Pengamat: Co-firing Dorong Transisi Energi dan Kuatkan Ekonomi Rakyat

- Pasokan biomassa mendekati target kumulattif
- BIODES punya potensi ekonomi menjanjikan
- Pengembangan proyek kelistrikan biomassa untuk ekspor energi
Jakarta, IDN Times - Program co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) disebut menjadi bukti bahwa transisi energi menuju sumber terbarukan dapat dilakukan secara bertahap, terukur, dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Untuk diketahui, co-firing merupakan pembakaran dua jenis bahan bakar guna mengurangi ketergantungan terhadap batu bara tanpa mengorbankan keandalan pasokan listrik. Dengan mencampurkan bahan bakar biomassa dan batu bara di PLTU, emisi karbon dapat ditekan secara signifikan.
Pengamat energi dari Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean, menilai, program tersebut tidak hanya memperkuat bauran energi baru terbarukan (EBT), tetapi juga memberikan dampak nyata terhadap perekonomian masyarakat.
Pemanfaatan biomassa yang bersumber dari limbah pertanian, perkebunan, dan hasil hutan rakyat telah menciptakan rantai nilai baru di tingkat desa.
“Selain mendorong transisi energi, co-firing juga menjaga kelestarian lingkungan karena mampu mengubah lahan yang sebelumnya kritis menjadi lebih hijau dan produktif,” kata dia dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (30/10/2025).
1. Pasokan biomassa mendekati target kumulattif

Lebih lanjut Ferdinand menilai, capaian tersebut menunjukkan, sistem pasokan biomassa nasional mulai berjalan dengan baik. Menurut dia, co-firing bukan hanya efisien, tetapi juga mampu menjaga stabilitas suplai listrik sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap batu bara.
Ferdinand menekankan, keberhasilan program ini juga membuka ruang luas bagi tumbuhnya ekonomi kerakyatan. Keterlibatan masyarakat dalam penyediaan bahan bakar biomassa menjadikan energi terbarukan bukan sekadar isu lingkungan, tetapi juga instrumen pemerataan ekonomi.
Di sisi lain, Ferdinand menilai capaian program co-firing juga menunjukkan hasil yang signifikan.
"Hingga akhir September 2025, berdasarkan data PLN, pasokan biomassa untuk kebutuhan co-firing telah mencapai sekitar 1,7 juta ton, mendekati target kumulatif 2,2 juta ton, dan diperkirakan akan melampaui target tahunan sebesar 3 juta ton," kata dia.
Data PLN juga menunjukkan, hingga 1 Oktober 2025, total volume biomassa yang telah terkontrak mencapai 4,7 juta ton, dengan tambahan 820.000 ton dalam proses pengadaan. Jika seluruh kontrak terealisasi, total pasokan biomassa hingga akhir tahun diproyeksikan mencapai 5,5 juta ton, atau sekitar 185 persen dari target tahunan.
2. BIODES punya potensi ekonomi menjanjikan

Kemudian dari hasil kajian menunjukkan, pengembangan program Bioenergi Desa (BIODES) memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan. Dengan Net Present Value (NPV) sebesar Rp557,4 juta dan Internal Rate of Return (IRR) mencapai 45,54 persen, proyek ini dinilai layak secara finansial dan menarik bagi investor.
Adapun nilai Benefit Cost Ratio (BCR) sebesar 1,03 serta periode pengembalian modal (payback period) sekitar 3,19 tahun menunjukkan efisiensi investasi yang tinggi, dengan manfaat yang melebihi biaya yang dikeluarkan. BIODES sendiri adalah program atau inisiatif yang bertujuan untuk mengembangkan energi terbarukan berbasis sumber daya biomassa lokal di desa.
Dari sisi mantaat ekonomi, program BIODES diproyeksikan mampu memberikan pendapatan bagi desa sekitar Rp10 miliar per tahun. Angka-angka tersebut mencerminkan bahwa pengembangan BIODES tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga berpotensi memperkuat kemandirian energi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat desa.
"Pencapaian tersebut menunjukkan efektivitas kolaborasi antara pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan hingga desa dalam memperkuat ekosistem energi bersih berbasis sumber daya domestik. Sinergi ini juga menumbuhkan peluang usaha baru bagi petani, koperasi, dan pelaku UMKM di sekitar sumber biomassa," tutur Ferdinand.
3. Pengembangan proyek kelistrikan biomassa untuk ekspor energi

Selain mendukung co-firing di PLTU, pemerintah juga tengah mengembangkan proyek kelistrikan berbasis biomassa untuk ekspor energi. Langkah diversifikasi ini dinilai penting untuk memperluas manfaat ekonomi dari energi hijau sekaligus memperkuat daya saing nasional.
Ferdinand pun menegaskan, pemanfaatan biomassa bukan hanya bagian dari strategi dekarbonisasi, tetapi juga fondasi bagi pembangunan ekonomi rakyat yang inklusif.
“Langkah pemerintah sudah sejalan dengan cita-cita global untuk mencapai Net Zero Emission pada 2060, sekaligus memastikan transisi energi membawa manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat di akar rumput,” kata dia.

















