Harga 4.225 Produk Makanan dan Minuman di Jepang Naik Mulai April

- Jepang siap menghadapi gelombang kenaikan harga pada April 2025, dengan 4.225 produk makanan dan minuman mengalami penyesuaian harga.
- Lonjakan harga dipicu oleh biaya bahan baku, logistik, dan upah pekerja, serta terjadi di sektor minuman beralkohol dan makanan olahan.
- Kenaikan harga juga terjadi pada beras kemasan, memperburuk tekanan inflasi yang telah terjadi selama tiga tahun berturut-turut di Jepang.
Jakarta, IDN Times – Jepang bersiap menghadapi gelombang kenaikan harga baru pada April 2025, dengan 4.225 produk makanan dan minuman mengalami penyesuaian harga. Ini menjadi lonjakan terbesar sejak Oktober 2023, semakin membebani anggaran rumah tangga di tengah tekanan inflasi.
Menurut Teikoku Databank, ini adalah bulan keempat berturut-turut di mana jumlah produk yang mengalami kenaikan harga terus meningkat dan untuk pertama kalinya dalam 1,5 tahun terakhir menembus angka 4 ribu. Sepanjang 2025, diperkirakan sekitar 20 ribu produk akan terdampak kenaikan harga, jauh lebih banyak dibandingkan 12.520 produk yang naik pada 2024.
Lonjakan ini terutama dipicu oleh membengkaknya biaya bahan baku, logistik, dan tenaga kerja. Berdasarkan survei terhadap 195 perusahaan industri makanan dan minuman, sebanyak 97,8 persen menyebutkan kenaikan harga bahan baku sebagai pemicu utama, sementara 81,8 persen mengaitkannya dengan tarif logistik dan 45,1 persen dengan beban upah pekerja.
1. Produsen bir dan minuman beralkohol terkerek biaya produksi

Kenaikan harga juga menghantam sektor minuman beralkohol. Seluruh produsen utama bir dan quasi-beer di Jepang akan menyesuaikan harga untuk pertama kalinya dalam 1,5 tahun terakhir.
Asahi Breweries bakal menaikkan harga pengiriman untuk Super Dry serta 225 produk lainnya. Suntory Spirits juga akan mengerek harga Kinmugi ukuran 350 mililiter dari sekitar 184 yen menjadi 196 yen di toko serba ada. Penyesuaian harga ini tak terelakkan akibat membengkaknya ongkos produksi.
“Kenaikan upah dan biaya logistik semakin memberikan tekanan ke atas pada harga,” kata seorang pejabat Teikoku Databank, dikutip dari The Japan Times, Senin (31/3/2025).
Selain itu, survei Teikoku Databank mencatat kategori minuman alkohol dan nonalkohol menjadi kelompok produk dengan lonjakan harga terbesar kedua, mencapai 1.222 item. Konsumen yang terbiasa membeli bir dan minuman serupa di toko serba ada akan merasakan dampaknya secara langsung, terutama karena harga jual yang sebelumnya sudah cukup tinggi.
2. Bahan makanan olahan dan minyak goreng ikut merangkak naik

Tak hanya sektor minuman, berbagai produk makanan olahan juga mengalami kenaikan harga signifikan. Prima Meat Packers dan Marudai Food akan menyesuaikan harga untuk berbagai produk ham dan sosis mereka, yang berpotensi menambah tekanan pada pengeluaran rumah tangga Jepang.
Selain itu, minyak goreng menjadi salah satu produk dengan kenaikan harga cukup mencolok. Nisshin Canola Oil ukuran 1 liter dari Nisshin Oillio Group akan mengalami kenaikan harga sekitar 11 persen. Sebagai bahan pokok dalam memasak, lonjakan ini berpotensi memicu efek domino terhadap biaya konsumsi rumah tangga maupun industri makanan.
Dilansir dari The Mainichi, Senin (31/3), kategori bumbu dan penyedap rasa menjadi kelompok produk dengan penyesuaian harga tertinggi, mencapai 2.034 item. Produk seperti miso, kecap, dan saus kini dijual dengan harga lebih mahal, yang berpotensi mengubah kebiasaan belanja masyarakat Jepang.
3. Harga beras kemasan terkerek, konsumen kian terpukul

Harga beras kemasan juga dipastikan naik, memperburuk tekanan pada daya beli masyarakat. TableMark akan mengerek harga untuk semua 22 produk nasi siap saji mereka, yang merupakan kenaikan kedua setelah penyesuaian sebelumnya pada Januari 2025. Perusahaan menyebut kenaikan harga beras di tingkat produsen sebagai faktor utama di balik kebijakan ini.
“Dengan harga beras yang tetap tinggi bahkan setelah pemerintah merilis cadangan berasnya, kami tidak bisa bersikap optimistis terhadap tren harga beras ke depan,” kata juru bicara TableMark.
Beras adalah bahan pangan utama di Jepang, sehingga kenaikan harga ini diperkirakan berdampak luas terhadap konsumsi rumah tangga. Bahkan setelah pemerintah melepas stok cadangan untuk menekan harga, tingginya biaya produksi membuat harga beras sulit turun.
4. Inflasi menguat, pemerintah didesak bertindak

Jepang telah mengalami inflasi selama tiga tahun berturut-turut, dengan harga konsumen meningkat 2,7 persen pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Lonjakan harga ini terjadi di tengah minimnya langkah konkret dari pemerintah untuk meredam dampaknya terhadap daya beli masyarakat.
Perdana Menteri Shigeru Ishiba telah berjanji untuk mengurangi beban inflasi terhadap konsumsi rumah tangga, tetapi belum banyak kebijakan efektif yang diterapkan. Situasi ini diperburuk oleh kondisi politik, di mana partai yang berkuasa tidak memiliki mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga sulit meloloskan kebijakan pengendalian harga.
Di tengah lonjakan biaya hidup yang terus berlanjut, banyak rumah tangga Jepang harus lebih selektif dalam mengelola pengeluaran. Dengan semakin banyak produsen yang mengalihkan beban biaya produksi kepada konsumen, tekanan terhadap daya beli masyarakat diperkirakan akan terus berlanjut dalam beberapa bulan ke depan.