Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perang Tarif Memanas, China Siap Hadapi AS hingga Akhir

ilustrasi perang dagang antara China dan Amerika Serikat. (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
Intinya sih...
  • China siap menghadapi tekanan ekonomi dari AS dengan tarif baru hingga 15 persen terhadap barang impor AS.
  • China juga mengumumkan pembatasan ekspor bagi beberapa perusahaan AS sebagai respons terhadap kebijakan ekonomi AS yang dinilai merugikan Beijing.

Jakarta, IDN Times – Hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas setelah Beijing menyatakan siap menghadapi tekanan ekonomi dari Washington. Pernyataan ini muncul setelah Presiden Donald Trump menerapkan tarif tambahan 10 persen pada barang-barang impor dari China, sehingga total bea masuk dalam sebulan terakhir mencapai 20 persen.

“Jika perang adalah yang diinginkan AS, baik itu perang tarif, perang dagang, atau jenis perang lainnya, kami siap bertarung hingga akhir,” tulis Kedutaan Besar China di AS dalam unggahan di X pada Rabu (5/3/2025), dikutip dari The Guardian.

Pernyataan ini menunjukkan sikap China yang semakin tegas menghadapi kebijakan ekonomi AS.

1. China balas dengan tarif dan pembatasan ekspor

Ilustrasi Ekspor (IDN Times/Aditya Pratama)

Sebagai respons terhadap kebijakan Trump, China memberlakukan tarif baru hingga 15 persen terhadap sejumlah barang impor asal AS. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 10 Maret 2025.

Selain tarif, China juga mengumumkan pembatasan ekspor bagi beberapa perusahaan AS. Langkah ini menambah daftar pembalasan terhadap Washington setelah serangkaian kebijakan perdagangan yang dinilai merugikan Beijing.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian menyatakan, tekanan ekonomi yang diterapkan AS adalah langkah keliru.

“Kami mendesak AS untuk berhenti bersikap dominan dan segera kembali ke jalur dialog serta kerja sama,” ujarnya dalam konferensi pers, dikutip dari CNBC Internasional.

Di sisi lain, Menteri Pertahanan AS Peter Hegseth menyatakan, negaranya tidak menginginkan konfrontasi langsung dengan China, tetapi tetap bersiap menghadapi berbagai kemungkinan.

2. Produk pertanian AS jadi sasaran

ilustrasi pertanian (pexels.com/Alex Fu)

China menargetkan sektor pertanian AS dalam kebijakan tarif terbarunya. Bea masuk untuk produk seperti kedelai dinaikkan hingga 10 persen.

Langkah ini diperkirakan akan berdampak langsung pada petani AS, yang selama ini menjadi basis politik penting bagi Trump. Pada perang dagang sebelumnya, kebijakan serupa membuat importir China beralih ke pemasok lain seperti Brasil dan Argentina.

Managing Director di Teneo, Gabriel Wildau menyebutkan, langkah China ini dapat meningkatkan tekanan politik terhadap Trump.

“Tindakan China menargetkan ekspor pertanian AS mencerminkan upaya untuk memicu tekanan politik terhadap Trump dari kalangan petani, yang merupakan konstituen utama Partai Republik,” tulisnya dalam sebuah catatan.

3. Faktor Fentanyl dan ketegangan ekonomi

ilustrasi bendera China (pexels.com/aboodi vesakaran)

Trump berdalih tarif terhadap China diberlakukan sebagai respons terhadap peran negara itu dalam perdagangan fentanyl, zat yang banyak disalahgunakan di AS dan menyebabkan ribuan kematian akibat overdosis setiap tahunnya. Namun, China membantah tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai alasan yang tidak berdasar.

Sebagai bagian dari responsnya, China merilis dokumen resmi yang menegaskan komitmen dalam pengendalian fentanyl. Dalam laporan tersebut, China menyatakan telah memenuhi kewajiban internasionalnya dalam memerangi peredaran narkotika.

Di sisi lain, Beijing juga berupaya menjaga stabilitas ekonominya dengan kebijakan stimulus fiskal dan moneter. Dengan ekspor yang semakin terancam akibat tarif AS, pemerintah China dikabarkan siap mengeluarkan langkah-langkah baru untuk menopang pertumbuhan ekonomi.

Ketegangan ini terjadi di tengah pertemuan tahunan “dua sesi”—forum politik terbesar di China. Dalam forum ini, pemerintah menetapkan target ekonomi 2025, termasuk rencana peningkatan anggaran pertahanan sebesar 7,2 persen untuk menjaga keamanan nasional.

Meski ada harapan bahwa negosiasi akan meredakan ketegangan, risiko pemisahan ekonomi besar-besaran antara AS dan China semakin meningkat. Perkembangan ini bisa berdampak luas pada perdagangan global dan hubungan diplomatik kedua negara di masa depan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us