Masih Sengketa, Pengelola JCC Harap Pemilik Gedung Menahan Diri

- PT GSP berharap PPKGBK menahan diri agar tidak merugikan selama persidangan gugatan terkait penolakan perpanjangan kerja sama.
- Akses menuju JCC dilaporkan tertutup tanpa surat perintah atau keputusan pengadilan, mengakibatkan PT GSP tidak dapat menjalankan kontrak dengan klien dan mitra bisnis.
- PT GSP meminta PPKGBK memperpanjang perjanjian kerja sama dan menuntut pembayaran kerugian materiil dan immateriil sebesar Rp1,6 triliun jika tidak.
Jakarta, IDN Times - Investor sekaligus pengelola Jakarta Convention Center (JCC), PT Graha Sidang Pratama (PT GSP) berharap Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) menahan diri agar tidak saling merugikan selama persidangan.
Hal itu terkait sidang gugatan PT GSP terhadap PPKGBK. Gugatan diajukan PT GSP karena PPKGBK menolak memperpanjang perjanjian kerja sama.
Kuasa hukum PT GSP Amir Syamsudin menilai langkah tersebut penting mengingat sengketa terkait klausul perjanjian tahun 1991 antara kedua pihak masih berlangsung. Dia menilai tindakan pengambilalihan objek sengketa secara paksa bertentangan dengan hukum.
"Kami mendukung dan menyampaikan apresiasi atas imbauan majelis hakim, karena faktanya saat ini masih terjadi sengketa atas klausul perjanjian tahun 1991 yang ditandatangani para pihak. Tindakan pengambilalihan obyek sengketa secara paksa jelas merupakan pelanggaran hukum," kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu (8/1/2024).
1. Pengelola minta tak dilakukan penutupan akses ke JCC

Sejak pekan lalu, akses menuju JCC dilaporkan tertutup dan pintu-pintu ruang pertemuan terkunci. PT GSP menduga hal itu dilakukan tanpa surat perintah atau keputusan pengadilan. Akibatnya, PT GSP tidak dapat menjalankan kontrak dengan klien dan mitra bisnis yang masih berlaku hingga 21 Oktober 2024.
"Semua yang dijalankan PT GSP ini adalah kontrak lama, karena banyak klien dan mitra bisnis yang melakukan kegiatan berulang," ujarnya.
Amir menjelaskan semua kontrak berjalan merupakan perjanjian lama, mengingat banyak klien yang rutin mengadakan kegiatan. PT GSP telah mengajukan permohonan perpanjangan kerja sama sejak 2022 sesuai ketentuan dalam perjanjian BOT 1991, tetapi PPKGBK menolak dan memutuskan mengelola sendiri.
"Tidak ditanggapi PPKGBK. Selama 30 tahun lebih mengelola JCC kami selalu patuh dan tunduk pada ketentuan yang berlaku," sebut Amir.
2. Pengelola pertanyakan keputusan kontrak tak diperpanjang

Amir berpendapat keputusan PPKGBK tidak memperpanjang kontrak kerja sama tidak sejalan dengan perjanjian BOT dan Peraturan Menteri Keuangan tentang BLU.
Menurutnya, selama lebih dari 30 tahun, PT GSP telah mengelola JCC dengan optimal. Dari pengelolaan itu, PT GSP memberikan setoran signifikan kepada kas negara dan berdampak positif pada pelaku usaha.
Amir menyampaikan JCC telah berkembang menjadi destinasi utama untuk kegiatan MICE di Indonesia. JCC juga menjadi tempat penyelenggaraan berbagai acara bertaraf nasional dan internasional.
“Jadi penolakan perpanjangan kontrak oleh PPKGBK merupakan bentuk dari pemutusan kerjasama sepihak dan pelanggaran hukum,” ujarnya.
3. Majelis hakim diharapkan memutus perkara secara adil

Dalam gugatan hukumnya, PT GSP meminta PPKGBK memperpanjang perjanjian kerja sama. Jika tidak, PT GSP menuntut PPKGBK membayar kerugian materiil dan immateriil sebesar Rp1,6 triliun, termasuk potensi kehilangan pendapatan hingga 2025.
Amir menyatakan kliennya telah menjalankan kewajiban sesuai perjanjian BOT selama lebih dari 30 tahun. Dia menilai tindakan PPKGBK yang mengakhiri pengelolaan tanpa negosiasi atau perpanjangan tidak sesuai dengan tujuan awal perjanjian tersebut.
"Kami berharap Majelis Hakim memutuskan perkara ini secara adil dan menerima gugatan PT GSP untuk seluruhnya. Kami yakin bahwa bukti-bukti yang telah kami sampaikan secara jelas menunjukkan adanya tindakan yang melanggar hukum oleh pihak PPKGBK," tambah Amir.