Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ini Pelajaran dari Diskriminasi Kelapa Sawit oleh Eropa

Kebun sawit (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Jakarta, IDN Times – Pengamat ekonomi Faisal Basri menyebut kasus diskriminasi minyak kelapa sawit oleh Uni Eropa dan masalah turunannya harus menjadi pelajaran agar Indonesia tidak terus menerus bergantung pada ekspor komoditas.

Ekonom senior itu menjelaskan pasar Eropa bukan satu-satunya pasar yang bisa disasar oleh produk sawit Indonesia. "Ekspor kita tidak bisa terus menerus kita genjot," katanya menjawab pertanyaan Antara di Jakarta, Kamis (4/4).

1. Indonesia jangan bergantung pada pasar Eropa

IDN Times / Shemi

Faisal Basri mengimbau Indonesia jangan bergantung pada pasar Eropa. India, kata dia, juga merupakan pasar yang prospektif. Sayangnya, kebijakan bea masuk impor yang tinggi di India hingga 50 persen menjadi kendala besar bagi Indonesia.

Oleh karena itu, Faisal menyarankan alih-alih menggenjot ekspor sawit ke India, lebih baik jika pengusaha sawit bisa membuka fasilitas produksi sawit di negara tersebut. "Yang harus kita lakukan adalah bikin pabrik di India, pakai produk kita. Pengusaha sawit kita hebat-hebat kok, pasti bisa," tuturnya.

2.Pemerintah akan melawan diskriminasi terhadap sawit

IDN Times/Fitria Madia

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memastikan pemerintah Indonesia, akan berupaya maksimal untuk menghadapi diksriminasi produk sawit oleh Uni Eropa. Dalam Jambore Petani Sawit Nasional di Medan, Sumatera Utara, Luhut menjelaskan komitmen pemerintah untuk terus membela industri minyak kelapa sawit.

“Siapapun yang menghambat perkembangan industri sawit Indonesia akan kita lawan. Karena industri sawit ini perannya sangat signifikan dalam menurunkan angka kemiskinan, juga dalam penyerapan tenaga kerja,” ujarnya pada 2000 petani dalam acara tersebut, seperti dikutip Antara, Kamis (4/4).

3.Pemerintah menyiapkan sejumlah opsi untuk menggugat

(Menko Kemaritikan Luhut Panjaitan) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Jika Uni Eropa jadi mengimplementasikan boikot produk minyak kelapa sawit dan turunannya, pemerintah menyiapkan sejumlah opsi yakni menggugat ke Organisasi Perdagangan Internasional (WTO) hingga keluar dari komitmen Paris Agreement.

“Tentu kita akan melawan lewat pengadilan di Eropa dan WTO. Keluar dari Paris Agreement juga jadi salah satu opsinya,” ungkapnya.

4.Ada opsi mengolah minyak menjadi bahan bakar nabati

IDN Times / Helmi Shemi

Faisal Basri juga menyampaikan opsi lain, dalam upaya diskriminasi sawit oleh Uni Eropa. Yakni dengan mengolah minyak kelapa sawit menjadi bahan bakar nabati. Faisal mengatakan pemerintah bahkan tengah membidik untuk bisa mengembangkan B100 yang akan secara penuh memanfaatkan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar.

5.Masyarakat diimbau kompak hadapi diskriminasi sawit dan melakukan pengolahan berkelanjutan

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Dalam kunjungan Luhut ke Labuhan Batu, Sumatera Utara, yang merupakan kabupaten utama penghasil sawit di PT. Perkebunan Nusantara III, Luhut menyampaikan pesannya untuk masyarakat.

“Kita bekerja keras menghadapi tekanan, diskriminasi dari beberapa negara terhadap pemerintah dalam menangani kelapa sawit ini. Jadi kita semua harus kompak menghadapi ini.”

Sawit, kata Luhut, yang merupakan komoditas unggulan Indonesia layak diperjuangkan. Meski demikian Luhut tak lupa menekankan betapa pentingnya melakukan pengelolaan berkelanjutan.

“ Bapak, Ibu, jangan menanam sawit semua, harus ada ‘enclave’ (daerah kantong) untuk menjaga keseimbangan. Kita sudah melakukan hilirisasi industri sawit, lalu moratorium sudah dilakukan pada 14 juta hektare lahan, saat ini kita hanya melakukan ‘replanting’ (peremajaan) saja dengan bibit unggul,” tutur Luhut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dian Apriliana
EditorDian Apriliana
Follow Us