Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Harga Naik Tanpa Ampun, Warga Swedia Lancarkan Boikot Supermarket

ilustrasi supermarket (pexels.com/Pixabay)
Intinya sih...
  • Ribuan warga Swedia melakukan aksi boikot terhadap supermarket besar karena kenaikan harga pangan yang signifikan dalam dua tahun terakhir.
  • Aksi didorong oleh anggapan bahwa supermarket besar lebih mengutamakan keuntungan, sementara peritel berdalih kenaikan harga dipengaruhi faktor global.

Jakarta, IDN Times - Ribuan warga Swedia menggelar aksi boikot terhadap jaringan supermarket besar sebagai bentuk protes atas kenaikan harga pangan yang dianggap tak terkendali. Gerakan ini berlangsung selama tujuh hari sejak Senin (17/3/2025) dan memicu perhatian luas, baik di kalangan masyarakat maupun pemerintah.

Harga pangan di Swedia mengalami lonjakan signifikan dalam dua tahun terakhir. Diperkirakan, biaya tahunan untuk kebutuhan pangan satu keluarga meningkat hingga 30 ribu krona Swedia (sekitar Rp49,5 juta) sejak Januari 2022.

Adapun aksi boikot didorong oleh anggapan bahwa supermarket besar lebih mengutamakan keuntungan dibanding kepentingan konsumen. Sementara para peritel berdalih kenaikan harga dipengaruhi oleh faktor global, mulai dari krisis geopolitik hingga perubahan iklim.

1. Kenaikan harga pangan picu boikot massal

ilustrasi bahan pokok.(IDN Times/Aditya Pratama)

Gerakan bertajuk Bojkotta vecka 12 mengajak masyarakat untuk menghindari belanja di jaringan supermarket besar seperti Lidl, Hemköp, Ica, Coop, dan Willys. Para peserta boikot menilai dominasi segelintir perusahaan ritel menciptakan oligopoli yang menghambat persaingan sehat, sehingga harga terus melambung.

Marcel Demir, seorang mahasiswa dari Eskilstuna, mengungkapkan bahwa lonjakan harga sangat terasa dalam kesehariannya.

“Tentu saja, harga telah naik. Saya biasa membeli keripik dan cokelat, dan harganya meningkat pesat. Cokelat baru-baru ini, sementara keripik selama setahun terakhir,” ujar Demir, dikutip dari The Guardian, Kamis (27/3).

Berdasarkan data dari Matpriskollen, harga cokelat mencatat kenaikan tertinggi bulan lalu, yakni 9,2 persen. Sementara itu, harga lemak untuk memasak melonjak 7,2 persen, keju 6,4 persen, serta susu dan krim naik 5,4 persen.

Meski mendapat dukungan luas, tak sedikit yang mempertanyakan efektivitas aksi ini. Sandra Gustavsson, warga Gothenburg, menilai bahwa mengubah pola belanja mungkin lebih berdampak daripada boikot sementara.

2. Protes meluas, pemerintah mulai bergerak

ilustrasi demo (IDN Times/Mardya Shakti)

Aksi boikot ini memicu diskusi luas di kalangan masyarakat dan politikus Swedia. Filippa Lind, salah satu penggerak gerakan ini, mengatakan bahwa langkah ini bukan sekadar aksi individual, melainkan bentuk solidaritas terhadap kelompok yang paling terdampak.

“Politisi perlu turun tangan dan menghancurkan oligopoli yang menyebabkan harga tinggi akibat kurangnya persaingan di antara perusahaan bahan makanan,” ujar Lind.

Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Swedia, Elisabeth Svantesson mengatakan, meskipun inflasi telah turun dari 10 persen pada 2022 menjadi 1,3 persen pada Februari 2025, harga pangan masih tetap tinggi.

“Mendukung mereka yang mengalami kesulitan adalah hal yang penting. Sekarang juga penting untuk melihat apa yang dapat kita lakukan tentang harga makanan,” ujarnya.

Menteri Urusan Pedesaan, Peter Kullgren mengakui kenaikan harga pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor global, seperti kegagalan panen dan lonjakan harga komoditas. Namun, ia juga menyoroti perlunya meningkatkan persaingan di sektor ritel.

“Harga makanan telah meningkat dari waktu ke waktu dan mereka memukul rumah tangga yang paling lemah secara ekonomi paling keras: keluarga dengan anak-anak, siswa, dan orang tua dengan pensiun rendah. Itu perlu ditangani,” katanya.

3. Supermarket merespons, protes terus berlanjut

ilustrasi belanja di supermarket (pexels.com/Jack Sparrow)

Sejumlah peritel besar mengakui adanya dampak dari aksi boikot ini. Juru bicara Coop, Håkan Andersson, mengungkapkan bahwa jumlah pelanggan mengalami sedikit penurunan dibanding tahun lalu, meskipun pihaknya masih menganalisis penyebab pastinya.

Sementara itu, juru bicara Willys, Johanna Eurén mengaku memahami kegelisahan konsumen terhadap kenaikan harga pangan. Namun, ia menilai aksi boikot ini kurang tepat sasaran.

Tak berhenti di sini, para penggerak aksi boikot telah merancang langkah lanjutan, yakni boikot tiga minggu terhadap Ica, peritel terbesar di Swedia dengan sepertiga pangsa pasar, serta produsen susu Arla. Mereka juga berencana memperluas daftar perusahaan yang akan diboikot.

“Saya berharap ini bisa mendorong tindakan politik yang secara permanen menurunkan harga kebutuhan pokok,” ujar Lind.

Dengan meningkatnya tekanan dari publik, pemerintah Swedia kini dihadapkan pada tuntutan untuk segera mengambil langkah konkret guna menstabilkan harga pangan dan memperbaiki iklim persaingan di sektor ritel.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us