Utang Pemerintah per Januari 2025 Tembus Rp8.909 Triliun

- Total utang pemerintah pusat per 31 Januari 2025 mencapai Rp8.909,14 triliun, naik 1,21 persen dari Desember 2024.
- Utang terdiri dari pinjaman luar negeri Rp1.040,68 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp51,23 triliun.
Jakarta, IDN Times - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan melaporkan, total utang pemerintah pusat per 31 Januari 2025 mencapai Rp8.909,14 triliun.
Jumlah ini meningkat 1,21 persen dibandingkan Desember 2024 (month to month/mtm), yang tercatat Rp8.801,09 triliun. Sementara secara tahunan (year on year/yoy), utang pemerintah di Januari meningkat 8,07 persen dibanding akhir 2023 yang mencapai Rp8.190,38 triliun.
1. Rincian utang pemerintah dari pinjaman luar negeri

Mengutip Laporan Kinerja DJPPR Kemenkeu 2024 total utang tersebu, terdiri dari pinjaman luar negeri mencapai Rp1.040,68 triliun, dan pinjaman dalam negeri Rp51,23 triliun.
Adapun rincian daftar pinjaman luar negeri, yakni:
- Bilateral Rp272,45 triliun
- Multilateral Rp604,53 triliun
- Komersial Rp163,70 triliun
2. Utang dalam bentuk SBN denominasi rupiah paling banyak

Komponen utang lainnya berasal dari surat berharga negara (SBN) Rp7.817,23 triliun. Kemudian sisi utang pemerintah dari SBN paling banyak berdenominasi rupiah mencapai Rp6.280,12 triliun, dan berdenominasi valuta asing (valas) Rp1.537,11 triliun.
Meski utang meningkat, DJPPR menyebut pengelolaan utang yang dilaksanakan secara profesional, akuntabel, dan transparan dimaksudkan untuk mencapai kondisi keuangan negara yang sehat dan mempertahankan kemampuan negara dalam melaksanakan pembiayaan secara berkesinambungan.
3. Pengelolaan utang yang tidak profesional bisa berdampak negatif ke kondisi fiskal

Menurut DJPPR, pengelolaan utang yang tidak profesional akan berdampak negatif terhadap kondisi fiskal pemerintah yang tercermin antara lain dalam ketidakmampuan pemerintah membayar kewajiban utang secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran, bertambahnya kewajiban utang di luar perkiraan, dan terhambatnya kegiatan pemerintahan akibat tidak terjaminnya sumber pembiayaan.
Selain itu, dampak selanjutnya dapat berupa menurunnya kepercayaan investor dan kreditor, terjadinya penurunan peringkat utang (sovereign credit rating).
"Terhambatnya perkembangan pasar keuangan domestik, serta ekonomi biaya tinggi," ujarnya.