Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ternyata, Redenominasi Bisa Beri Efek Ini terhadap Rupiah

Uang kertas Rupiah baru emisi 2022. (YouTube/Bank Indonesia)

Jakarta, IDN Times - Indonesia dinilai akan mendapatkan dampak positif dalam perekonomian jika jadi melakukan redenominasi rupiah. Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai redenominasi dapat meningkatkan kredibilitas rupiah, khususnya dari aspek kedaulatan moneter.

Jika dibandingkan dengan sejumlah mata uang negara lain, seperti dolar AS dan Malaysia ringgit, rupiah memiliki jumlah angka yang jauh lebih banyak. Misalnya, 1 dolar AS sama dengan Rp15 ribu dan RM1 adalah Rp3.500. Adanya redenomisasi akan membuat nilai tukar rupiah terlihat dalam digit yang sama dengan mata uang negara lainnya.

"Hal ini tentu sangat berdampak positif dalam aspek perdagangan dan juga psikologi pasar. Redenominasi juga akan berdampak pada aspek sosial, yakni meningkatkan kedaulatan moneter dan mengontrol pemakaian mata uang asing," kata Josua kepada IDN Times, Kamis (6/7/2023).

Wacana redenominasi kembali mencuat usai Bank Indonesia menyampaikan kesiapannya untuk menerapkan redenominasi rupiah. Redenominasi rupiah juga masuk dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.

1. Redenominasi bisa tingkatkan kredibilitas

Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede memaparkan perkembangan ekonomi Jateng. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Redenominasi merupakan penyederhanaan jumlah digit pada rupiah, tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai tukar rupiah terhadap harga barang dan atau jasa. Menurut Josua ini akan menguntungkan ekonomi Indonesia.

"Ini akan mendorong perekonomian lebih ringkas dan efisien dalam pencatatan arus kas, karena transaksi keuangan tidak lagi melibatkan penulisan nominal besar," lanjut kepada 

2. Syarat negara bisa lakukan redenominasi

Ilustrasi Pemilu. (IDN Times/Mardya Shakti)

Josua mengungkapkan setidaknya ada dua kondisi yang harus diperhatikan sebelum menerapkan redenominasi. Pertama, sisi stabilitas makro ekonomi dalam negeri  dan kedua, stabilitas sosial politik. 

Stabilitas marko ekonomi meliputi tingkat inflasi yang terkendali, peningkatan pertumbuhan ekonomi, dukungan kebijakan fiskal dan moenter, serta cadangan devisa terus meningkat. Dalam indikator tersebut, Josua menilai sebenarnya Indonesia sudah bisa melakukan redenominasi. 

Di sisi lain, apsek stabilitas sosial politik, dia nilai, belum mendukung untuk penerapan redenominasi. Apalagi, Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi pada Februari mendatang. 

"Bila redenominasi harus diimplementasikan saat timing yang enggak tepat akan menjadi masalah juga," ucapnya. 

3. Sosialisasi agar masyarakat tidak salah persepsi

Oky Lukmansyh/ANTARA FOTO

Menurutnya, hal yang paling krusial dalam sebuah redenominasi adalah masa transisi. Dalam masa itu, pemerintah harus melakukan sosialisasi pada masyarakat, pelaku usaha dan termasuk regulator. 

"Mulai dari persiapan, peralihan, hingga penggunaan penuh denominasi baru. Sosialisasi kepada masyarakat umum yang paling penting dan sosialsiasi yang intensif, keberhasilan redenominasi juga dipengaruhi oleh dukungan dari seluruh pihak, antara lain pemerintah, DPR dan pelaku bisnis dan masyarakat," tuturnya.

Sosialisasi menyeluruh penting agar tidak akan ada salah persepsi mengenai redenominasi. Oleh karena itu, Josua menegaskan redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan nilai uang yang pernah terjadi pada 1960-an. 

Logikanya, sanering daya beli masyarakat menurun karena nilai uang yang dimiliki berkurang, sementara harga barang tetap normal. Contoh sanering semisal uang Rp10.000, kemudian diturunkan nilainya menjadi Rp10.

Jika sebelumnya harga gula itu Rp10.000 per bungkus, setelah dilakukan sanering maka harga gula tersebut tetap sama, tapi kita mesti merogoh kocek berlipat ganda untuk bisa membeli gula tersebut. Otomatis, daya beli berpotensi menurun drastis saat terjadi sanering.

4. Kemenkeu sebut implementasi redenominasi tunggu momentum tepat

Ilustrasi menerima uang tunai. (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Sebelumnya, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Abdurohman menyampaikan pelaksanaan redenominasi harus menunggu momentum yang tepat.

Ketidakpastian global, menurutnya, menjadi salah satu pertimbangan pemerintah belum melakukan pembahasan mengenai redeonominasi dalam waktu dekat.

“Dari sisi global kan risiko masih berat,” ucpnya kepada wartawan yang dikutip, Selasa (5/7/2023). Saat ini, ekonomi global masih tidak menentu karena berbagai risiko global, mulai dari tensi geopolitik hingga arah suku bunga acuan The Fed.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us