Kadin Berhasil Kirimkan 20 Ribu Pekerja Migran dalam Setahun

- Kadin berhasil kirimkan 20 ribu pekerja migran dalam setahun
- Dorong pekerja naik kelas, gen Z masih menganggur, ICOR tinggi
- Permintaan tenaga kerja Indonesia tinggi di luar negeri, Kadin fokus pada penguatan sektor mikroekonomi
Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie mengklaim Kadin sudah berhasil mengirimkan sekitar 20 ribu tenaga kerja migran Indonesia dalam kurun waktu satu tahun.
Menurut Anindya, permintaan tenaga kerja Indonesia cukup tinggi di sejumlah negara, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara di Eropa.
"Mereka membutuhkan tenaga kerja kita, dan ini bagus karena remitansinya kembali ke Indonesia," ujarnya dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) 2025 Kadin Indonesia di Jakarta, Senin (2/12/2025).
1. Dorong pekerja naik kelas

Kadin Indonesia menekankan tujuan pengiriman pekerja migran bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di luar negeri, tetapi juga untuk mendorong para pekerja naik kelas.
"Kita ingin pekerja migran Indonesia tidak hanya bekerja di sektor domestik, tetapi juga bisa menjadi suster, chef, atau pekerja di sektor petroleum dan lain-lain," ucap Anindya.
Berdasarkan data Bank Indonesia (2024), pekerja migran Indonesia telah menghasilkan remitansi sebesar 15,70 miliar dolar AS, atau setara dengan Rp 260,62 triliun (kurs Rp16.600 per dolar AS). Selain menjadi sumber devisa yang signifikan, pekerja migran juga menempati posisi sebagai penghasil devisa terbesar kedua setelah migas.
Sementara itu, data Kementerian P2MI menunjukkan bahwa sebanyak 297.433 pekerja migran Indonesia bekerja di negara penempatan, dengan Hong Kong menjadi negara penempatan terbanyak.
2. Mayoritas Gen Z masih menganggur

Di samping itu, Anindya mengingatkan, Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam memanfaatkan momentum bonus demografi. Meski kondisi ekonomi saat ini lebih baik dibanding beberapa tahun sebelumnya, masalah pengangguran masih menjadi pekerjaan rumah yang mendesak.
“Keadaan sekarang jauh lebih baik dibanding sebelumnya, tetapi pengangguran masih ada di kisaran 4,85 persen, dan 17 persennya berasal dari usia muda 16–24 tahun,” kata Anin.
3. ICOR tinggi, generasi muda belum terserap optimal di pasar tenaga kerja

Menurut Anindya, tingginya pengangguran pada generasi muda menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan industri dengan kualitas tenaga kerja. Generasi muda, yang seharusnya menjadi motor pertumbuhan ekonomi, justru belum terserap secara optimal di pasar kerja.
Selain persoalan pengangguran, Anindya juga menyoroti rasio Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia, yang masih berada di level 6,3 lebih tinggi dibanding negara tetangga seperti Vietnam (4,6), Thailand (4,4), dan Malaysia. ICOR sendiri mengukur seberapa efisien setiap dolar investasi menghasilkan output ekonomi.
“Tingginya rasio ICOR menunjukkan perlunya perbaikan regulasi dan birokrasi agar investasi lebih produktif. Saat ini, rasio ini masih tinggi di level 6,3, menunjukkan bahwa efisiensi investasi kita bisa lebih ditingkatkan,” ujarnya.
Di tengah tantangan tersebut, Anindya menegaskan bahwa misi utama Kadin saat ini adalah memperluas lapangan kerja sebagai fondasi pertumbuhan jangka panjang. Dengan sejumlah indikator makro yang positif pertumbuhan ekonomi 5,04 persen, inflasi 2,86 persen, serta surplus perdagangan lebih dari USD 1 miliar per bulan—Kadin menilai saatnya fokus bergeser ke penguatan sektor mikro.
“Angka-angka makro sudah menunjukkan arah yang benar. Sekarang fokus Kadin adalah pada penguatan mikroekonomi. Kami optimis, di pemerintahan Pak Prabowo dan Wakil Presiden Gibran, kita mampu mencapai pertumbuhan hingga 8 persen,” ujarnya.
















