Sejarah Meterai dan Sederet Kegunaannya

Jakarta, IDN Times - Sejarah meterai di dunia telah melalui perjalanan panjang yang menarik, dimulai dari penggunaannya pada dokumen-dokumen resmi hingga menjadi salah satu bentuk pengenaan pajak.
Keberadaannya turut berperan penting dalam perkembangan ekonomi dan hukum di berbagai negara.
Seiring dengan perkembangan zaman, meterai tak hanya mencerminkan aspek legalitas, namun juga menjadi simbol penting dalam mencatat transaksi dan peristiwa sejarah yang berdampak luas.
1. Sejarah meterai di dunia

Dilansir Investopedia, bea meterai adalah pajak yang dikenakan oleh pemerintah pada dokumen-dokumen hukum, terutama yang berkaitan dengan transaksi properti atau aset. Pajak tersebut diperlukan untuk mencatat transaksi secara resmi, seperti dalam hal pengalihan properti, pernikahan, hak cipta, paten, atau komisi militer.
Sejak lama, bea meterai digunakan pemerintah untuk mengumpulkan dana guna mendukung aktivitas negara. Sejarahnya dimulai dari Venesia pada 1604, kemudian diadopsi oleh Spanyol pada awal 1600-an, hingga akhirnya menyebar ke Inggris dan koloninya di akhir abad tersebut.
Pada abad ke-17, bea meterai mulai diterapkan oleh pemerintah di berbagai negara Eropa. Selama abad berikutnya, pajak ini menjadi hal yang umum di negara-negara seperti Belanda, Prancis, Denmark, Prusia, dan Inggris.
Pada 1765, parlemen Inggris memperkenalkan pajak meterai kepada koloni Amerika, yang mewajibkan mereka membayar pajak untuk semua dokumen cetak, termasuk lisensi, surat kabar, surat kapal, bahkan kartu remi.
Inggris mengklaim dana dari bea meterai tersebut digunakan untuk menempatkan pasukan di Amerika dan melunasi hutang besar yang ditimbulkan oleh Perang Tujuh Tahun. Namun, koloni Amerika merasa keberatan dengan pajak ini, karena dianggap sebagai upaya Inggris untuk mengontrol perdagangan dan mengurangi kebebasan mereka.
Bea meterai diterapkan tanpa persetujuan atau masukan dari koloni, yang kemudian menjadi contoh nyata dari "pajak tanpa perwakilan." Pengenaan pajak itu memicu perlawanan koloni terhadap kekuasaan Inggris dan menjadi salah satu pemicu Revolusi Amerika.
2. Sejarah meterai di Indonesia

Sejarah meterai di Indonesia bermula dari zaman kolonial, yang kemudian diadopsi dan disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan hukum dan sosial di Indonesia.
Undang-undang (UU) pertama yang mengatur bea meterai di Indonesia adalah UU Nomor 13 Tahun 1985, yang bertujuan untuk mengatur pengenaan bea meterai pada dokumen tertentu sebagai salah satu sumber penerimaan negara.
Tarif bea meterai awalnya ditetapkan sebesar Rp500 dan Rp1.000 untuk berbagai dokumen yang bernilai ekonomis. Pada 2020, melalui UU Nomor 10 Tahun 2020, pemerintah memperbarui aturan tersebut untuk menyederhanakan tarif menjadi satu lapis, yaitu Rp10.000, yang berlaku mulai 1 Januari 2021.
Perubahan ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, serta mendukung transaksi digital dengan penerapan meterai elektronik (e-meterai).
3. Penggunaan meterai di Indonesia

Bea meterai dikenakan pada dokumen-dokumen yang berfungsi sebagai alat untuk menjelaskan suatu peristiwa bersifat perdata, serta dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan.
Dokumen-dokumen perdata tersebut meliputi surat perjanjian, surat keterangan, akta notaris, akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), surat berharga, serta dokumen transaksi surat berharga.
Selain itu, dokumen lelang, risalah lelang, dan dokumen yang mencantumkan jumlah uang di atas Rp5 juta, seperti tanda terima atau pengakuan pelunasan utang, juga termasuk objek bea meterai. Dokumen lain yang termasuk dalam pengenaan bea meterai akan ditetapkan oleh peraturan pemerintah.