Setahun Prabowo-Gibran: Mana Janji 19 Juta Lapangan Pekerjaan?

- Belum ada lapangan pekerjaan berkualitas selama setahun Prabowo-Gibran.
- Penyerapan tenaga kerja masih mayoritas pada sektor informal.
- Strategi hilirisasi dan industrialisasi baru tahap awal.
- Keterkaitan investasi dan job creation masih lemah.
- Tren PHK meningkat di sektor tekstil dan pakaian jadi.
- Penurunan produktivitas dan keberlanjutan tenaga kerja di industri terjadi.
Jakarta, IDN Times - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka bakal genap satu tahun pada 20 Oktober 2025. Sejumlah hal banyak terjadi selama setahun tersebut dan salah satunya di sektor ketenagakerjaan.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli menyebut, dalam setahun terakhir pemerintah telah melakukan hal terbaik pada seluruh sektor, terutama ketenagakerjaan.
"Jadi selama satu tahun tentu yang pertama kita bersyukur, alhamdulillah dengan kondisi ekonomi global, kondisi saat ini, kami terus fokus melakukan yang terbaik. Saya dibantu oleh Wamen, dibantu oleh para eselon I, eselon II, dan semua tim keluarga besar Kemnaker," tutur Yassierli di kantornya awal pekan ini.
Meski begitu, terdapat beberapa sorotan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) terkait capaian Pemerintahan Prabowo-Gibran dalam setahun terakhir di sektor ketenagakerjaan.
1. Belum ada lapangan pekerjaan berkualitas selama setahun Prabowo-Gibran

Head of Center of Macroeconomics and Finance Indef, Rizal Taufikurahman mengatakan, dalam setahun pemerintahan Prabowo-Gibran masih ada pekerjaan rumah penting yang perlu diselesaikan di sektor ketenagakerjaan.
Penyerapan tenaga kerja yang terjadi sejak 20 Oktober 2024 sampai sekarang diakui Rizal bergerak positif, tetapi mayoritas masih bertumpu pada sektor informal dengan produktivitas dan perlindungan sosial yang rendah.
"Ini menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi belum benar-benar menghasilkan lapangan kerja yang berkualitas," ujar Rizal kepada IDN Times, Kamis (16/10/2025).
Di sisi lain, strategi hilirisasi dan industrialisasi yang menjadi basis agenda ekonomi dinilai Rizal baru sebatas tahap awal dan belum memberikan efek multiplier atau pengganda terhadap penciptaan kerja formal.
"Keterkaitan antara investasi dan job creation masih lemah karena dominasi sektor padat modal dan rendahnya tingkat labour absorption," kata Rizal.
2. PHK jadi sorotan

Selain minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan yang berkualitas, Indef juga menyoroti persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK). Badai PHK yang terjadi selama setahun terakhir, khususnya di sektor tekstil dan pakaian jadi disebut Rizal sebagai sinyal bahaya atas rapuhnya fondasi industri padat karya nasional.
Adapun dalam semester I-2025, tercatat lebih dari 42 ribu kasus PHK yang sebagian besar terjadi di sentra-sentra industri seperti Jawa Tengah.
"Tren ini bukan sekadar akibat siklus bisnis, tetapi menunjukkan adanya persoalan struktur mulai dari penurunan daya saing, derasnya tekanan impor, hingga lemahnya regulasi yang melindungi industri domestik," ujar Rizal.
"Kontraksi sebesar 0,88 persen di sektor tekstil pada kuartal II-2025 menjadi cermin bahwa produktivitas dan keberlanjutan tenaga kerja di industri ini kian tertekan," sambungnya.
3. Janji 19 juta lapangan pekerjaan belum menunjukkan hasil

Sementara itu, dalam konteks makro, janji penciptaan 19 juta lapangan kerja yang diusung pemerintah dinilai Rizal belum menujukkan hasil substansial.
"Angka pengangguran masih berkisar 7,28 juta orang, sementara kasus PHK justru meningkat. Ini menandakan bahwa ekspansi ekonomi yang terjadi belum diikuti dengan perluasan kesempatan kerja yang inklusif," kata dia.
Pada akhir 2024 saat Prabowo-Gibran baru menjabat, tepatnya pada November, Satu Data Kemnaker mencatat ada 67.870 orang tenaga kerja yang terkena PHK.
Memasuki tahun baru atau awal pemerintahan Prabowo-Gibran, angka PHK cenderung meningkat selama periode Januari-Februari 2025. Pada Januari terdapat 9.497 orang terkena PHK dan kemudian meningkat menjadi 17.796 tenaga kerja kena PHK per Februari 2025.
Angka PHK tercatat mengalami penurunan per Maret 2025 menjadi hanya 4.987 orang dan kembali turun menjadi 3.794 orang kena PHK pada April 2025. Namun, pada Mei 2025 jumlah tenaga kerja yang terkena PHK kembali naik menjadi 4.702 orang.
Sementara pada Juni-Agustus 2025, tenaga kerja yang terkena PHK menurut Satu Data Kemnaker cenderung mengalami penurunan. Pada Juni 2025 ada 1.609 orang kena PHK, lalu pada Juli 2025 terdapat 1.118 tenaga kerja kena PHK, dan pada Agustus 2025 ada 830 orang menjadi korban PHK.
Jika ditotal selama Januari-Agustus 2025 atau selama setahun kurang lebih pemerintahan Prabowo-Gibran ada 44.333 orang yang terkena PHK. Angka tersebut bisa lebih besar lagi mengingat adanya kemungkinan perusahaan yang tidak melaporkan data PHK ke Kemnaker.
"Dengan demikian, tantangan besar bagi pemerintah ke depan bukan hanya soal menarik investasi, tetapi memastikan setiap investasi benar-benar menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja yang berkelanjutan bagi masyarakat," ujar Rizal.
4. Rating Partai Buruh ke Menteri Ketenagakerjaan

Hal hampir sama turut disampaikan Ketua Partai Buruh sekaligus Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal terkait capaian satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran di sektor ketenagakerjaan.
Said Iqbal bahkan memberikan nilai 5 dari 10 kepada Menaker Yassierli dan Wamenaker Afriansyah Noor atas kinerjanya selama setahun ke belakang. Khusus Afriansyah, dia baru kembali menjabat sebagai Wamenaker sejak September 2025 menggantikan Immanuel Ebenezer Gerungan (Noel) yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
"Belum bisa menyelesaikan masalah ketenagakerjaan seperti isu upah, outsourcing, pekerja kontrak, perlindungan pekerja perempuan, TKA buruh kasar. Lalu diperparah dengan kasus korupsi di Kemnaker, yaitu kasus izin TKA dan kasus sertifikat K3," ujar Said Iqbal kepada IDN Times.
Selain itu, Said Iqbal pun mengaku tidak melihat realisasi atas janji 19 juta lapangan pekerjaan yang pernah disampaikan Prabowo-Gibran pada saat kampanye beberapa waktu lalu.
"Faktanya tidak ada. Cenderung bohong," ujar Said Iqbal.