Gaji Dipotong 2,5 Persen untuk Tapera, Begini Dampaknya buat Buruh

Jakarta, IDN Times - Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban mengungkapkan, para pekerja atau buruh menjadi pihak paling khawatir akibat kebijakan wajib iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Menurut Elly, buruh saat ini memiliki gaji yang minim dan itu sudah termasuk potongan-potongan untuk BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan pajak penghasilan atau PPh 21.
Di sisi lain, rata-rata kenaikan gaji buruh disebut Elly hanya 3 persen dan jika ditambah potongan untuk iuran Tapera sebesar 2,5 persen, tentunya bakal memberatkan kaum buruh itu sendiri.
"Artinya ini mereka kehidupannya, daya belinya, dan tanggung jawab mereka di keluarga dan untuk kegiatan sehari-hari juga pasti terancam," kata Elly dalam konferensi pers bersama APINDO di Jakarta, Jumat (31/5/2024).
1. Pengusaha mungkin bakal tutup pabrik

Selain itu, dampak lain yang mungkin terjadi jika iuran Tapera diwajibkan bagi pekerja adalah PHK besar-besaran dilakukan oleh pengusaha.
Iuran Tapera tidak hanya dibebankan ke pekerja, melainkan juga bagi pengusaha atau pemberi kerja sebesar 0,5 persen.
"Saya khawatir sebelum ini diundangkan, dari pihak pengusaha sudah ada ancang-ancang mana dulu ini pabrik yang ditutup karena tidak sanggup lalu pekerja bagaimana mereka membayar anak sekolah, untuk kontrakan rumah, boro-boro untuk mencicil rumah ini atau membantu mereka yang miskin dalam kategori kita sama-sama sebenarnya jadi ini adalah ancaman," tutur Elly.
2. Buruh usulkan pemanfaatan dana MLT BPJS Ketenagakerjaan

Elly menambahkan, pemerintah sebenarnya bisa memaksimalkan pemanfaatan dana Manfaat Langsung Tunai (MLT) BPJS Ketenagakerjaan yang diperuntukkan bagi program kepemilikan rumah untuk pekerja yang belum memiliki tempat tinggal.
“Untuk itu, kami minta setidaknya pemerintah merevisi pasal 7 dari yang wajib menjadi sukarela,” kata dia.
Usulan itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 55/2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Dalam PP tersebut, maksimal 30 persen (Rp138 triliun), maka aset JHT sebesar Rp460 triliun dapat digunakan untuk program MLT perumahan pekerja.
Adapun dana dari JHT untuk program MLT itu bisa disalurkan menjadi empat manfaat, yakni:
- Pinjaman KPR sampai maksimal Rp500 juta
- Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMO) sampai dengan Rp150 juta
- Pinjaman Renovasi Perumahan (PRP) sampai dengan Rp200 juta
- Fasilitas Pembiayaan Perumahan Pekerja/Kredit Konstruksi (FPPP/KK)
3. Tapera tidak bisa menjamin buruh bisa punya rumah

Di sisi lain, Elly mengatakan penerapan Undang Undang Tapera tidak menjamin bahwa upah buruh yang telah dipotong sejak usia 20 tahun dan sampai usia pensiun bisa mendapatkan rumah atau tempat tinggal.
Belum lagi sistem hubungan kerja yang masih fleksibel (kerja kontrak) dinilai Elly masih jauh dari harapan untuk bisa mensejahterakan buruh.
"Kami menganggap UU Tapera bukanlah Undang-Undang yang mendesak sehingga tidak perlu dipaksakan untuk berlaku saat ini," kata Elly.
Elly juga mengusulkan agar pemerintah tidak menjadikan keikutsertaan menabung di Tapera sebagai bentuk kewajiban, tetapi atas dasar sukarela.