Sri Mulyani: Bank Sentral Negara Maju Dilema untuk Turunkan Suku Bunga

- Ketidakpastian global bersifat permanen.
- Hasil negosiasi AS-China akan pengaruhi ekonomi Indonesia,
- Ekonomi RI kecil terhadap total ekonomi global.
Jakarta, IDN Times – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bank sentral di negara maju, dihadapkan pada dilema karena inflasi mulai turun, sementara ketidakpastian global justru masih meningkat. Kondisi ini membuat keputusan penurunan suku bunga acuan menjadi sangat kompleks dan menjadi tantangan tersendiri bagi para pembuat kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah kondisi yang serba tidak pasti.
"Harusnya tahun-tahun ini, terutama pada semester II, negara-negara maju dengan bank sentral seperti Federal Reserve, European Central Bank, atau Bank Sentral Inggris mulai menurunkan suku bunga karena ekonomi cenderung melemah dan inflasi sudah mulai melunak. Namun, sekarang mereka menghadapi dilema yang sulit," kata Sri Mulyani dalam acara CNBC Indonesia Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).
1. Ketidakpastian global bersifat permanen

Ia menambahkan bahwa ketidakpastian global yang kini berlangsung bukan bersifat sementara, melainkan struktural dan fundamental. Ini adalah perubahan besar yang bersifat struktural, sebuah seismic change dengan arah yang juga mengalami pergeseran secara signifikan," ungkapnya.
Kondisi ini juga mencerminkan kekhawatiran terhadap kondisi global yang tidak menentu akibat kombinasi faktor seperti ketegangan geopolitik, disrupsi rantai pasok, dan fluktuasi harga komoditas. Dalam konteks ini, Indonesia dinilai perlu memperkuat ketahanan ekonomi domestik agar tetap mampu tumbuh di tengah tekanan eksternal.
"Harga komoditas memang menurun, tetapi akibat perang di Timur Tengah, harga minyak tiba-tiba melonjak hingga 9% dalam satu hari. Kita tidak tahu pasti seperti saat perang Rusia dan Ukraina dulu. Saat itu, dampak perang tidak hanya membuat harga minyak dan gas naik, tapi juga minyak goreng dan gandum karena kedua negara tersebut merupakan lumbung pangan dunia," jelas Sri Mulyani.
2. Hasil negosiasi AS-China akan pengaruhi ekonomi Indonesia

Selain itu, hasil negosiasi antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping hingga kini masih belum mencapai kepastian. Kondisi ini diperkirakan akan memengaruhi perekonomian Indonesia, mengingat kedua negara tersebut merupakan kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
"Kita akan terus terpengaruh oleh lingkungan global yang penuh ketidakpastian, yang sifatnya bukan jangka pendek. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, kita harus siap menghadapi kondisi ini. Ketidakpastian adalah sesuatu yang tidak disukai oleh pelaku ekonomi mana pun," imbuh Sri Mulyani.
3. Ekonomi RI kecil terhadap total ekonomi global

Meskipun Indonesia termasuk dalam 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia, ukuran perekonomiannya masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan total ekonomi global. Hal ini membuat Indonesia tetap rentan terhadap berbagai dinamika dan ketidakpastian global.
"Dalam situasi seperti ini, Indonesia sebagai negara berkembang dengan perekonomian yang terbuka tetap memiliki skala ekonomi yang relatif kecil. Ukuran ekonomi Indonesia yang sekitar 1,5 triliun dolar AS masih jauh di bawah total ukuran ekonomi global," ujar Sri Mulyani.
Ia menambahkan bahwa ketidakpastian global yang saat ini terjadi bukanlah bersifat sementara, melainkan merupakan perubahan struktural yang mendalam.
"Kita akan terus terpengaruh oleh lingkungan global yang penuh ketidakpastian, dan sifatnya bukan jangka pendek. Ini adalah perubahan besar yang bersifat struktural sebuah seismic change dengan arah yang juga mengalami pergeseran secara signifikan," ungkapnya.