Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kemiskinan Kultural adalah Kemiskinan yang Bikin Mental Miskin

ilustrasi kemiskinan
ilustrasi kemiskinan (pexels.com/Mumtahina Tanni)
Intinya sih...
  • Kemiskinan kultural sulit dihilangkan karena menjadi bagian dari kebiasaan sehari-hari dan warisan budaya yang menghambat perubahan.
  • Karakteristik kemiskinan budaya termasuk rendahnya semangat untuk maju, ketergantungan pada bantuan luar, takut gagal, dan kurangnya inovasi.
  • Kemiskinan kultural berbeda dari kemiskinan struktural, natural, absolut, dan relatif serta memiliki dampak terhadap pendidikan, ekonomi, sosial, kesehatan, dan solidaritas masyarakat.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Mungkin kita hanya berpikir tentang uang ketika berbicara tentang kemiskinan, tetapi kemiskinan absolut jauh lebih kompleks karena melingkupi masalah budaya, mental, dan ekonomi. Bisa dibilang, kemiskinan absolut adalah masalah kemiskinan yang tersembunyi dalam kebiasaan, sikap, dan pola pikir yang menjauh dari kemajuan secara kolektif.

Saat budaya dan prinsip kita sendiri hilang, kita akan menghadapi masalah yang lebih rumit. Nah, dalam artikel ini, kita akan membahas apa sebenarnya kemiskinan kultural, bagaimana ia berkembang, bagaimana dampaknya terhadap kita, dan apa yang bisa kita lakukan untuk menghancurkan batas-batas budaya kemiskinan.


1. Bagaimana kemiskinan bisa jadi budaya

IMG-20250817-WA0034.jpg
Potret kemiskinan di Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Salah satu faktor yang membuat kemiskinan kultural sulit dihilangkan adalah karena ia berkembang secara bertahap dan menjadi bagian dari kebiasaan sehari-hari. Pasrah, keengganan untuk mencoba hal baru, atau keyakinan bahwa "ini saja sudah cukup" menjadi warisan budaya daripada sifat individu. Nilai-nilai dan kebudayaan yang diwariskan dari keluarga atau komunitas juga membentuk pola pikir yang menghambat perubahan, menurut penelitian yang dilakukan di UIN Antasari.

Setelah satu generasi menanamkan keyakinan "cukup untuk bertahan, jangan terlalu ambisius", generasi berikutnya akan dibesarkan dengan keyakinan yang sama. Dalam banyak komunitas, meninggalkan pola lama dianggap sombong atau melawan adat, yang menghalangi inovasi dan perbaikan. Alhasil, kita jadi enggan untuk berubah.


2. Ciri khas kemiskinan budaya yang sering tak kita sadari

ilustrasi kemiskinan kultural
ilustrasi kemiskinan kultural (pexels.com/Timur Weber)

Kemiskinan kultural sering terjadi tanpa disadari dalam kehidupan kita setiap hari. Agar kita gak terjebak dalam lingkaran yang sama, berikut beberapa karakteristik kemiskinan budaya yang harus kita pahami.

  1. Rendahnya keinginan dan semangat untuk maju Banyak dari kita dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap bertahan hidup adalah semua yang penting. Akibatnya, cita-cita tinggi dianggap terlalu jauh atau gak dapat dicapai. Seseorang kehilangan keinginan untuk mengubah kehidupan karena pola pikir ini. Meskipun demikian, keinginan untuk maju adalah kunci utama untuk keluar dari kemiskinan, baik secara ekonomi maupun secara mental.
  2. Ketergantungan pada bantuan luarKetergantungan pada bantuan luar sering muncul di lingkungan dengan kemiskinan kultural. Pemerintah, lembaga, atau orang lain yang lebih mampu dianggap bertanggung jawab atas semua masalah kemiskinan kita. Namun, dorongan untuk perubahan hanya dapat berasal dari dalam diri dan komunitas kita sendiri, lho. 
  3. Takut gagal dan gak mau mencoba hal baruTakut gagal sering menghentikan seseorang untuk mencoba hal baru dan bereksperimen. Meskipun ada hasil, banyak orang akhirnya memilih jalan aman, menghindari risiko, dan mengikuti kebiasaan lama. Seringkali, alasan realistis digunakan untuk menutupi ketakutan ini, tetapi sebenarnya ada rasa malu dan gak percaya diri di baliknya.
  4. Pola pikir pasrah terhadap situasi Ungkapan seperti "sudah takdir", "yang penting cukup makan", atau "rezeki sudah diatur", mungkin terdengar bijak, tetapi jika mereka salah diartikan, ungkapan-ungkapan ini dapat menghilangkan semangat untuk berjuang, lho. Pasrah tanpa usaha berarti membiarkan hal-hal buruk terjadi begitu saja. Menerima kenyataan gak berarti berhenti berusaha memperbaikinya, lho.
  5. Kurangnya inovasi dan kreativitas dalam kehidupan sehari-hari Salah satu ciri utama kemiskinan budaya adalah kurangnya keinginan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Orang-orang ini lebih cenderung meniru daripada menghasilkan sesuatu yang baru; mereka cenderung mengikuti kebiasaan lama tanpa mencoba memperbaikinya. Namun, pemenang dalam dunia yang serba cepat ini adalah mereka yang dapat menyesuaikan diri.


