Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CERPEN] Apa yang Salah dengan Kehidupan Usman?

ilustrasi (unsplash.com/@noahsilliman)
ilustrasi (unsplash.com/@noahsilliman)

Usman dan istrinya, Annie, benar benar tidak paham mengapa hidup mereka seolah seperti sedang terjun bebas dari sebuah gedung pencakar langit. Tahun lalu mereka masih bisa menjalani hari hari akhir puasa Ramadhan, dengan bagi-bagi sembako, pada orang-orang yang mereka kenal, dan sangat membutuhkannya.

Akan tetapi, tahun ini sepertinya hal tersebut, tidak akan bisa mereka lakukan. Bahkan untuk sekedar membayar zakat fitrah saja mereka kesulitan. Besok adalah hari terakhir puasa Ramadhan. Usman terdiam sendirian di ruang tamu, yang sudah jarang kedatangan tamu lagi. Paling-paling kakaknya Annie, Sulis dan suaminya, Admo, yang datang bertamu, dan menggoda Fatimah, anak Usman dan Annie, yang bungsu.

"Apa yang salah dengan semua ini?" Batin Usman. "Apakah betul seperti kata Annie, bahwa kami kurang sedekah?" Batin Usman lagi. Ia teringat tahun lalu, beberapa hari menjelang Lebaran, mereka membagi-bagikan paket sembako, kepada para satpam dan karyawan di sekolah anak mereka, Ali, dan di sekolah tempat Usman bekerja sebagai kepala sekolah.

Saat itu, memang Usman senang sekali, karena bisa membuat para satpam dan karyawan itu gembira ketika menerima paket sembako itu. Bekali-kali mereka mengucapkan terimakasih, dalam bahasa Jawa, “Maturnuwun nggih Pak”[ Maturnuwun = terimakasih, nggih = ya (bahasa Jawa).], begitu ucap mereka ke Usman, yang kemudian membalas dengan mengucapkan terimakasih kembali, dalam bahasa Jawa juga.

Tahun ini, sepertinya hal tersebut, sepertinya tidak mungkin mereka lakukan lagi, karena kondisi keuangan mereka yang jauh sekali perbedaannya daripada setahun sebelumnya. Seperti langit dan bumi, perbandingannya kondisi mereka tahun lalu dan sekarang. Tahun lalu, Usman masih memiliki mobil model van, untuk antar jemput anak mereka, Ali ke sekolah, yang pakai kursi roda, dan untuk pergi ke sekolah tempatnya bekerja. Tahun ini, ia harus menyewa taksi kembali untuk antar jemput anaknya ke sekolah. Terkadang, jika sudah mulai hujan, Usman dan istrinya biasanya cemas, karena takut tidak mendapatkan taksi yang mereka pesan lewat aplikasi taksi online. Biasanya ketika hujan, banyak yang memesan taksi, sehingga terkadang sulit untuk mendapatkan taksi.

Memang, Usman mengakui bahwa ketika memberikan paket sembako itu, selain perasaan senang, ada juga rasa bangga dalam hatinya, karena mampu memberi pada orang lain yang membutuhkan.

“Apakah memang, aku tidak boleh bangga pada diriku sendiri ya Tuhan?” Tanya Usman kepada Tuhan.

“Aku tidak memamerkannya di media sosial, seperti orang-orang itu, para seleb medsos, yang menjadikan sedekah mereka sebagai konten medsos mereka, akan tetapi, mengapa mereka kau limpahi kekayaan, sementara kami kau lemparkan ke jurang kemiskinan ini?”, Protes Usman kepada Tuhan.

Usman sangat paham bahwa Tuhan, tentulah seperti biasa tidak akan merespon protes umatnya, seperti dirinya secara langsung. Ia bukan nabi, bukan orang suci, bukan raja atau pemimpin rakyat, yang biasanya lebih mudah berkomunikasi dengan entitas seperti Tuhan. Walaupun demikian, Usman tetap selalu berusaha dalam batinnya, untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Terkadang, tanpa ia duga dan sangka sama sekali, suatu hal terjadi, yang berkaitan dengan pertannyaannya kepada Tuhan. Akan tetapi, tahun ini, ia hampir tidak menemui hal seperti itu lagi. Sehingga Usman, merasa seperti ditinggalkan oleh Tuhan.

