Gerakan Nurani Bangsa Desak Pemerintah Tinjau Ulang PPN 12 Persen

Jakarta, IDN Times - Gerakan Nurani Bangsa menilai langkah pemerintah yang menetapkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen pada 1 Januari 2024 akan semakin menyulitkan masyarakat menengah bawah.
Ketua Pelaksana GNB, Alissa Wahid, meminta pemerintah untuk meninjau ulang secara holistik kebijakan (tarif PPN 12 persen) agar tidak memberikan dampak yang kontraproduktif bagi perekonomian negara dan memberi tambahan beban bagi masyarakat.
"Kami menilai kebijakan kenaikan PPN itu akan semakin menyulitkan masyarakat menengah bawah yang belakangan ini sudah melemah daya belinya. Rencana itu juga akan menyebabkan inflasi yang menambah kompleksitas masalah, yang akan berpotensi menimbulkan gejolak sosial. Pada gilirannya kebijakan ini akan melemahkan daya tahan bangsa," ucap Alissa dalam keterangannya yang dikutip, Sabtu (28/12/2024).
1. Pemerintah perlu formulasikan kebijakan dengan orientasi kesejahteraan sosial

Di tengah tantangan ekonomi yang makin kompleks, ia pun berharap pemerintah memberikan teladan melalui efektivitas dan efisiensi birokrasi, mengelola pendapatan dan belanja negara secara berhati-hati dan bijak.
"Selain itu pemerintah perlu juga memformulasikan kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan sosial," ungkapnya.
2. Pemerintah harus mempunyai sense of crisis

Untuk meraih pundi-pundi penerimaan negara tidak hanya melalui langkah menaikan tarif PPN, namun pemerintah bisa mengembangkan atau menggali potensi sumber penerimaan dari pos yang lain.
Meski demikian, ia tak menampik bila pemerintah membatalkan untuk menerapkan tarif PPN 12 persen ini, maka pemerintah berpotensi kehilangan pendapatan hingga Rp75 triliun.
"(Jika PPN dibatalkan), pemerintah bisa melakukan efisiensi pada setiap pos pengeluaran secara sangat serius. Langkah penghematan dan efisiensi secara ketat harus dilakukan Pemerintah untuk menunjukkan sense of crisis," ungkapnya.
3. Pemerintah perlu dengarkan aspirasi dari berbagai pihak

Menurutnya, laju ekonomi pasca-pandemik COVID-19 belum sepenuhnya pulih, ini tercermin dari berbagai indikator-indikator seperti tingkat pengangguran, inflasi, dan pendapatan riil masyarakat yang masih membutuhkan perhatian.
"Kebijakan yang memperberat beban masyarakat dalam situasi ini dapat menimbulkan persepsi bahwa Pemerintah kurang sensitif terhadap kebutuhan rakyat," ucapnya.
Alissa menyebut kenaikan PPN bisa berdampak luas bagi semua pihak, oleh karena itu perlu pendekatan yang melibatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan.
Dengan melibatkan masyarakat, akademisi, dan pelaku usaha dalam dialog terbuka, Pemerintah dapat memperoleh perspektif yang lebih kaya dan menghindari resistensi sosial yang tidak diinginkan dan sebuah keputusan harus dilandasi oleh prinsip keadilan sosial dan pertimbangan yang matang atas kondisi sosial ekonomi masyarakat.
"Dengan mengevaluasi kembali kebijakan ini, kita dapat memastikan bahwa kebijakan fiskal tidak hanya berfungsi sebagai instrumen untuk menjaga keseimbangan penerimaan dan pengeluaran negara, tetapi juga sebagai alat untuk melindungi dan memperkuat ketahanan bangsa," imbuhnya.