Pengguna AS Tuntut Google Serahkan Tambahan Rp39 T usai Vonis Privasi

- Pengguna Google di AS mengajukan gugatan baru meminta tambahan keuntungan sebesar 2,36 miliar dolar AS (Rp39,2 triliun) setelah memenangkan ganti rugi senilai 425 juta dolar AS (Rp7 triliun) dalam kasus pelanggaran privasi.
- Pengadilan federal di San Francisco menetapkan induk Google, Alphabet wajib membayar 425 juta dolar AS (Rp7 triliun) dalam gugatan class action karena melanggar privasi pengguna yang disengaja.
Jakarta, IDN Times - Sekelompok pengguna Google di Amerika Serikat (AS) mengajukan gugatan baru kepada pengadilan federal di San Francisco, pada Kamis (23/10/2025). Mereka meminta hakim memaksa Google, unit dari Alphabet Inc., menyerahkan tambahan keuntungan sebesar 2,36 miliar dolar AS (Rp39,2 triliun), setelah sebelumnya memenangkan ganti rugi senilai 425 juta dolar AS (Rp7 triliun) dalam kasus pelanggaran privasi bulan lalu.
Kasus ini mencuat setelah juri menemukan Google diam-diam mengumpulkan data aktivitas aplikasi dari jutaan pengguna yang telah menonaktifkan fitur pelacakan akun mereka.
1. Gugatan baru setelah putusan juri sebelumnya

Berkas permintaan tambahan dana diajukan oleh pihak penggugat kepada Hakim Distrik AS, James Donato, di San Francisco. Dalam dokumen tersebut, pengguna menyebut, nominal 2,36 miliar dolar AS (Rp39,2 triliun) merupakan perkiraan konservatif dari laba yang dinilai telah diperoleh secara tidak sah oleh Google.
Gugatan ini muncul setelah juri pada September 2025 memutuskan bahwa perusahaan melanggar dua dari tiga tuduhan privasi dalam kasus sebelumnya.
“Mereka menyatakan bahwa tindakan Google sangat ofensif, merugikan, dan dilakukan tanpa persetujuan pengguna,” tulis penggugat dalam dokumen yang diajukan ke pengadilan, dilansir Westlaw Today.
2. Putusan awal senilai Rp7 triliun

Pengadilan federal di San Francisco menetapkan pada September 2025, induk Google, Alphabet wajib membayar 425 juta dolar AS (Rp7 triliun) dalam gugatan class action. Kasus ini bermula pada Juli 2020 ketika pengguna menuduh Google tetap mengumpulkan data melalui fitur Web & App Activity meski pelacakan akun telah dimatikan.
Pengumpulan data itu disebut berlangsung selama delapan tahun dan melibatkan aplikasi populer seperti Uber, Venmo, dan Instagram. Perwakilan pengguna menyebut kemenangan tersebut sebagai langkah awal dalam memperjuangkan transparansi digital.
“Juri telah mengakui bahwa Google bertanggung jawab atas pelanggaran privasi pengguna yang disengaja,” kata salah satu pengacara penggugat, dilansir Mitrade.
3. Tanggapan Google dan rencana banding

Google membantah semua tuduhan pelanggaran privasi tersebut. Dalam pernyataannya pada Kamis (23/10/2025), perusahaan menegaskan bahwa mereka akan mengajukan banding atas putusan juri.
Google berpendapat, data pengguna yang dikumpulkan bersifat anonim dan fitur privasi mereka tetap memberi kendali penuh kepada pengguna.
“Kami tidak setuju dengan kesimpulan juri dan akan berupaya membatalkan keputusan itu,” ujar juru bicara Google.
Pihak penggugat menilai kompensasi sebelumnya sebesar 425 juta dolar AS (Rp7 triliun) belum cukup untuk menutupi dampak permanen yang ditimbulkan. Mereka meminta agar pengadilan memastikan adanya pengembalian keuntungan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap masyarakat. Hakim kini tengah meninjau apakah langkah tersebut dapat diterapkan secara hukum.


















