Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa 91 Persen Trader Gagal? Bukan karena Takdir, tapi Pola Pikir Salah

ilustrasi trading saham
ilustrasi trading saham (pexels.com/Hanna Pad)
Intinya sih...
  • Ilusi kontrol bikin kamu merasa lebih pintar dari pasar
  • Balas dendam ke pasar cuma memperdalam luka
  • Rasa takut rugi lebih kuat daripada rasa senang untung
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kamu mungkin pernah dengar kalau sebagian besar trader akhirnya kalah di pasar. Berdasarkan laporan dari regulator pasar modal India SEBI, lebih dari 91% trader ritel di pasar derivatif saham mengalami kerugian, dengan total kerugian mencapai sekitar 13 miliar dolar AS atau setara lebih dari Rp200 triliun.

Banyak orang menyalahkan nasib buruk atau kondisi pasar, padahal penyebab sebenarnya sering kali berasal dari cara berpikir, lho. Dorongan ingin balas dendam ke pasar, obsesi untuk cepat balik modal, hingga rasa percaya diri berlebihan, semuanya justru memperbesar kerugian.

Trading bukan cuma soal strategi atau membaca grafik. Ini soal bagaimana otakmu merespons tekanan, kehilangan, dan risiko.

Kalau pola pikirnya keliru, bahkan sistem trading terbaik pun bisa gagal total. Supaya kamu gak jadi bagian dari 91% itu, yuk bahas jebakan mental paling berbahaya yang sering bikin trader hancur pelan-pelan.

1. Ilusi kontrol bikin kamu merasa lebih pintar dari pasar

ilustrasi trading saham
ilustrasi trading saham (pexels.com/Artem Podrez)

Setelah rugi besar, kamu mungkin berpikir, “Aku tahu apa yang harus kulakukan untuk menebus kerugian ini.” Tapi keyakinan itu sering cuma ilusi. Kamu merasa bisa menebak arah pasar, padahal keputusan yang kamu ambil lebih didorong emosi daripada logika.

Psikolog Daniel Kahneman dalam bukunya Thinking, Fast and Slow menjelaskan bahwa otak manusia bekerja lewat dua sistem. Sistem 1 cepat, emosional, dan impulsif, sedangkan Sistem 2 lambat, logis, dan rasional.

Saat kamu mengalami kerugian, Sistem 1 mengambil alih dan membuatmu ingin segera bertindak tanpa perhitungan. Akibatnya, kamu justru membuat keputusan terburu-buru yang berakhir dengan rugi lebih besar.

Trader sukses bukanlah yang selalu benar, tapi yang tahu kapan harus berhenti. Pasar gak bisa kamu kendalikan, tapi dirimu sendiri bisa.

2. Balas dendam ke pasar cuma memperdalam luka

ilustrasi investasi, pasar saham
ilustrasi investasi, pasar saham (freepik.com/rawpixel.com)

Setelah kalah besar, banyak trader langsung ingin balas dendam ke pasar dengan membuka posisi baru secepat mungkin. Perilaku ini disebut revenge trading, dan ini adalah salah satu penyebab paling umum dari kebangkrutan trader.

Revenge trading bukanlah strategi, melainkan reaksi emosional dari otak. Setelah rugi, otak bereaksi sama seperti saat kamu merasakan sakit fisik.

Secara alami, kamu ingin meredakan rasa sakit itu secepatnya, dan cara tercepat yang terpikir adalah membuka posisi baru. Tapi, tindakan impulsif seperti ini hampir selalu berujung pada kerugian yang lebih besar.

Trader berpengalaman tahu bahwa istirahat setelah rugi adalah bagian dari strategi. Dengan menenangkan pikiran, kamu memberi waktu bagi logika untuk kembali memimpin keputusan.

3. Rasa takut rugi lebih kuat daripada rasa senang untung

ilustrasi stres (vecteezy.com/Titiwoot Weerawong)
ilustrasi stres (vecteezy.com/Titiwoot Weerawong)

Kahneman dan Amos Tversky memperkenalkan konsep loss aversion, yakni rasa sakit karena kehilangan uang terasa dua kali lebih kuat dibandingkan rasa senang saat mendapat keuntungan. Efek ini membuat banyak trader cepat puas dengan profit kecil, tapi enggan menutup posisi rugi karena berharap harga akan berbalik.