3. Perbedaan kemiskinan kultural dan jenis kemiskinan lain

ilustrasi kemiskinan kultural
ilustrasi kemiskinan kultural (pexels.com/MART PRODUCTION)

Kemiskinan kultural gak cuma tentang gak mempunyai uang di dompet, ini juga tentang bagaimana sistem, budaya, dan cara berpikir memengaruhi hidup seseorang atau kelompok. Seringkali kita menganggap semua jenis kemiskinan sama, padahal beda-beda, lho.

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang dasar masalah, mari kita lihat perbedaan mendasar antara kemiskinan kultural dan beberapa jenis kemiskinan lainnya:

  1. Kemiskinan strukturalKemiskinan struktural muncul karena adanya ketimpangan sistemik yang mengatur distribusi sumber daya di masyarakat. Contohnya, ketika kebijakan ekonomi gak berpihak pada kelompok bawah, atau akses pendidikan dan kesehatan hanya dinikmati oleh segelintir orang. Dalam kondisi seperti ini, seseorang bisa tetap miskin meskipun rajin bekerja keras, karena sistem gak memberi ruang untuk mobilitas sosial. Dengan kata lain, kemiskinan struktural adalah produk dari sistem sosial dan ekonomi yang gak adil.
  2. Kemiskinan natural atau alamiahJenis kemiskinan ini biasanya terjadi akibat faktor lingkungan dan alam, seperti kekeringan, banjir, atau bencana yang menghancurkan sumber penghidupan. Sebagai contoh, petani yang kehilangan sawah karena banjir bandang akan kehilangan pendapatan, meskipun sebelumnya hidup cukup sejahtera. Guys, sebenarnya kondisi ini sering kali gak bisa dihindari, tetapi bisa diminimalkan jika ada kesiapan dan infrastruktur yang memadai. Artinya, kemiskinan natural lebih bersifat situasional dan bukan akibat langsung dari budaya atau sistem sosial.
  3. Kemiskinan absolutKemiskinan absolut menggambarkan keadaan di mana seseorang gak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan. Dalam konteks ini, kemiskinan diukur secara kuantitatif, biasanya dengan batas tertentu yang ditetapkan oleh lembaga seperti BPS atau Bank Dunia. Orang yang hidup di bawah garis kemiskinan absolut berada dalam kondisi paling rentan dan membutuhkan bantuan langsung. Namun, jika disertai dengan pola pikir menyerah pada keadaan, kemiskinan absolut bisa berubah menjadi kemiskinan kultural, lho.
  4. Kemiskinan relatifJenis kemiskinan ini gak hanya diukur dari kebutuhan dasar, tetapi juga dari perbandingan dengan standar hidup di lingkungan sekitar. Misal, seseorang bisa dikategorikan miskin di kota besar meski memiliki pendapatan yang cukup di daerah pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi kemiskinan bisa berubah tergantung konteks sosialnya. 
  5. Kemiskinan kulturalBerbeda dari jenis-jenis sebelumnya, kemiskinan kultural muncul dari dalam diri dan budaya masyarakat itu sendiri. Ia tumbuh karena kebiasaan, nilai, dan cara pandang yang membatasi semangat untuk berubah. Contohnya, masyarakat yang terbiasa berpikir "nasib gak bisa diubah” akan sulit berkembang meski ada peluang di depan mata. 


