Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

IMF Minta Pemerintah Hapus Bertahap Larangan Ekspor Nikel

ilustrasi logo IMF (twitter.com/Oworock)

Jakarta, IDN Times - Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) meminta pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor komoditas nikel secara bertahap.

Demikian dikutip dari laporan IMF, Article IV Consultation yang dikutip pada Kamis (29/6/2023).

IMF menyadari Indonesia tengah fokus melakukan hilirisasi pada berbagai komoditas mentah, salah satunya nikel. Indonesia ingin menciptakan nilai tambah pada komoditas ekspor. 

"Kami menyambut baik ambisi Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah dalam ekspor, menarik investasi asing langsung, dan memfasilitasi alih keterampilan dan teknologi," ucapnya.

Kendati begitu,  IMF juga memberikan catatan, kebijakan harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Kemudian kebijakan ini juga harus meminimalisir dampak efek rembatannya ke wilayah lain.

Sebagai informasi, pemerintah telah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020. 

Adapun hilirisasi industri di dalam negeri bertujuan untuk menghasilkan nilai tambah, memperkuat struktur industri, serta menyediakan lapangan kerja dan peluang usaha di dalam negeri, dibandingkan dalam bentuk mentah atau bahan baku. 

1. IMF sebut Indonesia miliki cadangan nikel yang besar

Aktivitas tambang nikel PT Vale di Kabupaten Luwu Timur. (Dok. IDN Times/Didit Hariyadi)

Seperti diketahui, Indonesia tengah berfokus melakukan kegiatan hilirisasi pada komoditas bahan mineralnya, dalam upaya mendapatkan nilai tambah salah satunya pada nikel.

IMF menyebut, Indonesia memiliki cadangan nikel yang besar, dan telah terjadi peningkatan investasi asing langsung untuk mengolah bijih nikel serta peningkatan nilai ekspor.

"(Pemerintah Indonesia) memperluas kebijakan hilirisasi ke mineral lain seperti tembaga, bauksit, dan timah, dan komoditas pertanian. Kemudian melihat peluang untuk mengembangkan domestik pembuatan baterai untuk kendaraan listrik, yang selanjutnya akan meningkatkan nilai tambah ekspor," tuturnya.

2. Indonesia mainkan peran penting di pasar global

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

IMF menilai Indonesia adalah produsen terbesar nikel di dunia dan menyumbang hampir separuh output pada 2022 karena memiliki cadangan terbesar.

"Indonesia juga memainkan peran penting dalam pasar global untuk timah pangsa pasar global tembaga dan bauksit jauh lebih kecil," tuturnya.

Dalam catatan IMF, pemerintah pertama kali mengenakan tarif ekspor bijih nikel di 2012 dan larangan ekspor semua nikel mentah pada 2014.

"Langkah-langkah ini tidak menarik FDI yang signifikan untuk mengembangkan kapasitas smelter," tuturnya.

Dengan demikian, ekspor nikel olahan tetap terbatas, dan pihak berwenang mencabut larangan ekspor pada 2017, memilih untuk memberlakukan kembali tarif ekspor. Kemudian pada Januari 2020, Indonesia melakukan lagi kebijakan larangan ekspor dan memberlakukan pemrosesan di dalam negeri. 

Sebagai informasi, berdasarkan data U.S. Geological Survey,  cadangan nikel Indonesia menempati peringkat pertama yakni mencapai 21 juta ton atau setara dengan 22 persen  cadangan global.

Produksi nikel Indonesia juga menempati peringkat pertama yakni sebesar 1 juta ton, melebihi Filipina (370 ribu ton) dan Rusia (250 ribu ton). Hilirisasi nikel juga telah terbukti berkontribusi positif dan di sepanjang 2022 telah berkontribusi 2,17 persen terhadap total ekspor non migas. 

3. Pemerintah bakal perjuangkan hilirisasi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN), Airlangga Hartarto (dok. Youtube Kemenko Maritim dan Investasi)

Menanggapi permintaan IMF, dikutip dari ANTARA, Kamis (29/6/2023), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan Indonesia akan tetap memperjuangkan hak negara untuk hilirisasi. Meskipun  IMF meminta pemerintah Indonesia mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor nikel.

“Itu bukan hanya rekomendasi IMF, tapi juga keputusan dari WTO (Organisasi Perdagangan Dunia). Tapi, kita akan terus banding. Karena yang kita ekspor bukan Tanah Air, tapi nilai tambah,” kata Airlangga/ 

Airlangga menambahkan, sikap tersebut bukan hanya untuk memperjuangkan hak hilirisasi tetapi juga untuk membebaskan Indonesia dari bentuk kolonialisme baru.

Ia berpendapat permintaan IMF untuk memaksa Indonesia tetap mengekspor komoditas nikel merupakan salah satu bentuk regulasi imperialisme. Sebab, ia menilai tak seharusnya negara lain memaksakan kehendak kepada suatu negara dalam membuat kebijakan tertentu.

Oleh karena itu, Airlangga memastikan akan tetap berusaha mempertahankan hak Indonesia memperoleh nilai tambah dari komoditas dan melakukan pembatasan ekspor nikel secara bertahap.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Triyan Pangastuti
EditorTriyan Pangastuti
Follow Us