Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Di Tengah Ancaman Shortfall, DJP Tegaskan Tak Ada Praktik Ijon Pajak

APBN KiTa edisi November
Konferensi Pers APBN KiTa edisi November. (IDN Times/Triyan)
Intinya sih...
  • Bimo menegaskan pihaknya hanya melakukan dinamisasi pajak, yakni meningkatkan angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 agar sesuai dengan penghasilan yang diterima oleh wajib pajak pada tahun berjalan.
  • Tanpa kebijakan dinamisasi, besaran angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 yang dibayarkan setiap bulan ditetapkan berdasarkan total pajak terutang pada tahun pajak sebelumnya setelah dikurangi kredit pajak.
  • Adapun hingga akhir November 2025, realisasi penerimaan pajak baru sebesar 78,7 persen
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menepis isu praktik ijon pajak di tengah potensi shortfall penerimaan pajak 2025.

Ia menegaskan, kebijakan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakan langkah dinamisasi angsuran pajak, bukan penarikan pajak lebih awal atas kewajiban tahun berikutnya.

"Jadi ini harus diluruskan," kata Bimo saat konferensi pers APBN di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (18/12/2025).

Dalam praktik perpajakan, ijon pajak kerap dimaknai sebagai permintaan kepada wajib pajak (WP) untuk menyetor pajak tahun berjalan atas kewajiban yang sejatinya baru terutang pada tahun berikutnya.

1. Hanya lakukan dinamisasi pajak

ilustrasi pembayaran pajak (IDN Times/Arief Rahmat)
ilustrasi pembayaran pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Bimo menegaskan pihaknya hanya melakukan dinamisasi pajak, yakni meningkatkan angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 agar sesuai dengan penghasilan yang diterima oleh wajib pajak pada tahun berjalan.

"Makanya ketika di tahun berjalan itu DJP diberikan kewenangan untuk menyesuaikan besaran angsuran tersebut dalam rangka penyesuaian terhadap adanya penghasilan-penghasilan yang berbeda polanya dengan tahun yang sebelumnya atau penghasilan yang sifatnya tidak teratur," ujar Bimo.

2. Tanpa dinamisasi maka bisa timbulkan kurang bayar lebih besar

ilustrasi bayar pajak (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi bayar pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Tanpa kebijakan dinamisasi, besaran angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 yang dibayarkan setiap bulan ditetapkan berdasarkan total pajak terutang pada tahun pajak sebelumnya setelah dikurangi kredit pajak. Skema tersebut berpotensi menimbulkan kurang bayar yang cukup besar di akhir tahun pajak.

Melalui kebijakan dinamisasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berupaya menekan potensi kurang bayar atau PPh Pasal 29 yang harus dilunasi wajib pajak sebelum penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

“Tujuannya agar angsuran pajak dalam tahun berjalan sedapat mungkin mendekati jumlah pajak yang seharusnya terutang di akhir tahun. Dengan demikian, beban kurang bayar wajib pajak pada saat penyampaian SPT Tahunan 2026 dapat dikurangi,” ujar Bimo.

3. Penerimaan pajak baru terealisasi 78,7 persen

Realisasi APBN
Realisasi defisit anggaran per November. (Dok/Istimewa).

Adapun hingga akhir November 2025, realisasi penerimaan pajak tercatat mencapai Rp1.634,43 triliun atau setara 78,7 persen dari outlook Laporan Semester (Lapsem) sebesar Rp2.076,9 triliun.

Capaian tersebut turun sekitar 3,21 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp1.688,6 triliun.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us

Latest in Business

See More

Uni Eropa Perluas Pajak Karbon untuk Produk Baja dan Aluminium

19 Des 2025, 00:29 WIBBusiness