Ia teringat pada sebuah kalimat yang dibacanya di kitab injil, kalimat tersebut berbunyi "Eli, Eli lama sabakhtani". Dulu ketika menjadi seorang guru Agama Islam, di sebuah sekolah di Jakarta, Usman pernah meemberikan semacam tantangan kepada Guru Agama Katolik di sekolah itu, untuk membaca dan memahami kitab Al Qur'an berikut terjemahannya, yang dimilikinya. Sementara, ia akan membaca kitab injil yang dimiliki oleh Guru Agama Katolik tersebut.

Saat membaca kitab injil tersebut, dengan serius, Usman menemukan kalimat dalam bahasa Ibrani tersebut. Kalimat ini kemudian didiskusikannya dengan temannya, Guru Kimia, yang berasal dari Irak, Pak Mehdi, demikian nama panggilannya. Di Irak, anak-anak di sana, menurut keterangan Pak Mehdi, sudah mempelajari  bahasa Ibrani semenjak bangku sekolah dasar, sehingga mereka paham sekali kata-kata dalam bahasa Ibrani.

Merurut Pak Mehdi, kalimat tersebut berarti "Tuhanku mengapa kau meninggalkanku?" Kalimat tersebut diucapkan oleh Yesus Kristus ketika berada di atas tiang salib. Eli berarti Tuhan dalam bahasa Ibrani, demikian penjelasan Pak Mehdi kepada Usman.

Usman saat ini, seperti merasa senasib dengan Yesus Kristus, sebagaimana yang dikisahkan dalam injil yang dibacanya tersebut. Ditinggalkan, didiamkan, diabaikan oleh Tuhan, itulah berbagai perasaan yang ada dalam hatinya sekarang ini.

“Persoalannya, Yesus mendapat hari kebangkitan, yang biasanya diperingati oleh Umat Kristiani, setiap tahunnya sebagai Hari Paskah, sementara aku, yang bukan siapa-siapa ini, belum jelas apakah akan mendapat hari kebangkitan atau tidak?”, begitu ucap Usman membatin.

Usman kemudian mencoba melakukan kilas balik, peristiwa-peristiwa yang ia dan keluarganya alami, setahun belakangan ini. Tahun lalu, ketika sedang berada di Kota Batu, Jawa Timur. Ia dan keluarga kecilnya mendapat berita gembira. Anak mereka yang tertua, Ali, diterima di SMA (Sekolah Menengah Atas) Negeri paling favorit di Yogyakarta. Sebelumnya, ia memang selalu meminta kepada Allah, dalam doa setelah sholat, supaya Allah membantu Ali agar bisa diterima di sekolah favorit tersebut.

Saat itu, hatinya girang bukan kepalang, setelah istrinya mengabari mereka semua, kabar gembira tersebut. Ia merasa sangat bahagia dan bangga, melihat Ali yang sangat senang ketika mengetahui dirinya diterima menjadi siswa di SMA favorit tersebut. Baginya, ini adalah kado terindah yang didapatnya selama ini, hal ini diucapkannya ke Ali, ketika sedang dalam perjalanan pulang, dari kota Batu ke Yogyakarta, tempat mereka tinggal.

Akan tetapi, tanpa diduga sama sekali oleh Usman dan keluarganya, hal buruk kemudian menimpa dirinya. Sebuah pesan dari Direktur HRD (Human Resource Department) di telepon selulernya, yang berbunyi bahwa yang bersangkutan ingin bertemu dengannya besok.

Deg! Usman kaget sekaligus cemas. “Ada apa pula gerangan ini? Perasaan aku tidak melakukan kesalahan apa-apa di tempat kerja. Apakah ada karyawan atau guru yang membuat persoalan, yang seharusnya jadi tanggung jawabku?”, begitu batin Usman.

Keesokan harinya di kantor, ia langsung menemui HRD, untuk menanyakan hal tersebut. Direktur HRD menyatakan bahwa akan menemuinya, selepas sholat zuhur. Siang harinya di ruangan HRD, yang bersangkutan menyampaikan bahwa perusahaan yang menaungi sekolah yang dikepalainya, memutuskan untuk memutus kontrak kerjanya, dengan alasan kondisi keuangan yang tidak memungkinkan untuk membayar gaji Usman.

