Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Suku Bunga Global kian Bergejolak, Apa Kabar Sektor Jasa Keuangan RI?

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar. (dok. Kementerian Luar Negeri)
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar. (dok. Kementerian Luar Negeri)

Jakarta, IDN Times - Hasil Rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  menyatakan stabilitas sektor jasa keuangan Tanah Air terus terjaga dan stabil. Hal itu didukung oleh permodalan yang kuat.

Menurut Mahendra, kondisi likuiditas memadai dan profil risiko yang terjaga itu telah meningkatkan optismime sektor jasa keuangan nasional.

"Sektor jasa keuangan terjaga stabil dalam hadapi era suku bunga global tinggi untuk waktu lebih lama atau higher for longer," ucap Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam Konferensi Pers Hasil RDK OJK September 2023, Senin (9/10/2023).

1. Pemulihan ekonomi tidak merata

Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (IDN Times/Helmi Shemi)
Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (IDN Times/Helmi Shemi)

Ia mengatakan pemulihan ekonomi global berlangsung tidak merata. Sebab, tingkat inflasi di AS masih tinggi di tengah kinerja ekonomi di Negeri Paman Sam yang membaik. Kondisi ini pun mendorong Bank Sentral The Fed diprediksikan akan lebih hawkish. 

"Sedangkan di Eropa meski kinerja ekonomi tetap lemah dengan tingkat inflasi masih tinggi jadi Bank Sentral Eropa menaikkan suku bunga dan mengisyratakan bahwa suku bunganya saat ini sudah sampai puncaknya," jelasnya. 

Sementara itu, pemulihan ekonomi China belum sesuai ekspektasi karena kinerja ekonominya masih di level pandemik COVID-19. Kondisi ekonomi China yang melambat pun memicu kekhawatiran bagi pemulihan ekonomi global. 

"Insentif fiskal dan moneter yang dikeluarkan China masih terbatas," jelasnya. 

2. Volatilitas di pasar keuangan meningkat

Ilustrasi dolar AS (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Ilustrasi dolar AS (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Berbagai perkembangan global terkini, kata Mahendra, telah mendorong kenaikan imbal hasil surat utang Amerika Serikat atau US Treasury tenor 10 tahun. Kondisi ini pun berdampak pada penguatan dolar AS terhadap semua mata uang di dunia, terutama negara berkembang. 

"Kuatnya dolar menyebabkan tekanan capital outflow atau aliran modal asing keluar dari pasar emerging market termasuk Indonesia. Volatilitas (guncangan) di pasar keuangan baik di pasar saham obligasi dan nilai tukar juga dalam tren yang meningkat," jelasnya

3. Faktor eksternal dorong rupiah terus melemah

Kantor Bank Indonesia (BI). IDN Times/Hana Adi Perdana
Kantor Bank Indonesia (BI). IDN Times/Hana Adi Perdana

Dihubungi terpisah, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto, mengatakan sentimen eksternal menjadi faktor yang mendorong rupiah terus mengalami pelemahan dalam beberapa hari terakhir.

"Tentu faktor penyebabnya adalah arah kebijakan the Fed yang berpotensi hawkish dan higher for longer, di samping kondisi ekonomi Eropa yang kurang baik," jelasnya. 

Edi menegaskan, pelemahan mata uang terhadap dolar tidak hanya terjadi pada rupiah, namun di semua mata uang negara G10 dan negara berkembang, termasuk Asia.

"Apa yang sedang terjadi belakangan ini adalah proses price-in (diperhitungkan) oleh pasar terhadap kondisi tersebut di atas. Tentu dalam proses price-in akan ada up and down di pergerakan nilai tukar," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us