Nasib Bisnis Ritel di Pusat Perbelanjaan Masih Suram pada 2025

- Industri usaha ritel di Indonesia diperkirakan akan terus menghadapi tekanan sepanjang 2025.
- Kenaikan PPN, melemahnya nilai tukar rupiah, perang dagang AS-China, dan peningkatan barang impor akan memengaruhi daya beli masyarakat.
Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, memprediksi industri usaha ritel di Indonesia akan terus menghadapi tekanan sepanjang 2025.
Faktor utama yang berkontribusi adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat yang diperkirakan belum akan kembali normal.
"Diperkirakan kinerja industri usaha ritel tahun 2025 akan masih terus berada dalam tekanan," kata dia kepada IDN Times, Senin (30/12/2024).
Dia menyebut, bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat kelas menengah bawah untuk periode Januari dan Februari 2025 tidak akan cukup menopang daya beli masyarakat sepanjang tahun.
1. Kenaikan PPN dan faktor global menekan industri dalam negeri

Selain itu, Alphonzus menyoroti kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen sebagai salah satu faktor yang akan memengaruhi daya beli masyarakat.
Dia juga menyebut melemahnya nilai tukar rupiah, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta faktor global lainnya diperkirakan akan memicu peningkatan barang impor, baik legal maupun ilegal.
"Peningkatan barang impor baik yang legal maupun ilegal yang akan berakibat semakin tertekannya industri dalam negeri," kata dia.
2. Low season yang panjang akan berdampak pada penjualan

Siklus penjualan ritel di Indonesia yang biasanya mencapai puncak saat Idul Fitri juga akan kembali memasuki low season setelahnya. Itu adalah periode waktu ketika aktivitas penjualan atau permintaan barang dan jasa menurun dibandingkan waktu lainnya.
Alphonzus mengatakan, periode tersebut akan lebih panjang pada 2025. Sebab, Ramadan dan Idul Fitri terjadi pada triwulan pertama. Aktivitas ritel diperkirakan baru akan meningkat kembali menjelang libur sekolah dan Natal serta Tahun Baru (Nataru).
"Berbagai kondisi tidak kondusif tersebut akan terus menekan industri usaha ritel nasional sepanjang tahun depan," kata dia.
3. Fokus pengembangan usaha di luar Pulau Jawa

Di tengah berbagai tekanan tersebut, Alphonzus memproyeksikan pelaku usaha ritel akan cenderung mengembangkan bisnis mereka di luar Pulau Jawa.
Hal itu disebabkan daya beli masyarakat kelas menengah bawah di luar Jawa yang dinilai relatif lebih stabil dibandingkan Pulau Jawa. Strategi itu diharapkan menjadi salah satu cara untuk menghadapi tantangan yang akan dihadapi industri ritel pada 2025.
"Kondisi daya beli masyarakat kelas menengah bawah di sana relatif lebih stabil dibandingkan dengan pulau Jawa," kata dia.