BTN Genjot Transformasi Digital Lewat Penguatan Manajemen Risiko Siber

- Menurut laporan Gartner dan Deloitte, risiko digital bukan hanya persoalan teknologi informasi, melainkan risiko korporasi secara menyeluruh.
- BTN mengembangkan kerangka manajemen risiko digital yang mencakup kebijakan, proses, data, teknologi, organisasi, tata kelola, serta penguatan kapabilitas sumber daya manusia.
- BTN telah mengadopsi teknologi AI di unit Loan Factory untuk meningkatkan efisiensi tanpa mengorbankan akurasi dan nilai tambah.
Jakarta, IDN Times - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) terus memperkuat transformasi digitalnya dengan mengedepankan manajemen risiko siber yang komprehensif dan berkelanjutan. Direktur Manajemen Risiko BTN, Setiyo Wibowo, menegaskan pentingnya membangun kerangka kerja manajemen risiko digital yang tidak hanya berfokus pada teknologi, tetapi juga mencakup aspek tata kelola dan sumber daya manusia.
"Sejak 2019, kami telah menjalankan berbagai inisiatif transformasi dan mengembangkan layanan beyond mortgage. BTN kini tidak hanya menyediakan layanan perbankan end-to-end, tetapi juga menghadirkan pengalaman digital yang menyeluruh bagi nasabah. Di sisi lain, kami juga terus memperkuat manajemen risiko," ujar Setiyo dalam keterangannya, Senin (30/6/2025).
1. Lebih dari 60 persen bank global mengalami insiden siber dalam 12 bulan

Menurut Setiyo, transformasi digital yang dijalankan BTN telah membawa perubahan signifikan dalam perilaku nasabah. Kondisi ini menuntut peningkatan ketahanan terhadap risiko digital, termasuk ancaman siber, risiko dari pihak ketiga, serta potensi penyalahgunaan kecerdasan buatan (AI).
Mengacu pada laporan Gartner dan Deloitte, lebih dari 60 persen bank global mengalami insiden siber dalam 12 bulan terakhir, dengan 75 persen pelanggaran melibatkan pihak ketiga atau penyedia layanan cloud.
“Risiko digital bukan hanya persoalan teknologi informasi, melainkan risiko korporasi secara menyeluruh,” lanjutnya.
2. BTN kembangkan kerangka manajemen risiko digital

Saat ini, BTN mengembangkan kerangka manajemen risiko digital yang mencakup empat pilar utama meliputi, kebijakan dan proses, data dan teknologi, organisasi dan tata kelola, serta penguatan kapabilitas sumber daya manusia.
Berbagai teknologi juga telah diimplementasikan untuk mendeteksi dan mencegah risiko siber, antara lain sistem deteksi penipuan (fraud detection system), verifikasi digital, intelijen ancaman siber (cyber threat intelligence), serta SIEM untuk pemantauan trafik jaringan secara real-time.
Selain aspek teknis, BTN juga mendorong peningkatan literasi digital bagi karyawan dan nasabah sebagai bagian dari strategi mitigasi risiko. Edukasi dilakukan melalui sesi bersama pakar, pelatihan daring (e-learning), hingga simulasi tautan phishing.
3. BTN mulai adopsi teknologi AI dalam hal efisiensi operasional

Setiyo menjelaskan dalam hal efisiensi operasional, BTN mulai mengadopsi teknologi AI, termasuk di unit Loan Factory yang mampu memangkas hingga 80 persen kebutuhan tenaga kerja operasional tanpa mengorbankan akurasi dan nilai tambah.
“AI membantu kami meningkatkan efisiensi, namun pengambilan keputusan bernilai tetap menjadi domain manusia,” tambah Setiyo.
Ke depan, BTN terus menyesuaikan kebijakan internal, membangun budaya digital, serta memperkuat arsitektur risiko agar selaras dengan perkembangan teknologi dan regulasi, termasuk ketentuan OJK melalui POJK 29/2022 tentang Keamanan Siber dan POJK 11/2022 mengenai Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum.
Dengan pendekatan holistik ini, BTN optimistis dapat menjaga keberlanjutan transformasi digital sekaligus membangun kepercayaan nasabah dan publik terhadap keamanan sistem perbankan digital.