Ekspor Telur Brasil ke AS Melonjak 305 Persen usai Flu Burung

- Wabah flu burung H5N1 menghancurkan populasi ayam petelur di AS sejak 2022.
- Harga telur di AS mencapai rekor tertinggi pada Januari 2025
- Brasil jadi pemasok utama telur AS di tengah krisis.
Jakarta, IDN Times - Ekspor telur Brasil mengalami lonjakan drastis sebesar 305 persen pada Juli 2025 menjadi 5.259 ton, didorong permintaan tinggi dari Amerika Serikat (AS) setelah wabah flu burung mengganggu pasokan domestik AS. Kenaikan ini terjadi menjelang penerapan tarif 50 persen dari Presiden Donald Trump terhadap produk Brasil yang berlaku mulai Rabu (6/8/2025).
Data yang dikompilasi oleh Asosiasi Protein Hewani Brasil (ABPA) pada Senin (11/8/2025), menunjukkan AS menjadi tujuan utama ekspor telur Brasil dengan total pengiriman 18.976 ton dalam tujuh bulan pertama 2025, dan menghasilkan pendapatan hampir 41 juta dolar AS (Rp667,07 miliar).
1. Wabah flu burung AS hancurkan produksi telur domestik
Wabah flu burung H5N1 yang melanda AS sejak awal 2022 telah menghancurkan populasi ayam petelur dalam skala masif. Pada April 2025, Departemen Pertanian AS melaporkan bahwa lebih dari 30,6 juta ayam petelur telah mati akibat flu burung di sembilan negara bagian sepanjang 2025. Data menunjukkan 19,6 juta ayam berasal dari sistem kandang konvensional dan 11 juta dari sistem bebas kandang.
Menteri Pertanian Brooke Rollins mengungkapkan bahwa hampir 130 juta ayam petelur telah hilang sejak 2022, dengan 31 juta ayam mati pada 2025 saja. Situasi ini menyebabkan harga telur di AS mencapai rekor tertinggi 4,95 dolar AS (Rp80,5 ribu) per lusin pada Januari 2025, hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya, dilansir CNN.
Ohio menjadi negara bagian yang paling terpukul dengan kerugian 44 persen dari total nasional, kehilangan 13,5 juta ayam petelur akibat wabah flu burung sepanjang 2025. Dampak ini memaksa AS mencari alternatif impor telur dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan domestik.
2. Brasil jadi pemasok utama telur AS di tengah krisis
Presiden ABPA, Ricardo Santin, menyatakan bahwa sektor telur Brasil mengalami pertumbuhan ekspor yang kuat di tengah rekonfigurasi alur pengiriman, dengan AS, Jepang, dan Meksiko menjadi tujuan utama. AS secara signifikan meningkatkan pembelian setelah wabah flu burung parah yang menyebabkan penurunan populasi ayam petelur.
"Ekspor telur Brasil mencerminkan hasil positif dari pembukaan pasar AS untuk telur yang diproses secara termo untuk produk konsumsi manusia lokal. Pada saat yang sama, pasokan produk domestik tetap terjaga karena ekspor hanya mewakili sekitar 1 persen dari produksi nasional," ujar Ricardo Santin, dilansir Datamar News.
Koordinator intelijen pasar ABPA, Laiz Foltran, mengungkapkan bahwa pemerintah Brasil masih bernegosiasi dengan otoritas AS untuk memperluas cakupan ekspor hingga mencakup telur untuk konsumsi manusia langsung tanpa memerlukan pemrosesan industri. Brasil awalnya hanya mengekspor telur untuk pakan ternak, namun krisis pasokan membuat AS mulai menyetujui impor untuk konsumsi manusia meski hanya sebagai bahan industri makanan.
3. Tarif Trump ancam perdagangan telur Brasil-AS
Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan tarif tambahan 40 persen atas produk Brasil, sehingga total tarif menjadi 50 persen efektif mulai Rabu (6/8/2025). Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap proses hukum Brasil terhadap mantan Presiden Jair Bolsonaro yang dianggap Trump sebagai "perburuan penyihir politik".
ABPA mengindikasikan tidak dapat memprediksi dampak penuh tarif terhadap pasar ekspor telur.
"Masih ada kemungkinan pemeliharaan alur perdagangan, karena permintaan Amerika Utara tetap tinggi menghadapi kekurangan produk," kata Ricardo Santin dalam pernyataannya, dilansir Investing.
Meskipun demikian, tarif 50 persen ini mengecualikan hampir 700 produk Brasil termasuk jus jeruk, pesawat Embraer, minyak, batu bara, mineral, dan kacang Brasil.
Namun, telur, kopi, dan daging sapi tetap dikenai tarif penuh. Menurut estimasi Brasília, tarif akan berdampak pada kurang dari 36 persen ekspor Brasil ke AS berdasarkan nilai, dengan sektor agrikultur seperti kopi, daging sapi, dan makanan laut menghadapi tantangan terbesar.