami kerugian total hingga Rp1,1 triliun. Kerugian ini terdiri dari Rp92.257.257.820 dari pembelian pertama dan Rp1.073.786.839.584 dari pembelian kedua.
Atas perbuatannya, Budi Said dijerat Primair Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Budi Said juga terancam pidana sesuai dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.