Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sam Altman Wanti-wanti Betapa Cepatnya Kemajuan AI China

Pada 3 Oktober 2019, Sam Altman selaku Co-Founder sekaligus CEO OpenAI hadir sebagai pembicara dalam ajang TechCrunch Disrupt 2019 yang berlangsung di Moscone Convention Center, San Francisco. (wikimediacommons.org/TechCrunch)
Pada 3 Oktober 2019, Sam Altman selaku Co-Founder sekaligus CEO OpenAI hadir sebagai pembicara dalam ajang TechCrunch Disrupt 2019 yang berlangsung di Moscone Convention Center, San Francisco. (wikimediacommons.org/TechCrunch)
Intinya sih...
  • China dinilai semakin agresif dengan strategi terbuka dan kolaboratif. Pendekatan open-source membuat perusahaan China menarik perhatian industri global.
  • Startup seperti DeepSeek dan MoonshotAI, serta raksasa teknologi Alibaba, menghadirkan model AI murah sekaligus inovatif. Inisiatif ini menempatkan mereka semakin dekat dengan posisi kompetitor Amerika.
  • China dorong OpenAI luncurkan model open-weight GPT-OSS-120b dan GPT-OSS-20b yang lebih ramah biaya dan dapat dijalankan secara lokal tanpa bergantung pada layanan cloud.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – CEO OpenAI, Sam Altman, mengingatkan bahwa Amerika Serikat (AS) bisa saja meremehkan laju pesat kecerdasan buatan (AI) dari China. Ia menyampaikan hal itu dalam konferensi pers di San Francisco pada Senin (18/8/2025). Altman menilai persaingan antara kedua negara mencakup aspek data, riset, hingga pengembangan produk.

Altman menyebut secara langsung pandangannya tentang pesaing dari Asia itu.

“Saya khawatir tentang China,” katanya, dikutip dari CNBC.

China dinilai semakin agresif dengan strategi terbuka dan kolaboratif. Pendekatan open-source membuat perusahaan China menarik perhatian industri global. Startup seperti DeepSeek dan MoonshotAI, serta raksasa teknologi Alibaba, menghadirkan model AI murah sekaligus inovatif. Inisiatif ini menempatkan mereka semakin dekat dengan posisi kompetitor Amerika.

1. China dorong OpenAI luncurkan model open-weight

ilustrasi logo Open AI (pexels.com/Andrew Neel)
ilustrasi logo Open AI (pexels.com/Andrew Neel)

Tekanan dari perusahaan China membuat OpenAI mengubah haluan. Pada Agustus 2025, mereka merilis model open-weight GPT-OSS-120b dan GPT-OSS-20b yang lebih ramah biaya. Langkah ini dipicu oleh popularitas model open-source China seperti DeepSeek dan Kimi K2.

Altman mengakui faktor besar di balik keputusan tersebut. “Jelas bahwa jika kami tidak melakukannya, dunia akan cenderung dibangun di atas model open-source China,” ujarnya,dikutip dari NDTV.

Ia menambahkan bahwa ada pertimbangan lain, namun faktor China cukup dominan.

Model terbaru ini bisa dijalankan secara lokal tanpa bergantung pada layanan cloud. GPT-OSS-120b dengan 117 miliar parameter dapat beroperasi hanya dengan GPU 80GB, sementara GPT-OSS-20b mampu bekerja dengan perangkat RAM 16GB. Desain ini memungkinkan peneliti dan pengembang menyesuaikan sesuai kebutuhan.

Perubahan ini menandai pergeseran dari kebijakan lama OpenAI yang lebih tertutup lewat API berbayar. Berbeda dari open-source penuh, versi open-weight hanya membagikan parameter pelatihan tanpa data maupun kode lengkap. Meski begitu, sebagian pengembang merasa fitur yang tersedia masih terbatas dibanding produk komersial.

Altman menanggapi keluhan itu dengan menekankan arah optimasi model.

“Jika jenis permintaan berubah di dunia, Anda bisa mengarahkannya ke sesuatu yang lain,” katanya. Ia menyebut model ini cocok untuk agen pengkodean lokal.

2. Efektivitas kontrol ekspor AS dipertanyakan

ilustrasi kapal ekspor barang (pexels.com/Martin Damboldt)
ilustrasi kapal ekspor barang (pexels.com/Martin Damboldt)

Altman juga menyoroti kebijakan ekspor Washington yang ditujukan menekan ambisi AI China. Menurutnya, kebijakan itu berpotensi tidak efektif.

“Insting saya adalah itu tidak berhasil,” ujarnya dikutip dari SCMP.

Ia menambahkan bahwa pembatasan bisa saja salah sasaran. Altman menyebut produsen mungkin mencari jalan alternatif, termasuk membangun fasilitas fabrikasi semikonduktor baru. Strategi semacam ini bisa membuat hambatan ekspor tidak banyak berarti.

Pandangan serupa sebelumnya diungkapkan oleh CEO Nvidia, Jensen Huang, pada Juni 2025. Ia memperingatkan bahwa Huawei tetap bisa memperluas bisnis chip meski ada larangan dari AS. Pada April 2025, Presiden Donald Trump sempat memperketat aturan dengan menghentikan pasokan chip canggih, lalu memberi izin terbatas untuk chip aman untuk China asalkan Nvidia dan AMD menyerahkan 15 persen pendapatan dari China kepada pemerintah.

3. China pacu kemandirian dengan chip lokal

ilustrasi perakitan chip China (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi perakitan chip China (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Perusahaan besar China merespons dengan investasi masif untuk mandiri dalam teknologi semikonduktor. Huawei meluncurkan chip Ascend 910C sebagai pesaing H100 milik Nvidia. Kehadiran chip ini dianggap mengisi celah akibat pembatasan ekspor dari Amerika.

Sementara itu, Nvidia juga tidak tinggal diam. Menurut laporan Reuters yang dikutip SCMP, perusahaan itu tengah menyiapkan GPU berbasis arsitektur Blackwell khusus untuk pasar China. GPU tersebut diklaim akan lebih unggul dari seri H20 yang saat ini masih boleh dijual.

Langkah ini mencerminkan adaptasi cepat China dalam menghadapi hambatan. Alih-alih terhenti, mereka justru mempercepat kemandirian teknologi sambil menantang dominasi Amerika di sektor AI global.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us