Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Perubahan Tren Kerja yang Bisa Meningkatkan Risiko Pengangguran

ilustrasi ChatGPT (pexels.com/Matheus Bertelli)
Intinya sih...
  • Perubahan tren kerja global membawa peluang dan tantangan bagi tenaga kerja
  • Otomatisasi dan kecerdasan buatan menggantikan banyak pekerjaan, sementara model kerja lepas semakin populer
  • Keterampilan khusus, kesenjangan pendidikan-pasar, dan perubahan pola konsumsi mempengaruhi ketenagakerjaan

Dunia kerja terus mengalami transformasi seiring perkembangan teknologi dan perubahan pola ekonomi global. Perubahan tren kerja global yang cepat ini tidak hanya menghadirkan peluang baru, tetapi juga tantangan besar bagi tenaga kerja. Mereka yang tidak mampu beradaptasi rentan tertinggal dan menghadapi risiko kehilangan pekerjaan.

Kondisi ini semakin kompleks karena tidak semua sektor tumbuh secara seimbang. Beberapa industri mengalami lonjakan kebutuhan tenaga kerja, sementara lainnya mulai menyusut atau bahkan menghilang sepenuhnya. Oleh karena itu, penting untuk mewaspadai beberapa perubahan tren kerja ini.

1. Otomatisasi dan kecerdasan buatan

ilustrasi ChatGPT (pexels.com/Sanket Mishra)

Otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI) telah menggantikan banyak pekerjaan yang bersifat repetitif dan manual. Misalnya, di sektor manufaktur kini terdapat mesin yang menjalankan proses produksi dengan lebih cepat dan presisi dibanding tenaga manusia.

Hal ini menyebabkan banyak posisi pekerjaan dihapuskan atau dipangkas secara signifikan. Bahkan di sektor jasa, seperti perbankan atau layanan pelanggan, penggunaan chatbot dan sistem otomatis semakin meluas.

Jika tidak disertai peningkatan keterampilan digital, pekerja berisiko tergeser oleh teknologi. Adaptasi terhadap perkembangan teknologi menjadi keharusan agar tetap relevan dalam pasar kerja yang berubah.

2. Gig economy dan freelance

ilustrasi freelance (pexels.com/Vlada Karpovich)

Model kerja lepas (freelance) dan kontrak jangka pendek semakin populer dalam ekonomi modern. Banyak perusahaan lebih memilih merekrut pekerja freelance untuk efisiensi biaya dan fleksibilitas. Dibandingkan menggaji pegawai tetap dengan berbagai tunjangan, sistem kontrak jangka pendek memberikan kebebasan bagi perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia.

Namun, tren ini menciptakan ketidakpastian bagi pekerja karena tidak ada jaminan pendapatan tetap atau perlindungan sosial seperti asuransi kesehatan, dana pensiun, dan pesangon. Selain itu, tidak semua orang cocok bekerja secara independen tanpa struktur organisasi yang jelas dan dukungan tim.

Ketika persaingan semakin ketat dan permintaan jasa menurun drastis, para pekerja gig rentan kehilangan penghasilan secara tiba-tiba. Tanpa strategi keuangan, koneksi profesional, dan keterampilan adaptif yang kuat, risiko pengangguran menjadi lebih tinggi dalam ekosistem ini dan menimbulkan tekanan tambahan.

3. Kesenjangan keterampilan dan pendidikan

ilustrasi belajar (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Kemajuan teknologi menciptakan permintaan baru terhadap keterampilan khusus yang tidak selalu diajarkan di pendidikan formal. Banyak lulusan yang kesulitan menyesuaikan diri dengan kebutuhan industri karena kurangnya keterampilan praktis. Akibatnya, meskipun jumlah pencari kerja tinggi, perusahaan tetap kesulitan menemukan kandidat yang sesuai.

Kesenjangan antara dunia pendidikan dan kebutuhan pasar ini menjadi salah satu penyebab utama pengangguran yang jarang disadari. Sertifikasi tambahan, pelatihan, dan pembelajaran mandiri kini menjadi langkah penting agar kompetensi tetap terjaga. Tanpa pembaruan keterampilan, potensi tertinggal makin besar.

4. Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup

ilustrasi belanja online (pexels.com/AS Photography)

Perubahan cara masyarakat mengonsumsi barang dan jasa telah memberikan dampak besar pada ketenagakerjaan. Dengan meningkatnya preferensi terhadap belanja online, hiburan digital, dan layanan instan, banyak bisnis konvensional kesulitan bertahan. Toko offline, media cetak, hingga restoran tradisional mulai kehilangan pelanggan.

Fenomena ini tidak hanya berdampak pada pelaku usaha kecil, tetapi juga industri besar yang lambat beradaptasi. Meskipun sektor digital berkembang, tidak semua pekerja dari industri terdampak dapat langsung beralih ke bidang baru tersebut. Proses migrasi ke sektor digital sering memerlukan pelatihan ulang, keterampilan teknologi, serta kesiapan mental yang tidak semua orang miliki.

Perubahan tren kerja ini tidak bisa dihindari, tetapi risikonya bisa diminimalisir dengan kesiapan individu dan kebijakan yang tepat. Masyarakat perlu lebih proaktif dalam meningkatkan keterampilan dan memahami arah perkembangan industri. Dengan langkah yang tepat, tantangan ini bisa diubah menjadi peluang yang memperkuat posisi di pasar kerja masa depan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us