Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PPATK Peringatkan Pelaku Bisnis Waspadai Modus Baru Pencucian Uang

Ilustrasi Pencucian Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Berbagai macam modus tindak pidana pencucian uang (TPUU) telah ada sejak dulu. Teranyar, TPPU dengan skema Business Email Compromise (BEC) tengah marak terjadi bukan hanya di luar negeri, melainkan juga di Indonesia.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan bahwa TPPU dengan skema BEC telah memasuki sistem keuangan di Indonesia, setidaknya dalam kurun waktu dua tahun terakhir.

Modus kejahatan tersebut semakin diperparah dengan adanya pandemik COVID-19. Para pelaku disinyalir memanfaatkan iklim kecemasan dan ketidakpastian yang ditimbulkan oleh krisis akibat pandemik COVID-19.

"Data menunjukkan bahwa kejahatan ini semakin meningkat di Indonesia. Apabila tidak dilakukan langkah-langkah pencegahan dan penindakan yang sistemik dan konsisten, berpotensi akan menggerus integritas sistem perbankan dan keuangan di Indonesia di mata pelaku bisnis dan lembaga keuangan internasional. Pada gilirannya, hal ini dapat merusak persepsi dan reputasi baik negara," tutur Kepala PPATK Dian Ediana Rae dalam keterangan resmi yang diperoleh IDN Times, Jumat (20/8/2021).

1. Tentang kejahatan BEC

Ilustrasi Hacker (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut Dian menyampaikan bahwa TPPU penipuan dengan skema BEC sejatinya telah menjadi persoalan global dalam kurun waktu lima tahun ke belakang.

Selain itu, BEC juga telah merugikan ribuan pelaku bisnis dalam jumlah hingga puluhan miliar dolar AS tiap tahunnya.

Dian pun menyampaikan definisi BEC agar masyarakat terutama pelaku bisnis di Indonesia bisa terhindar menjadi korban BEC itu sendiri.

"BEC merupakan salah satu bentuk kejahatan siber dengan cara melakukan penipuan dengan menggunakan surat elektronik (email) palsu atau peretasan email oleh pelaku kejahatan," ujar Dian.

Tujuannya, sambung Dian, guna mengalihkan tujuan transfer dana ke rekening perusahaan yang sengaja didirikan dengan nama menyerupai perusahaan sebenarnya.

2. Semua pihak harus hati-hati dan waspada

Ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Maka dari itu, Dian mengingatkan kepada seluruh pihak untuk terus berhati-hati dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.

Dia juga meminta agar para pelaku bisnis untuk waspada terutama saat harus melakukan pembayaran ke luar negeri, maupun pada saat menerima pembayaran.

"Apabila terjadi situasi yang tidak biasa, baik terkait rekening maupun jangka waktu pembayaran, agar sesegera mungkin melakukan klarifikasi dengan rekan bisnisnya," kata dia.

3. Rekomendasi PPATK untuk perbankan agar nasabahnya tidak menjadi korban BEC

Kepala PPATK, Dian Ediana Rae (IDN Times/Rubiakto)

Di sisi lain, Dian merekomendasikan pihak perbankan untuk meningkatkan penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer) dengan lebih baik di semua kantornya.

Rekomendasi yang pertama adalah bank diharapkan tidak menerapkan kebijakan pembukaan rekening baru sebagai ukuran kinerja dan tidak mengandalkan jasa pihak ketiga untuk menjaring nasabah baru.

Kedua, bank diharapkan bisa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
menetapkan target penghimpunan dana pihak ketiga, termasuk dalam memperlakukan penerimaan dana dari luar negeri.

Berikutnya, bank harus melakukan due diligence dan enhance due
diligence untuk memahami profil nasabah dengan baik. Hal itu mesti dilakukan sebelum melakukan pembukuan ke rekening tujuan dari dana yang masuk dari luar negeri.

"Hal ini diperlukan mengingat transaksi keuangan yang terkait dengan BEC pada umumnya menggunakan layanan atau produk keuangan yang dimiliki oleh bank, di antaranya berupa transaksi transfer dana, penarikan dana secara tunai, dan penukaran valuta asing," tutur Dian.

4. PPATK segera rilis daftar hitam pelaku kejahatan siber

ilustrasi kriminalitas (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara itu, guna menjaga integritas sistem keuangan Indonesia dan mencegah semakin maraknya tindak pidana penipuan dengan modus BEC, serta menghindari kerugian para pelaku usaha dan masyarakat, maka PPATK dalam waktu dekat akan menyampaikan Daftar Hitam TPPU-TPPT (AML-CFT Black List).

Daftar Hitam TPPU-TPPT tersebut berisikan para pelaku kejahatan siber, baik individu maupun badan hukum yang akan membuat mereka tidak dapat membuka rekening di seluruh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) di seluruh Indonesia, termasuk untuk nasabah pengguna sistem pembayaran lainnya.

"Dalam waktu dekat, PPATK juga akan menyampaikan indikator atau paramater kepada seluruh PJK untuk digunakan dalam mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan terkait BEC. Indikator atau parameter tersebut merupakan masukan dari Public Private Partnership (PPP) atau Intracnet yg diinisiasi oleh PPATK sejak Mei 2021," ujar Dian.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ridwan Aji Pitoko
EditorRidwan Aji Pitoko
Follow Us