Kebijakan LPG 3 Kg Satu Harga Masuk Tahap Diskusi Publik

- Kebijakan satu harga diharapkan tekan disparitas antarwilayah
- Pemerintah libatkan akademisi dan konsumen dalam pembahasan
- Kebijakan LPG Satu Harga diterapkan lewat peraturan presiden
Jakarta, IDN Times - Pemerintah melanjutkan upaya perbaikan tata kelola distribusi liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kilogram (kg) melalui rencana kebijakan LPG Satu Harga. Sebagai tindak lanjut, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) menggelar focus group discussion (FGD) untuk menjaring masukan dari akademisi, peneliti, dan perwakilan konsumen.
Plt Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas, Mirza Mahendra, menyampaikan forum tersebut penting untuk mengidentifikasi permasalahan serta hambatan di lapangan yang dapat memengaruhi implementasi kebijakan.
"Saya mengajak Bapak-Ibu yang mewakili akademisi, peneliti dan konsumen untuk berdiskusi dan menyampaikan beberapa permasalahan dan hambatan yang ada dalam rencana pelaksanaan kebijakan LPG Satu Harga," katanya dalam keterangan resmi dikutip Senin (28/7/2025).
1. Kebijakan satu harga diharapkan tekan disparitas antarwilayah

Mirza menjelaskan program LPG 3 kg yang merupakan komoditas energi bersubsidi itu selama ini buat kelompok rumah tangga, usaha mikro, nelayan, dan petani sasaran.
Namun, dia mengakui masih ditemukan sejumlah tantangan di tingkat daerah, termasuk penjualan LPG di atas harga eceran tertinggi (HET) dan perbedaan harga antarwilayah yang cukup signifikan.
Menurutnya, kebijakan LPG Satu Harga diharapkan dapat menyamakan harga di tingkat konsumen akhir sekaligus meminimalkan praktik penjualan di atas HET. Dengan begitu, distribusi LPG 3 Kg menjadi lebih adil dan merata bagi kelompok sasaran di seluruh daerah.
“Beberapa isu mengemuka yang kita bisa lihat saat ini, penjualan LPG 3 Kg pada masyarakat berada di atas harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah daerah. Disparitas HET yang tinggi antar daerah cukup besar,” jelasnya.
2. Pemerintah libatkan akademisi dan konsumen dalam pembahasan

FGD yang dilakukan pemerintah melibatkan sejumlah akademisi dari berbagai universitas, antara lain Dr. Yayan Satyakti (UNPAD), Titah Yudhistira, Ph.D. (ITB), Hari Sakti Wibowo (UI), Dr. Andi Nur Bau Massepe (UNHAS), Agung Satriyo N (UGM), Andhyka Muttaqin (UB), dan Bambang Eko Afiatno (UNAIR). Hadir pula perwakilan dari YLKI dan INDEF.
Mereka menyampaikan sejumlah masukan, antara lain pentingnya keakuratan data penerima manfaat sebelum kebijakan dijalankan, penyesuaian kuota per konsumen, serta perlunya kebijakan berbasis riset yang terukur.
Andi Nur Bau Massepe menyatakan pelibatan akademisi menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menyusun kebijakan berbasis bukti.
"Kami mengapresiasi Kementerian ESDM yang telah mengundang para akademisi untuk memberikan saran dan masukan sebelum kebijakan diimplementasikan. Ini menunjukkan komitmen Pemerintah yg kuat dalam melaksanakan evidence-based policy making," tambahnya.
3. Kebijakan LPG Satu Harga diterapkan lewat peraturan presiden

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan kebijakan tersebut bertujuan menghilangkan perbedaan harga di tingkat pengecer yang selama ini kerap terjadi.
"Nanti kita dalam pembahasan, dalam perpres, kita tentukan aja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah," katanya dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7/2025).