Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tarif Trump Berlaku, Neraca Perdagangan RI Bakal Defisit?

Trump menunjukkan rincian tarif timbal balik AS. (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Surplus neraca perdagangan RI telah berlangsung 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
  • Tarif impor baru Trump bisa mengubah surplus perdagangan RI menjadi defisit setelah 6 bulan.

Jakarta, IDN Times - Tarif impor dan resiprokal yang baru diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dikhawatirkan menimbulkan defisit neraca perdagangan RI. Padahal, neraca perdagangan telah mengalami surplus selama 58 bulan.

Meski begitu, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menilai hal tersebut tidak akan langsung terjadi secara cepat atau baru bisa terjadi dalam periode lebih dari enam bulan sejak tarif baru Trump resmi diterapkan.

"Kalau (tarif) ini akan membuat surplus berbalik defisit ya, saya kira kalau dalam jangka waktu enam bulan belum ya, tapi setelah itu kalau nanti negosiasinya gagal bisa jadi kita katakanlah 16 miliar dolar ya bisa jadi defisit kalau negosiasi dagangnya tidak bisa dilakukan," kata Tauhid dalam diskusi virtual, Jumat (4/4/2025).

1. Cadangan devisa akan sedikit menurun

Ilustrasi cadangan devisa. (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, Tauhid juga menyatakan cadangan devisa RI bisa berkurang. Namun, sama dengan neraca perdagangan, penurunan cadangan devisa tidak akan terjadi langsung secara drastis.

Adapun hingga Februari 2025, Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa RI sebesar 154,5 miliar dolar AS atau turun 1,6 miliar dolar AS dibandingkan posisi Januari 2025.

"Biasanya Bank Indonesia paling tidak mempertahankan di atas 146-148 miliar dolar AS. Pengurangan terjadi, tapi tidak sebesar yang diduga karena masih banyak mungkin sumber-sumber penerimaan devisa dari yang lain ya, kecuali kalau misalnya ternyata katakanlah kebijakan penyimpanan devisa hasil ekspor akhirnya dicabut," tutur Tauhid.

2. Potensi susutnya neraca perdagangan RI

CEO Sintesa Group, Shinta Kamdani. (IDN Times/Jihan A'liifah)

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani mengatakan, bila tarif impor 32 persen diimplementasikan maka dampaknya akan terasa pada seluruh produk ekspor asal Indonesia.

Dalam hitungannya, besaran tarif yang dikenakan ke Indonesia tersebut akan mengurangi sekitar 10-15 persen dari total ekpsor Indonesia ke negara Paman Sam.

"Kita juga berpotensi kehilangan sekitar 1-1,8 juta dolar AS surplus perdagangan per bulan yang biasanya dikontribusikan dari perdagangan bilateral dengan AS," tegas Shinta kepada IDN Times, Jumat (4/4).

Dampak lanjutan dari kebijakan tarif Trump ini juga akan signifikan ke ekonomi nasional, mengingat AS merupakan pasar tujuan ekspor kedua terbesar Indonesia dan penyumbang surplus neraca dagang terbesar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi ekspor nonmigas Indonesia ke AS pada Februari 2025 sebesar 2,347 miliar dolar AS. Angka ini lebih tinggi dibanding Februari 2024 sebesar 2,101 miliar dolar AS dan Januari 2025 sebesar 2,329 miliar dolar AS.

"Dampaknya kami rasa sudah terlihat pada nilai tukar karena penerimaan surplus dagang turut membantu mengstabilkan atau menguatkan nilai tukar. Dengan kebijakan Trump, tentu akan semakin banyak spekulasi negatif yang menekan nilai tukar rupiah di pasar keuangan," tutur Shinta.

 

3. Surplus neraca perdagangan RI Februari 2025

Sebelumnya, BPS melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 mencatatkan surplus sebesar 3,12 miliar dolar AS. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

“Surplus neraca perdagangan bulan Februari 2025 lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya, namun lebih tinggi dibandingkan bulan yang sama tahun lalu,” ujarnya dalam Konferensi Pers BPS, Senin (17/3).

Amalia menjelaskan surplus neraca perdagangan Februari 2025 ditopang oleh surplus pada komoditas non migas yang sebesar 4,84 miliar dolar AS. Hal tersebut disumbang oleh komoditas lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.

Di sisi lain, neraca perdagangan untuk komoditas migas menunjukkan defisit sebesar 1,72 miliar dolar AS, utamanya komoditas penyumbang defisit, yaitu hasil minyak dan minyak mentah.

Sementara itu, tiga negara yang menyumbangkan surplus neraca perdagangan nonmigas terbesar, yaitu AS mengalami surplus sebesar 1,57 miliar dolar AS. Ini didorong oleh komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, pakaian dan aksesori (rajutan), serta alas kaki.

Adapun India mengalami surplus sebesar 1,27 miliar dolar AS, didorong oleh komoditas bahan bakar mineral terutama batu bara, lemak dan minyak hewan/nabati utamanya CPO, serta besi dan baja.

Sementara Filipina mengalami surplus 0,75 miliar dolar AS, dengan komoditas kendaraan dan bagiannya, bahan bakar mineral, serta lemak dan minyak hewan/nabati utamanya minyak sawit.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us