4. Dampak kemiskinan kultural terhadap kualitas hidup masyarakat

ilustrasi kemiskinan kultural
ilustrasi kemiskinan kultural (pexels.com/Renjith Tomy Pkm)

Kemiskinan kultural gak hanya mempengaruhi keuangan, tetapi juga cara kita memandang hidup, membesarkan anak, hingga berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ketika pola pikir pasrah dan rendah aspirasi menular dari generasi ke generasi, dampaknya terasa jauh melampaui urusan ekonomi, lho.

Berikut dampak kemiskinan kultural yang memengaruhi kualitas hidup:

  1. Rendahnya kualitas pendidikan dan minat belajarSalah satu dampak paling nyata dari kemiskinan kultural adalah minimnya motivasi untuk menuntut ilmu. Ketika lingkungan sekitar tidak menghargai pendidikan, anak-anak tumbuh dengan pandangan bahwa sekolah bukanlah hal penting. Mereka lebih memilih bekerja sejak dini karena dianggap lebih realistis untuk membantu keluarga. Akibatnya, kualitas sumber daya manusia menurun dan peluang untuk keluar dari kemiskinan pun semakin kecil.
  2. Terhambatnya pertumbuhan ekonomi individu dan komunitasKemiskinan kultural membuat seseorang sulit berkembang secara ekonomi karena mereka gak terbiasa berpikir kreatif atau berinovasi. Orang dengan pola pikir ini cenderung menjalani rutinitas lama dan menghindari risiko yang bisa membawa kemajuan. Ketika komunitas diisi oleh orang-orang yang berpikir seperti ini, maka roda ekonomi berjalan lambat dan gak mampu bersaing dengan daerah lain. Pada akhirnya, ekonomi lokal terjebak dalam stagnasi yang terus berulang dan sulit untuk bangkit.
  3. Ketimpangan sosial yang semakin melebarKetika sebagian masyarakat berani berpikir maju dan sebagian lainnya tetap pasif, maka jurang sosial otomatis melebar. Mereka yang berpikiran terbuka akan lebih cepat menyesuaikan diri dengan peluang baru, sementara yang masih terkungkung dalam budaya kemiskinan tertinggal jauh di belakang. Dalam jangka panjang, ini menciptakan stratifikasi sosial yang sulit dijembatani. Hasilnya, masyarakat menjadi terbelah antara mereka yang berkembang dan mereka yang stagnan.
  4. Menurunnya kesehatan fisik dan mental masyarakatKesehatan juga menjadi korban dari kemiskinan kultural. Dalam banyak kasus, pola hidup gak sehat, seperti pola makan asal-asalan, malas berolahraga, atau enggan memeriksakan diri ke dokter, dianggap hal biasa. Padahal, perilaku tersebut lahir dari kurangnya kesadaran dan pengetahuan yang diwariskan turun-temurun. Lebih jauh lagi, tekanan ekonomi yang dihadapi tanpa kemampuan mental untuk mengelolanya dapat menyebabkan stres kronis, depresi, dan rasa putus asa, lho.
  5. Melemahnya kohesi sosial dan semangat gotong royongKemiskinan kultural sering kali membuat masyarakat kehilangan semangat saling mendukung. Rasa iri, rasa gak percaya, atau sikap saling menyalahkan tumbuh ketika sebagian orang mencoba berubah, sementara yang lain merasa tertinggal. Alih-alih bersatu untuk maju bersama, masyarakat justru terpecah. Padahal, kekuatan sejati masyarakat Indonesia ada pada solidaritas dan gotong royongnya, kan?

Kini, ketika kita menyebut kembali bahwa kemiskinan kultural adalah warisan pola pikir dan kebiasaan yang kita wariskan sendiri, maka perjuangan kita gak sekadar menyalurkan bantuan materi. Perjuangan kita adalah merombak kerangka batin kolektif agar semua berani melampaui batas-batas budaya kemiskinan itu. Jika bersatu, langkah kecil kita hari ini bisa jadi titik balik yang besar bagi kehidupan bersama. Semangat!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us

Latest in Business

See More

7 Gerbang Tol Dalam Kota Sudah Beroperasi Normal

22 Okt 2025, 07:25 WIBBusiness