Dengan hati hancur, sehabis pulang kerja, sore harinya, Usman pulang ke rumah. Tak mampu rasanya dirinya menatap istri dan anak-anaknya, yang sangat bergantung secara finansial padanya.

***
Jumat kelabu, Annie pergi meninggalkan Usman dan kedua anak mereka. Setelah bertengkar hebat tadi pagi, yang sebenarnya hanya karena masalah sepele, yaitu Usman lupa membuang air mandi Annie dan anak mereka Fatimah, tadi malam. Ketika Annie menuang air panas ke ember, entah karena kaget atau hal lain, air panas tersebut tersiram ke sebagian ujung jarinya. Usman langsung meminta istrinya itu untuk menuangkan air kran yang dingin ke kakinya, supaya tidak terlalu melepuh.

Setelah itu, Annie langsung terlihat kesal, dan tidak ramah kepada Usman, yang berusaha untuk tetap bersikap lemah lembut pada istrinya itu.

“Bunda jadi memandikan Fatimah? Butuh kubantu tidak?”, tanya Usman kepada Annie, yang direspon dengan ketus oleh istrinya itu. Pertengkaran hebat pun terjadi, Annie adalah orang yang keras pendiriannya, dan tidak segan untuk berdebat dan berargumen dengan keras pada siapa saja yang dianggapnya berlawanan dengannya. Annie pun kemudian pergi dari rumah mereka, setelah mengambil pakaian sekenanya.

Fatimah, yang digendong Usman saat ia dan istrinya bertengkar, menangis, Usman mencoba menenangkan Fatimah. Anak bungsu Usman tersebut, kemudian tertidur di pangkuan Usman, yang sedang duduk di atas sofa.

Ia memang tidak mencegah Annie meninggalkan rumah, seperti yang biasa dilakukannya sebelumnya. Usman merasa sudah kehilangan rasa cinta dan sayangnya pada istrinya itu.

Memang semenjak ia diberhentikan dari pekerjaannya, istrinya itu seperti sudah tidak menaruh respek padanya sama sekali. Annie bahkan pernah menyatakan terus terang bahwa ia malu punya suami yang di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Pergaulannya dengan ibu-ibu dari kelas menengah ke atas, membuat dia malu ketika suaminya tidak punya pekerjaan tetap, walaupun suaminya diperlakukan tidak adil, rasa simpatinya terkalahkan oleh rasa malunya terhadap teman-temannya.

Kebutuhan hidup keluarga mereka yang besar, dan penghasilan bulanan Usman yang minim, membuat Annie dengan mudah terjerat pinjaman online (pinjol). Tiap bulannya, Usman harus selalu memutar otaknya, untuk melunasi cicilan pinjaman online istrinya tersebut.

Puncaknya, pada bulan Maret tahun ini, Usman sudah tidak bisa lagi mengusahakan uang untuk membayar cicilan pinjol Annie yang telah berlipat-lipat jumlahnya dari peghasilan bulanan Usman, sebagai seorang dosen honorer. Untungnya, berkat kebaikan hati, salah seorang kenalan mereka, pinjaman online tersebut bisa mereka lunasi, beberapa saat sebelum pertengkaran itu terjadi.

Dalam sepi, setelah Fatimah tertidur, Usman bertanya kepada Tuhan “Ya Tuhanku, hidupku ini mau Kau bawa ke mana?”.
***
Dua hari kemudian, Annie pulang, dengan kondisi yang masih agak marah. Usman dan Annie sempat berdebat beberapa saat, akan tetapi, anak sulung mereka, Ali, menengahi perdebatan mereka dengan bijaksana. Ia juga, yang kemudian memediasi ayah dan ibunya itu, untuk menyelesaikan konflik mereka berdua. Usman mencoba mengalah, mengikuti panduan dari Ali, yang dengan bijak mengajak kedua pasangan suami istri itu, untuk mencari akar konflik mereka.

Perdamaian, atau lebih tepatnya gencatan senjata, disepakati oleh kedua belah pihak. Usman dan Annie sangat bersyukur dianugerahi anak yang pintar dan bijaksana seperti Ali. Mereka kemudian saling berpelukan bertiga. Fatimah ada di kamar sebelah, sedang bermimpi memandangi pemandangan indah dari balik jendela kereta api, yang dinaikinya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Harsa Permata
EditorHarsa Permata
Follow Us