Wamen ESDM Buka Suara Soal TNI Terlibat Berantas Tambang Ilegal

- Pelibatan militer disebut keliru dan langgar kewenangan
- Operasi penertiban tambang ilegal masuk ke ranah penegakan hukum
- Keterlibatan TNI dalam penertiban tambang ilegal didasari Perpres
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menegaskan penertiban tambang ilegal merupakan kegiatan terintegrasi yang harus melibatkan seluruh pihak terkait, termasuk militer. Pernyataan tersebut disampaikan untuk menanggapi kritik publik mengenai pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam operasi penertiban tersebut.
Yuliot menjelaskan penanganan tambang ilegal memerlukan kerja sama antara aparat penegak hukum (APH), Kementerian ESDM, dan berbagai kementerian serta lembaga terkait lainnya.
"Untuk tambang ilegal itu kan kegiatannya adalah integrasi antara APH, Kementerian ESDM, dan juga kementerian lembaga terkait. Jadi, ya seluruhnya yang terkait itu harus terlibat," katanya di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel, Selasa (25/11/2025).
1. Pelibatan militer disebut keliru dan langgar kewenangan

Pelibatan TNI menertibkan tambang ilegal menuai tanda tanya dari kelompok masyarakat sipil, termasuk Imparsial. Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra kebijakan yang diterapkan oleh Kementerian Pertahanan tak hanya keliru secara politik. Namun, mencerminkan pelanggaran hukum dan penyimpangan kewenangan.
"Secara normatif, tugas Kementerian Pertahanan terbatas pada urusan pemerintahan di bidang pertahanan seperti yang tertulis di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI dan Perpres Nomor 151 Tahun 2024 tentang Kemhan," ujar Ardi di dalam keterangan tertulis pada Minggu (23/11/2025).
Ia mengingatkan Kemhan bertanggung jawab pada formulasi kebijakan pertahanan dan pembinaan kekuatan pertahanan. Bukan malah melakukan operasi penegakan hukum seperti yang terjadi dalam penertiban tambang ilegal.
"Seharusnya penertiban tambang ilegal masuk ke dalam domain penegakan hukum yang seharusnya menjadi kewenangan aparat penegak hukum seperti Kejaksaan RI dan Kepolisian RI," tutur dia.
2. Operasi penertiban tambang ilegal masuk ke ranah penegakan hukum

Imparsial kembali menegaskan operasi penertiban tambang ilegal merupakan bagian dari penegakan hukum yang menjadi kewenangan aparat penegak hukum. Artinya, kata Ardi, operasi tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap mandat institusi TNI.
"Kami memandang langkah Menteri Pertahanan dan Panglima TNI untuk turun langsung dalam operasi penertiban tambang ilegal merupakan upaya menormalisasi kembalinya pendekatan militeristik dalam urusan sipil," kata Ardi.
Penyimpangan itu diperparah oleh fakta prajurit TNI tidak hanya hadir di lokasi, tetapi juga melakukan tindakan penegakan hukum seperti penangkapan dan penyitaan.
"Praktik tersebut bertentangan dengan prinsip negara hukum dan mengangkangi amanat reformasi 1998 yang menghendaki kembalinya TNI ke barak," tutur dia.
3. Keterlibatan TNI dalam penertiban tambang ilegal didasari Perpres

Sementara, ketika ditanyakan kepada Mabes TNI, mereka menegaskan keterlibatan militer dalam operasi penertiban tambang ilegal sudah sesuai dengan aturan yang ada. Peraturan yang dirujuk adalah Perpres Nomor 5 Tahun 2025 mengenai Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Pembentukan Satgas PKH juga didasari Perpres tersebut yang bertujuan menertibkan pemanfaatan kawasan hutan secara ilegal.
"Keterlibatan TNI juga merupakan bagian dari tugas negara untuk menjaga kedaulatan serta melindungi kepentingan nasional," tutur Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen TNI Freddy Ardianzah pada hari ini.
Ia menambahkan di dalam Satgas PKH, Menhan dan Panglima TNI masuk ke dalam struktur. Menhan merupakan ketua pengarah satgas PKH.
"Jadi, Perpres ini secara eksplisit mengatur keterlibatan TNI dalam mendukung penegakan hukum, pengamanan kawasan serta operasi terpadu lintas kementerian atau lembaga untuk memulihkan kembali fungsi kawasan yang terdampak," katanya.
Jenderal bintang dua itu juga merujuk aturan lainnya soal dasar hukum TNI ikut dilibatkan dalam operasi penertiban itu yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 mengenai pertahanan negara. Di dalam UU itu, kata Freddy, tertulis bahwa pertahanan negara bukan hanya aspek militer, tetapi mencakup perlindungan terhadap seluruh potensi nasional, termasuk kekayaan alam yang menjadi obyek vital strategis.

