Setelah rugi besar, mereka malah menambah risiko dengan harapan bisa cepat balik modal. Padahal tindakan ini jarang sekali berhasil.

Supaya gak terjebak, ubah mindset dari “bagaimana menutup kerugian” menjadi “bagaimana menjaga risiko tetap kecil”. Dengan begitu, kamu melindungi modal dan menjaga peluang untuk bertahan lebih lama di pasar.

4. Efek kemungkinan bikin kamu tergoda mengejar harapan semu

ilustrasi trading saham
ilustrasi trading saham (pexels.com/Artem Podrez)

Kamu pasti pernah berpikir, “Siapa tahu kali ini berhasil". Pikiran seperti ini muncul karena possibility effect, yaitu kecenderungan manusia untuk melebih-lebihkan peluang kecil dari hasil besar.

Efek inilah yang membuat orang rela beli tiket lotre, atau trader terus menahan posisi rugi dengan harapan satu keajaiban akan terjadi. Dalam dunia trading, efek ini sangat berbahaya karena membuatmu mengabaikan manajemen risiko, memperbesar ukuran posisi, dan meyakinkan diri bahwa “sekali ini pasti sukses”.

Padahal, mengejar peluang kecil dengan risiko besar sama saja seperti berjudi, lho. Bukan pasar yang kejam, tapi ekspektasimu yang salah arah.

5. Teknologi bikin kamu makin impulsif tanpa sadar

ilustrasi trading saham
ilustrasi trading saham (pexels.com/Liza Summer)

Trading sekarang makin mudah berkat aplikasi di smartphone. Sayangnya, kemudahan itu juga memicu perilaku impulsif. Setiap notifikasi, grafik bergerak cepat, hingga warna merah-hijau di layar, semuanya dirancang untuk menjaga kamu tetap “terhubung”.

Tanpa disadari, kamu jadi trading bukan karena ada peluang, tapi karena aplikasi terus menggodamu untuk klik. Setiap kali membuka aplikasi, sistem emosionalmu langsung aktif, membuat keputusan logis makin sulit dilakukan.

Kalau mau lebih tenang, coba buat aturan sederhana seperti menunggu 10-15 menit sebelum mengeksekusi posisi baru. Trik ini kecil tapi efektif untuk memberi ruang bagi otak berpikir jernih sebelum bertindak.

6. Jalan keluar bukan menahan emosi, tapi membuat sistem

ilustrasi trading saham
ilustrasi trading saham (pexels.com/George Morina)

Banyak trader berpikir kunci sukses adalah “kuat mental”, padahal itu hanya sebagian kecil dari solusi. Setelah rugi besar, pikiranmu sedang kacau, dan kemauan saja gak cukup untuk memperbaikinya.

Hal yang kamu butuhkan adalah sistem yang membuatmu disiplin secara otomatis. Misalnya:

  • Berhenti trading setidaknya dua minggu setelah rugi besar.
  • Tulis semua keputusan keliru di jurnal trading.
  • Kurangi risiko per transaksi jadi maksimal 2 persen dari modal.
  • Mulai lagi dengan ukuran posisi kecil.
  • Bagikan jurnal ke mentor atau teman sesama trader untuk menambah akuntabilitas.

Dengan sistem seperti ini, kamu melatih otak untuk berhenti bereaksi dan mulai berpikir. Disiplin akhirnya bukan lagi sesuatu yang dipaksakan, tapi jadi kebiasaan alami.

Pasar gak peduli seberapa keras kamu berusaha atau seberapa besar kamu ingin menebus kerugian. Pasar hanya menghargai disiplin dan konsistensi. Trader sukses bukan mereka yang gak pernah salah, tapi mereka yang tahu kapan harus berhenti, menilai ulang, dan memperbaiki pola pikir.

Kalau kamu masih sering kalah, jangan buru-buru menyalahkan takdir. Mungkin masalahnya bukan di pasar, tapi di cara kamu menghadapi rasa takut dan kehilangan. Ubah pola pikir, kendalikan emosi, dan kamu akan sadar bahwa kemenangan sejati dalam trading bukan soal mengalahkan pasar, tapi mengalahkan dirimu sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us

Latest in Business

See More

Sampoerna Beli Patriot Bond Danantara Rp500 Miliar

23 Okt 2025, 23:46 WIBBusiness