Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pembatasan Truk saat Mudik Bikin Macet Parah di Tanjung Priok

Kemacetan panjang yang terjadi di jalan arah Pelabuhan Tj. Priok (IDN Times/Besse Fadhilah)
Kemacetan panjang yang terjadi di jalan arah Pelabuhan Tj. Priok (IDN Times/Besse Fadhilah)
Intinya sih...
  • Pembatasan operasional truk terlalu lama sampai 16 hari, menurut Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), pemerintah terlalu lama memberikan pembatasan kendaraan logistik seperti truk.
  • Dampaknya menyebabkan bongkar muat di pelabuhan menumpuk dan bahkan tersendat, menghambat pertumbuhan ekonomi karena kelancaran distribusi logistik menjadi salah satu indikator perputaran ekonomi.
  • Kemacetan parah juga jadi pembelajaran untuk lebih mengedepankan angkutan barang berbasis rel dibanding jalan raya, dengan perlu dilakukan evaluasi kebijakan agar tidak terulang.

Jakarta, IDN Times - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai ada peran pembatasan truk oleh pemerintah dalam horor kemacetan yang terjadi di kawasan Tanjung Priok dan sekitarnya pada Kamis pekan lalu.

Menurut Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno, pemerintah terlalu lama memberikan pembatasan kendaraan logistik seperti truk.

"Kejadian itu merupakan dampak dari kesalahan kebijakan yang diterapkan pemerintah. Pada angkutan Lebaran, pemerintah terlalu lama membatasi (aktivitas) operasional logistik, bahkan sampai 16 hari. Pembatasan operasional angkutan logistik semestinya tidak boleh lebih dari lima hari," kata Djoko dalam pernyataan resminya, dikutip Senin (21/4/2025).

1. Bongkar muat di pelabuhan jadi menumpuk

Ilustrasi pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara (dok. Pelindo)
Ilustrasi pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara (dok. Pelindo)

Djoko menambahkan, kondisi itu menyebabkan bongkar muat di pelabuhan menumpuk dan bahkan tersendat.

"Kondisi ini dikhawatirkan menghambat pertumbuhan ekonomi mengingat kelancaran distribusi logistik menjadi salah satu indikator perputaran ekonomi," kata dia.

2. Angkutan barang berbasis rel semestinya dikedepankan

Ilustrasi kereta barang PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. (dok. KAI)
Ilustrasi kereta barang PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. (dok. KAI)

Di sisi lain, kata Djoko, kemacetan parah yang terjadi juga jadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih mengedepankan angkutan barang berbasis rel dibanding jalan raya.

Menurut dia, di zaman Belanda, jalur rel sudah terhubung dengan dermaga. Tujuannya, agar alur angkutan barang bisa lebih lancar. Namun, kini hampir semua jalur itu diputus. Adapun yang tersisa hanya di Pelabuhan Tanjung Intan (Cilacap).

Sejumlah akses pelabuhan pada zaman Belanda sudah lengkapi dengan jalan rel dan area penyangga, seperti di Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Teluk Bayur (Padang), Pelabuhan Panjang (Lampung), Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang), Pelabuhan Juwana (Pati), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya).

"Sekarang area penyangga itu telah berubah fungsi menjadi pemukiman dan perumahan. Oleh karena itu, pemerintah harus mengevaluasi kebijakan itu agar tidak terulang. Jangan sampai ada pihak yang dirugikan lagi akibat kesalahan kebijakan dan pada akhirnya juga negara merugi, karena pertumbuhan ekonominya tidak tercapai," tutur Djoko.

3. Kemacetan lalu lintas akan terus terjadi jika tidak ada perubahan

Kemacetan panjang yang terjadi di jalan arah Pelabuhan Tj. Priok (instagram.com/jakut.info)
Kemacetan panjang yang terjadi di jalan arah Pelabuhan Tj. Priok (instagram.com/jakut.info)

Menurut Djoko, jika hal yang sangat mendasar itu tidak menjadi perhatian, maka kemacetan lalu lintas ini akan terus terjadi. Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok harus ditata ulang termasuk area penyangga (buffer zone) antara pelabuhan dengan lingkungan pertokoan dan pemukiman harus ada jarak minimal 1 kilometer daerah buffer zone harus bebas dari bangunan.

"Kita harus ikuti layout asli kawasan pelabuhan zaman Hindia Belanda dengan batas pelabuhan itu Cempaka Mas dan sampai ke timur," kata Djoko.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us