IHSG Jeblok hingga Trading Halt, Bos BEI Salahkan Donald Trump

- Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menyebut penurunan IHSG disebabkan isu global dan sentimen investor asing terkait kebijakan Trump.
- Iman menegaskan kondisi fundamental perusahaan-perusahaan terdaftar masih baik, namun enggan menjelaskan sentimen domestik yang mempengaruhi anjloknya IHSG.
- Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyatakan bahwa pelaku pasar menantikan kebijakan pro market dari pemerintah sebagai faktor utama penyebab ambruknya IHSG.
Jakarta, IDN Times - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, buka suara atas penyebab ambruknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 5 persen pada Selasa (18/3/2025) siang, yang membuat BEI terpaksa menghentikan perdagangan sementara alias trading halt.
Iman menyatakan, IHSG memang telah mengalami tren menurun sejak pekan lalu dan penurunan hingga 5 persen hari ini tidak lepas dari isu-isu global yang tengah terjadi.
"Beberapa hal yang terjadi saat ini mereka sedang wait and see. Jadi seolah kita lihat penurunannya, hari ini sebagian besar asing. Itu saja karena mereka melihat update terjadi oleh Donald Trump. Itu menjadi salah satu dampak bagi penurunan indeks kita pada hari ini," kata Iman di Gedung BEI Jakarta, Selasa.
1. BEI enggan jelaskan soal sentimen domestik penyebab anjloknya IHSG

Meski begitu, Iman enggan menjelaskan secara gamblang sentimen domestik yang menjadi penyebab anjloknya IHSG hari ini.
Iman justru mengungkapkan kondisi fundamental perusahaan-perusahaan terdaftar yang masih baik-baik saja.
"Indeks kan ini adalah akumulasi dari berbagai hal. Jadi tidak hanya bicara domestik, karena kenapa? Kalau bicara fundamental perusahaannya, semuanya performance-nya bagus. Ya kalau kita lihat laporan keuangan 2024, sebagian besar lebih baik dibandingkan 2023. Jadi secara fundamental nggak ada isu, yang terjadi adalah persepsi atau sentimen daripada investor mengenai kondisi perusahaan kita," tutur Iman.
2. Investor nantikan program pemerintah yang pro-market

Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengatakan, ambruknya IHSG dan terjadinya trading halt sebagai imbas dari pelaku pasar yang menantikan kebijakan-kebijakan pro market dari pemerintah.
Menurut Nafan, sejauh ini sentimen negatif sangat kuat ada di market Indonesia. Ada beberapa hal yang menurut Nafan menjadi pemicu sentimen negatif tersebut, dan berimbas pada kondisi pasar modal Indonesia saat ini.
"Misalnya kalau dari domestik, karena kita mengacu ke domestik terlebih dahulu. Misalnya begini, adanya tren pelemahan jumlah tingkat kelas menengah di Indonesia. Jadi yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah kelas atas. Jadi bukan kelas menengah. Memang saya akui trennya daripada kelas menengah itu mengalami penurunan dan itu memang sebenarnya sudah lama terjadi, apalagi pada waktu itu terjadi pandemi COVID-19, jadi seperti itu," tutur Nafan kepada IDN Times, Selasa siang.
3. Pasar RI jadi kurang kondusif

Nafan menambahkan, situasi tersebut pada akhirnya membuat kondisi makroekonomi domestik Indonesia jadi relatif kurang kondusif terlebih deflasi minus 0,99 persen untuk pertama kalinya sejak 25 tahun terjadi di RI.
"Di sisi lain rupiah pun juga mengalami depresiasi. Rupiah kan sudah berada di kisaran 16.000-16.400, sudah mengalami depresiasi. Antara memang sebenarnya, selain daripada data makroekonomi Indonesia yang menunjukkan underwhelming, tapi juga di sisi lain hal tersebut dipengaruhi oleh faktor Trumponomics, di mana kebijakan Trumponomics ini menyebabkan terjadinya inflow yang mengalir ke US domestic market," papar Nafan.
Sebelumnya diberitakan, grafik IHSG kembali membeku usai penghentian sementara alias trading halt dibuka. BEI menyatakan perdagangan IHSG dilanjutkan kembali mulai pukul 11:49:31 waktu JATS tanpa ada perubahan jadwal perdagangan.
Namun, grafik IHSG makin anjlok, dan membeku di level 6.076,08, dengan pelemahan sebesar 395,9 poin atau 6,12 persen.
Level terendah IHSG hari ini ialah 6.011,84. Adapun penurunan IHSG ini merupakan yang terparah dalam 5 tahun terakhir. Trading halt pernah terjadi pada saat Indonesia mengalami pandemik COVID-19 pada 2020 silam.